Jumat, 31 Desember 2010
Sabtu, 13 November 2010
Pit-Stop of my life....,
Hampir 5 bulan blog ini terbengkalai. Lewati kumparan periodikal waktu. Jeda yang cukup panjang. Sekalipun bukan berarti saya total absen up-date materi isi dari rangkaian blog lain. Pertama, saya teralih pada pakem posting di wahana lebih instan skaligus efisien. Mikro-blogging ala FB......,
Kadang timbul kesal sebab gak bisa lontar residu opini. Padahal begitu banyak lalu-lintas ide berkecamuk. Menulis dan coba untuk menulis...., Rongrong alamiah....inspirasi metodologi 'iqra' . Bacalah... atas nama Tuhan-mu....,
Toh ujung-nya jengah terlantarkan saya pada sebentuk pengalihan diri di belantara tehnologi informasi. Larut jenak di rutinitas harian. Ya sudah!
NEW STARTing POIN
Tentu saja ada momen terpenting. Adalah penantian singkat hadirnya putri kami ke-3. Selamat datang Keysha Jihan Kawakib. Semoga hadir sebagai Bintang alam-raya dengan kehidupan yang lebih baik. Tepat sehari melewati tanggal keramat, 11-10-2010. Seperti juga harapan ortu yang lain. Kami sempat terpacu adrenalin hasrat nomer cantik 10102010. Toh pelajaran hidup sebagai ibrah menghantar rasa syukur yang 'lain'. Keysha-ku tiba tetap selepas sholat subuh. Membelah hening bangsal dengan tangisan perdana. Lewati ujian sungsang... bekal peluh cemas, tak ayal lagi.
Terima kasih ya Allah. Pelajaran via bocah cilik-ku menyadarkan kami. Setidaknya kami tidak ikut latah pada obsesi tanggal keramat tadi. Sangat alamiah... dan hadir tanpa rekayasa caesar. Semata apa ada-nya kami....., Alhamdulillah ya Rabbal Al-Amin...., Pada-mu muara sanjung duhai Dzat yang Maha Terpercaya.
last but not least,
langkah ke depan... moga kian antusias menulis... menulis... dan menulis....,
Kadang timbul kesal sebab gak bisa lontar residu opini. Padahal begitu banyak lalu-lintas ide berkecamuk. Menulis dan coba untuk menulis...., Rongrong alamiah....inspirasi metodologi 'iqra' . Bacalah... atas nama Tuhan-mu....,
Toh ujung-nya jengah terlantarkan saya pada sebentuk pengalihan diri di belantara tehnologi informasi. Larut jenak di rutinitas harian. Ya sudah!
NEW STARTing POIN
Tentu saja ada momen terpenting. Adalah penantian singkat hadirnya putri kami ke-3. Selamat datang Keysha Jihan Kawakib. Semoga hadir sebagai Bintang alam-raya dengan kehidupan yang lebih baik. Tepat sehari melewati tanggal keramat, 11-10-2010. Seperti juga harapan ortu yang lain. Kami sempat terpacu adrenalin hasrat nomer cantik 10102010. Toh pelajaran hidup sebagai ibrah menghantar rasa syukur yang 'lain'. Keysha-ku tiba tetap selepas sholat subuh. Membelah hening bangsal dengan tangisan perdana. Lewati ujian sungsang... bekal peluh cemas, tak ayal lagi.
Terima kasih ya Allah. Pelajaran via bocah cilik-ku menyadarkan kami. Setidaknya kami tidak ikut latah pada obsesi tanggal keramat tadi. Sangat alamiah... dan hadir tanpa rekayasa caesar. Semata apa ada-nya kami....., Alhamdulillah ya Rabbal Al-Amin...., Pada-mu muara sanjung duhai Dzat yang Maha Terpercaya.
last but not least,
langkah ke depan... moga kian antusias menulis... menulis... dan menulis....,
Senin, 05 Juli 2010
antara BLOG & BOOK...
Kamis, 17 Juni 2010
si "BURHAN" yang terancam...
Ayo simak dunia AVES.....,
Anggap kini giliran terapan bird wacthing program. Cukup luasan observasi di wilayah sekitar pemukiman tempat kami tinggal. Beberapa hari lewat, saya mendapati 1 ekor burung hantu dengan kondisi mengenaskan di rumah kerabat. Terpuruk di sudut pojok tembok dengan sayap kiri terseok. Ternyata kena sambaran gotri, mimis senapan angin.
Tepat seberang tembok rumah kerabat berdiri sepetak gedung kecil. Persisnya halaman rumah pemilik ber-etnis tionghio, terdapat graha khusus budidaya sriti.
Tepat seberang tembok rumah kerabat berdiri sepetak gedung kecil. Persisnya halaman rumah pemilik ber-etnis tionghio, terdapat graha khusus budidaya sriti.
Rupanya status burung hantu ini di anggap sebagai 'hama.' Terlebih dia memang kerap ikutan ndekam di rumah sriti tadi. Dengan postur tegak sekitar 30an cm. Burung ini terlihat eksotis dengan paras wajah membentuk pola buah apel. Bahkan mendekati rupa hati. Bikin hati iba melihat kondisinya. Mata picing sipit seolah nestapa. Padahal ini karena silau pengaruh over cahaya. Harap maklum status sebagai Aves Nocturnal. Tapi saat saya dekati, mendadak mata-nya melotot. Bulat belok penanda sikap waspada. Buktikan diri sebagai burung khas pemangsa (predator). Cakar tajam..dan paruh tipe pencabik. Kini tampilan berubah gak berdaya.
in-depth singkat....,
Dikatakan, burung ini klo di jawa sering terlihat menempati loteng, gudang dan gedung terbengkalai. Jadi mungkin wajar klo mnurut buku panduan lapangan (Burung-burung di Kawasan Wallacea) keluaran BirdLife International-Indonesia Programme disebut juluk in-english sebagai 'Barn Owl'. tentang Status dan Habitat dipaparkan, Tidak umum. Menghuni lahan budidaya, kawasan yang pepohonannya jarang dan sisa-sisa hutan dengan padang rumput diantaranya. Kadang di sekitar pemukiman penduduk. Dari permukaan laut sampai ketinggian 400m (lombok), 1200m (Flores), 1400m (Alor) dan sekitar 1000m (Sumba).
Pendekatan kalimat tadi setidaknya jadi penguat hipotesa habitat. Kadang disekitar pemukiman penduduk. Barn-Owl ini seperti memiliki hasrat berbaur dengan populasi manusia. Kemauan adaptasi secara alamiah. Si hantu terbang ini bahkan menempati bilangan sudut kota. Maklum selain sebagai bekas kota pelabuhan. Ampenan, sebagai bagian wilayah administratif kota Mataram, tempat saya bermukim masih banyak gedung tua eks peninggalan cokol pemerintahan Belanda. Dilema konotasi dianggap sebagai perambah kota... atau burung migran.
Menurut cerita rekan yang punya hobi amati burung di Jogya. Si 'BurHan' ini sering dilepaskan oleh sultan jogya saat persawahan petani mengalami serangan hama tikus. Artinya dilepas demi kepentingan pembasmian secara alami. Tentu langkah konservasi yang patut dijadikan teladan. Sekaligus membuktikan sinergi menguntungkan, simbiosis mutualisme.
in-depth singkat....,
Dikatakan, burung ini klo di jawa sering terlihat menempati loteng, gudang dan gedung terbengkalai. Jadi mungkin wajar klo mnurut buku panduan lapangan (Burung-burung di Kawasan Wallacea) keluaran BirdLife International-Indonesia Programme disebut juluk in-english sebagai 'Barn Owl'. tentang Status dan Habitat dipaparkan, Tidak umum. Menghuni lahan budidaya, kawasan yang pepohonannya jarang dan sisa-sisa hutan dengan padang rumput diantaranya. Kadang di sekitar pemukiman penduduk. Dari permukaan laut sampai ketinggian 400m (lombok), 1200m (Flores), 1400m (Alor) dan sekitar 1000m (Sumba).
Pendekatan kalimat tadi setidaknya jadi penguat hipotesa habitat. Kadang disekitar pemukiman penduduk. Barn-Owl ini seperti memiliki hasrat berbaur dengan populasi manusia. Kemauan adaptasi secara alamiah. Si hantu terbang ini bahkan menempati bilangan sudut kota. Maklum selain sebagai bekas kota pelabuhan. Ampenan, sebagai bagian wilayah administratif kota Mataram, tempat saya bermukim masih banyak gedung tua eks peninggalan cokol pemerintahan Belanda. Dilema konotasi dianggap sebagai perambah kota... atau burung migran.
Menurut cerita rekan yang punya hobi amati burung di Jogya. Si 'BurHan' ini sering dilepaskan oleh sultan jogya saat persawahan petani mengalami serangan hama tikus. Artinya dilepas demi kepentingan pembasmian secara alami. Tentu langkah konservasi yang patut dijadikan teladan. Sekaligus membuktikan sinergi menguntungkan, simbiosis mutualisme.
Nama latin di sebut Tyto alba. Bisa juga disebut sebagai Serak Jawa. Serak karena memang memiliki suara desis parau. Satu dua pekikan bernada tinggi memanjang selama 0,5-1,0 detik. Kerap bersuara sambil terbang membelah sunyi malam. Mengitari kawasan yang di anggap sebagai zona teritorial mereka. Berpredikat R (Resident) alias menetap dan ditemukan acap berbiak sepanjang tahun. Bukan kategori Endemik. Sebaran-nya cukup meluas.
Lain Jogya lain pula Lombok. Bahasa lokal sasak menyebut si burhan ini dengan nama "Keas". Nama yang saya pikir lebih mendekati konotasi tiruan bunyi parau tadi. Ada mitos yang masih dipercaya oleh kalangan komunal lokal. Berbobot tahyul bisa jadi bagi yang lain. Keas dipercaya sebagai natural-warning, perihal akan hadirnya mahluk halus bernama selak. Orang hindu bali mengenal sebagai Leak. Mahluk jadi-jadian yang suka mendatangi pemukiman warga, terutama keluarga yang memiliki jabang bayi baru lahir. Dan belum genap berumur 40 hari. Beberapa rangkai kisah dari mulut ke mulut yang saya tangkap dengar. Selak akan punya insting kuat tentang keberadaan orok baru lahir. Dikisahkan wujudnya bisa hadir sebagai manusia maupun jelma hewan tertentu. Umumnya anjing. Mendekati rumah tinggal si orok, yang disukai adalah tempat genangan bekas cucian air ketuban dan campuran ceceran darah. Jika hadir wujud rupa manusia, ciri yang paling tampak adalah belepotan air liur mengalir secara abnormal dari mulut si selak. Seolah menunjukkan dahaga yang amat memprihatinkan. Para orang tua harus waspada menjaga jabang bayi-nya. Kalau lengah, saat ditinggal sendirian, secara magis si selak mendekat dan menghisap darah si orok hingga tewas. Pucat pasi kehabisan stok darah. Bak sirup menggiurkan bagi sang selak, Drakula tanah Sasak. Siluman penghisap darah.
Menyeramkan? mungkin tidak. Konon jelang saat-saat itu akan hadir keas, si burhan yang bermanfaat sebagai pembawa berita. Mendesah parau bagai sirine alarm. Hikmahnya, bikin para ortu jadi waspada. Dan si mahluk siluman enggan mendekat.
Nah! secara spesifik si Keas ini sebetulnya bermanfaat sebagai sahabat manusia. Klo merunut kisah tadi. Apalagi melirik potensi sebagai predator pengendali hama tikus. Rasanya akan sayang klo burung ini dibantai. Kecuali akan beda pendapat bagi para pengusaha sarang walet maupun sriti. Gak ada alasan, keas akan tetap dipadang sebagai musuh nyata. Jadi solusi-nya, adalah mengalihkan habitat para keas ini. Tempat yang aman bagi mereka berkembang biak. Meneruskan regenerasi koleksi aves tanah air.
Kedepan, tentu saja harus di perhatikan keberlangsungan spesies ini. karena bisa jadi klo sering diburu burung ini bakal berubah status langka. Apalagi sampai masuk kategori Endangered spesies di list Appendix CITES. Sekalipun ini masih sekedar alibi pribadi hiperbolis. Saya hanya berpatokan pada tema upaya konservasi sejumlah Aves. Tentang pemanfaatan sumber daya, judul re-stock biota, ataupun langkah pengendalian populasi biota terbang. Relevansi pada asumsi sementara, merujuk lingkaran kasus. Ada 4 kriteria jenis biota yang harus di lindungi :
1. Langka
2. Terancam punah
3. Daerah penyebaran terbatas
4. Kemampuan reproduksi rendah.
ByTheWay, cuplik kisah munculnya drakula lokal tadi bikin saya paham. Kenapa si Serak Jawa alias keas, bergelar burung hantu. Sejak masa kecil di Malang dulu saya sedikitpun belum pernah tau latar belakang embel-2 inisial. Justru ketika saya ndekam di Lombok, pencerahan itu hadir. Si burung Hantu ini ternyata 'sobat' menarik. Ironis-nya malah di bantai... padahal sebagai hewan dia malah "pemerhati" keberlangsungan hidup nyawa manusia. Sekalipun berdasarkan mitos daerah semata.
Alasan lugas. Demi sirkulasi nilai bisnis, kian bentuk citra negatif sebagai hama pengganggu stabilitas lahan usaha bidang 'liur' yang bikin giur. Demi sriti bin walet. Babat habis 'calon' endemik sang perambah pelosok kota. Burung-burung urban.... aves-aves migran.
Lain Jogya lain pula Lombok. Bahasa lokal sasak menyebut si burhan ini dengan nama "Keas". Nama yang saya pikir lebih mendekati konotasi tiruan bunyi parau tadi. Ada mitos yang masih dipercaya oleh kalangan komunal lokal. Berbobot tahyul bisa jadi bagi yang lain. Keas dipercaya sebagai natural-warning, perihal akan hadirnya mahluk halus bernama selak. Orang hindu bali mengenal sebagai Leak. Mahluk jadi-jadian yang suka mendatangi pemukiman warga, terutama keluarga yang memiliki jabang bayi baru lahir. Dan belum genap berumur 40 hari. Beberapa rangkai kisah dari mulut ke mulut yang saya tangkap dengar. Selak akan punya insting kuat tentang keberadaan orok baru lahir. Dikisahkan wujudnya bisa hadir sebagai manusia maupun jelma hewan tertentu. Umumnya anjing. Mendekati rumah tinggal si orok, yang disukai adalah tempat genangan bekas cucian air ketuban dan campuran ceceran darah. Jika hadir wujud rupa manusia, ciri yang paling tampak adalah belepotan air liur mengalir secara abnormal dari mulut si selak. Seolah menunjukkan dahaga yang amat memprihatinkan. Para orang tua harus waspada menjaga jabang bayi-nya. Kalau lengah, saat ditinggal sendirian, secara magis si selak mendekat dan menghisap darah si orok hingga tewas. Pucat pasi kehabisan stok darah. Bak sirup menggiurkan bagi sang selak, Drakula tanah Sasak. Siluman penghisap darah.
Menyeramkan? mungkin tidak. Konon jelang saat-saat itu akan hadir keas, si burhan yang bermanfaat sebagai pembawa berita. Mendesah parau bagai sirine alarm. Hikmahnya, bikin para ortu jadi waspada. Dan si mahluk siluman enggan mendekat.
Nah! secara spesifik si Keas ini sebetulnya bermanfaat sebagai sahabat manusia. Klo merunut kisah tadi. Apalagi melirik potensi sebagai predator pengendali hama tikus. Rasanya akan sayang klo burung ini dibantai. Kecuali akan beda pendapat bagi para pengusaha sarang walet maupun sriti. Gak ada alasan, keas akan tetap dipadang sebagai musuh nyata. Jadi solusi-nya, adalah mengalihkan habitat para keas ini. Tempat yang aman bagi mereka berkembang biak. Meneruskan regenerasi koleksi aves tanah air.
Kedepan, tentu saja harus di perhatikan keberlangsungan spesies ini. karena bisa jadi klo sering diburu burung ini bakal berubah status langka. Apalagi sampai masuk kategori Endangered spesies di list Appendix CITES. Sekalipun ini masih sekedar alibi pribadi hiperbolis. Saya hanya berpatokan pada tema upaya konservasi sejumlah Aves. Tentang pemanfaatan sumber daya, judul re-stock biota, ataupun langkah pengendalian populasi biota terbang. Relevansi pada asumsi sementara, merujuk lingkaran kasus. Ada 4 kriteria jenis biota yang harus di lindungi :
1. Langka
2. Terancam punah
3. Daerah penyebaran terbatas
4. Kemampuan reproduksi rendah.
ByTheWay, cuplik kisah munculnya drakula lokal tadi bikin saya paham. Kenapa si Serak Jawa alias keas, bergelar burung hantu. Sejak masa kecil di Malang dulu saya sedikitpun belum pernah tau latar belakang embel-2 inisial. Justru ketika saya ndekam di Lombok, pencerahan itu hadir. Si burung Hantu ini ternyata 'sobat' menarik. Ironis-nya malah di bantai... padahal sebagai hewan dia malah "pemerhati" keberlangsungan hidup nyawa manusia. Sekalipun berdasarkan mitos daerah semata.
Alasan lugas. Demi sirkulasi nilai bisnis, kian bentuk citra negatif sebagai hama pengganggu stabilitas lahan usaha bidang 'liur' yang bikin giur. Demi sriti bin walet. Babat habis 'calon' endemik sang perambah pelosok kota. Burung-burung urban.... aves-aves migran.
Rabu, 26 Mei 2010
coral bleaching edisi 2010
Bluuup..blup-blup-blup,
Keterangan site B
Klo hasil jepretan lebih jernih bs jd karena cuaca saat itu lg cerah. Visibilitas lebih bagus dibanding kondisi yg sekarang (Mei 2010) karena pengaruh musim hujan. Atau secara tehnis karena sy lebih kuasai kamera yg sy pakai. Yang jelas hasil jepretan ini masih memperlihatkan variasi WARNA spesimen karang transplan.
ini beberapa contoh spesimen yg telah terpasang di Konkrit blok TKB.
blukutuk...blukutuk, splash... blep-blep-blep!!! bubble-gamble... it sounds from the bubble makers! berkecimpung urusan bawah permukaan air, kayuhan fin...hembusan gelembung udara.
Sekian lama absen urusan nimbrung air. Mendadak saya sedikit terusik dengan imbauan komunitas JKRI (Jaringan Reef-Check Indonesia). Diawali forward hasil pantauan NOAA-CRW, perihal Coral Bleaching Alert per-April 2010. Kecenderungan potensi fenomena bleaching masal di beberapa spot sebaran terumbu karang Indonesia. Gak juga saya geming.
Terlanjur bosan, mungkin! Perubahan iklim drastis. Kemarau panjang. Ditambah fluktuasi suhu politis dalam negri serasa menambah indikasi demam tinggi. Miris, tapi ogah-ogahan walau sekedar pasang sikap prihatin. Sisi lain, gak bisa dipungkiri adalah rutinitas fokus dunia maya. Pengalih konsentrasi dari kondisi senjang. Sekalipun gak jamin 100% akan hengkang status pemerhati isu berkembang. Jadi, ini masih standar lumrah, manusiawi!!!
Well, berikut ada beberapa lampiran foto. Anggap saja sebagai segelintir upaya saya menebus kerangkeng-enggan tadi. Dilema diri menghindari kondisi realitas. Kompilasi koral Bleaching yang saya kumpulkan dari pihak terkait, sumber data sekunder. Pembagian dua lokasi kawasan di pulau Lombok. Sampel lokasi didasarkan pada beda karakteristik kondisi perairan. Yaitu; lokasi gili (kepulauan yang jauh dari daratan induk pulau Lombok) dan satu lagi zona sensus yang mewakili garis pesisir daratan Induk.
Sekian lama absen urusan nimbrung air. Mendadak saya sedikit terusik dengan imbauan komunitas JKRI (Jaringan Reef-Check Indonesia). Diawali forward hasil pantauan NOAA-CRW, perihal Coral Bleaching Alert per-April 2010. Kecenderungan potensi fenomena bleaching masal di beberapa spot sebaran terumbu karang Indonesia. Gak juga saya geming.
Terlanjur bosan, mungkin! Perubahan iklim drastis. Kemarau panjang. Ditambah fluktuasi suhu politis dalam negri serasa menambah indikasi demam tinggi. Miris, tapi ogah-ogahan walau sekedar pasang sikap prihatin. Sisi lain, gak bisa dipungkiri adalah rutinitas fokus dunia maya. Pengalih konsentrasi dari kondisi senjang. Sekalipun gak jamin 100% akan hengkang status pemerhati isu berkembang. Jadi, ini masih standar lumrah, manusiawi!!!
Well, berikut ada beberapa lampiran foto. Anggap saja sebagai segelintir upaya saya menebus kerangkeng-enggan tadi. Dilema diri menghindari kondisi realitas. Kompilasi koral Bleaching yang saya kumpulkan dari pihak terkait, sumber data sekunder. Pembagian dua lokasi kawasan di pulau Lombok. Sampel lokasi didasarkan pada beda karakteristik kondisi perairan. Yaitu; lokasi gili (kepulauan yang jauh dari daratan induk pulau Lombok) dan satu lagi zona sensus yang mewakili garis pesisir daratan Induk.
A = lokasi gili Terawangan B = Teluk Dalem (pesisir pulau induk)
Keterangan SITE A :
Gili Terawangan. Tepat didepan hotel Villa Ombak. Variasi kedalaman tubir 3 -5 meter. Zona cacah merupakan lokasi penempatan struktur bio-rock. Gejala bleaching cukup riskan. Beberapa spesimen transplan sudah terlihat memutih. Terlihat dominan di alami spesies Acropora cabang (staghorn coral). Beberapa jenis soft coral. Begitu juga dialami karang pada habitat alami, beberapa spot menunjukkan gejala sama (foto terakhir). Sekalipun begitu masih terlihat beberapa jenis yang masih bertahan. Kebanyakan jenis acropora terlihat masa transisi bleaching. Sedangkan jenis karang Massive masih bertahan (referensi Photo per-9 May 2010)
Gili Terawangan. Tepat didepan hotel Villa Ombak. Variasi kedalaman tubir 3 -5 meter. Zona cacah merupakan lokasi penempatan struktur bio-rock. Gejala bleaching cukup riskan. Beberapa spesimen transplan sudah terlihat memutih. Terlihat dominan di alami spesies Acropora cabang (staghorn coral). Beberapa jenis soft coral. Begitu juga dialami karang pada habitat alami, beberapa spot menunjukkan gejala sama (foto terakhir). Sekalipun begitu masih terlihat beberapa jenis yang masih bertahan. Kebanyakan jenis acropora terlihat masa transisi bleaching. Sedangkan jenis karang Massive masih bertahan (referensi Photo per-9 May 2010)
Keterangan site B
Location: Teluk Dalem - kab, Lombok Utara. Beralih lokasi dekatan daratan induk (p.Lombok bagian utara), Teluk Dalem, merupakan lokasi transplantasi karang, bina kelompok nelayan setempat oleh instansi tkait. Dulu-nya gradasi tingkat kerusakan terumbu karang di teluk ini memprihatinkan. Akibat aktivitas penambangan kapur.
Referensi foto Diskanlut propinsi NTB, Dokumentasi per-5 mei 2010.
Silahkan ikuti narasi foto...,
Referensi foto Diskanlut propinsi NTB, Dokumentasi per-5 mei 2010.
Silahkan ikuti narasi foto...,
ini meja transplan, kondisi perairan cenderung tidak cerah. Bisa jd krn subsidi laju sedimentasi, di lokasi Teluk Dalem terdapat muara. Pluang membawa materi partikel terlarut pada saat musim penghujan bbrp hari blkngan. Kcerahan yg bbeda jauh dgn kondisi perairan gili.
Media konkrit blok, beton TKB yg sudah tpasang beberapa spesimen karang transplan. Ukuran diameter koral tabulate sdh mcapai 20cm. Secara kasat mata, 2 foto pendahulu ini memperlihatkan kondisi riil, bahwa warna spesimen karang transplan sudah kusam. Apakah terbungkus algae... ?
Media konkrit blok, beton TKB yg sudah tpasang beberapa spesimen karang transplan. Ukuran diameter koral tabulate sdh mcapai 20cm. Secara kasat mata, 2 foto pendahulu ini memperlihatkan kondisi riil, bahwa warna spesimen karang transplan sudah kusam. Apakah terbungkus algae... ?
Salah satu spesimen yg terlihat memutih. Pocillopora sp. Spertinya sdh menjelang ajal, masih terlihat warna sdikit gradasi warna merah muda. Indikasi tahap warna jelang total putih.
Beberapa karang massive, terlihat baik Porites dan Favia terliat mulai memutih. Secara spesifik... jenis ini adalah spesies dominan yang mampu bertahan (mampu adaptasi) di lokasi pesisir dgn tingkat laju sedimen tinggi. NOTE : sementara karang tanduk sekitarnya telah dominan mati, berwarna Kusam.
krn bukan jepretan sendiri, jd agak bingung menafsirkan foto ini. Bongkah Porites sdh dominan memutih,
smentara di sebelah kanan adalah karang jarum (Seriotopora hystrix) apakah si pemotret mengira individu ini tkena dampak bleaching? sulit prediksi, sebab warna asli ujung Seriotopora mmg khas cenderung putih.
smentara di sebelah kanan adalah karang jarum (Seriotopora hystrix) apakah si pemotret mengira individu ini tkena dampak bleaching? sulit prediksi, sebab warna asli ujung Seriotopora mmg khas cenderung putih.
Seriotopora lebih dekat, ujung berwarna putih... sementara bagian pangkal masih terlihat warna coklat. Tampaknya individu ini masih mampu bertahan terhadap suhu sekitar. Entah sekian hari kdepan.
ini jenis staghorn coral, Acropora formosa. terlihat legam kecoklatan. Menurut nara sumber jenis ini yg terlihat dominan mati. Artinya : Beberapa spesies telah mengalami proses bleaching sejak awal di banding spesies 'tangguh' lain-nya (mampu bertahan terhadap perubahan peningkatan suhu sekitar)
spesimen sampel Acropora formosa yg d angkat. Terlihat badan sudah cenderung putih, warna coklat tadi adalah cover lumut, sang algae. Kesimpulannya : Sebagian besar karang di teluk ini telah mati. Masa recovery sudah lewat. Kasus pengecualian kelompok karang massive. yang Notabene adalah jenis dominan.
3 FOTO PEMBANDING : ini foto yang saya ambil d lokasi sama 2 tahun sbelumnya. Dokumentasi PRIBADI per-April 2008
ini beberapa contoh spesimen yg telah terpasang di Konkrit blok TKB.
Selasa, 27 April 2010
Tebing Fosil... Lombok Selatan
Hmmmm.....,
Saban kunjung ke tempat ini, gak ada lain. Nuansa lebih mewakili paras negri kerontang. Dominan terik.. bakar kulit. Batok kepala serasa d panggang. Dehidrasi pula! Hanya persis tiba musim kemarau. Hujan bisa dibilang enggan datang. Sebagian bilang inilah perwakilan pesona 'lahan tidur' pesisir pulau Lombok bagian selatan.
Secara spesifik, lokasi ini adalah termasuk dalam kawasan luas teluk Ekas bagian timur. Masuk wilayah kabupaten Lombok Timur bagian selatan. Secara pembagian wilayah hampir 3/4 kawasan adalah milik Lombok Timur. Kcuali bagian pesisir ujung barat. Merupakan wilayah kabupaten Lombok Tengah. Dengan nama desa Awang.
Jadi wajar, secara penamaan peta seluruh kawasan disebut sebagai teluk Ekas. Namun bagi warga Lombok Tengah menyebutnya dengan istilah teluk Awang. Alasan sederhana, ada sebagian wilayah lingkar teluk yang masuk dalam batas wilayah administrasi mereka. Betapa konyol ungkapan rumor, bila kemudian hari ada konflik tikai antara ke 2 belah pihak. Akankah disebut konflik Perang Teluk? seperti edisi jazirah Timur-Tengah. Maksudnya tentu saja Lombok Timur VS Lombok Tengah!!! Gombal.....,
Minimalis Hijau..
curah hujan yang rendah mengakibatkan hampir di kawasan bagian selatan Lombok rawan masalah pangan. Peralihan tiba musim hujan digunakan untuk peluang tanam. Itupun sebatas palawija, termasuk Padi gogo-rancah. Jadi bisa dibayangkan saat kemarau panjang. Efek perubahan iklim global. Kurangnya daerah ikatan air bisa memperparah kondisi yang ada. Hanya segelintir spot-spot hijau. Itupun hanya vegetasi khas yang mampu beradaptasi dengan lingkungan minim air. Termasuk garis pesisir. Rimbun semata vegetasi kelompok asosiasi mangrove.
Tourism development area...
Jauh sebelumnya, kawasan Teluk Ekas lebih di kenal dengan satu poin pesisir yang oleh warga-nya di sebut sebagai pantai Surga. Gulungan ombak menyatu dengan sirkulasi rutin tak henti, subsidi hempasan angin selatan dari Samudera Indonesia. Secara sederhana oleh warga dianggap sajian eksotis. Menikmati sajian anugrrah alam. Gumpal buih putih di analogikan laksana gerombolan biri-biri.
Tempat saya nangkring (pada inset) adalah bungalow beach view - resort Heaven On The Planet (HOTP). Letaknya berada di dusun Lendang Terak. Nama HOTP sengaja dipilih oleh owner sebab mengacu pada konotasi surga. 5 tahun sebelumnya agak sulit menempuh jalur aspal. Akses aspal yang terputus di batas desa terakhir, disambung jalan tanah. Musim penghujan berupa belepotan lumpur. Hanya mampu ditempuh dengan vehicle tipe 4X4. Alhasil sempat dijuluki nyeleneh. Punya pantai Surga tapi akses tempuh berupa jalur Neraka!.
Disisi lain secara psikologis, kondisi jadi serasi. Teori pasangan yin-yang. Mencapai Surga memang harus ditempuh dengan serangkaian ujian sulit. Dan faktanya memang begitu. Ombak pesisir selatan Lombok sangat digemari, memancing minat kunjung para surfer mancanegara. Dimulai dari spot ujung barat, batu gendang - Pelangan. Runut ke timur, Kuta, Tanjung Aan, Gerupuk dan Teluk Ekas.
Dan belakangan kendala tadi tidak perlu di kuatirkan lagi. Pemda Lombok Timur kini sedang getol membangun infrastruktur di kawasan itu.
kans Geo-Wisata
Peluang lain yang belum total di garap adalah Geo-wisata. Wacana ini sebelumnya pernah dilansir pihak LIPI dalam presentasi (tahun 2003) topik pengembangan wisata geologi di kawasan selatan Lombok. Redaksional yang merujuk pada teori pembentukan daratan, muasal kepulauan nusantara, termasuk Lombok. Sejarah vulkanologi sebagai bagian zona lingkar api (Ring of Fire).
Peninggalan fosil gunung api purba di sekitar pantai Kuta Lombok menjadi salah satu bukti otentik, hingga saat ini. Relevansi terhadap teori pembentukan daratan. Timbuk struktur spektrum gempa. Pergerakan lempeng hingga pengangkatan daratan dari gugus terumbu era bahula.
Bukti-bukti lain adalah peninggalan tebing fosil yang berada disepanjang lingkar timur dataran dinding teluk Ekas. Kebanyakan adalah fosil biota berupa cangkang kelompok moluska (wikipedia), krustasea, dan patahan koral (rubble). Struktur bisa dibilang rapuh. Karena dari tinjau belakangan ini beberapa kontur sudah mulai runtuh. Bisa jadi karena faktor abrasi, pasang-surut air laut.
Tampak fisik, padatan kontur memang rentan rontok. Mungkin karena, secara kajian geologis sederhana.. proses pembentukan alamiah yang masih fase tahap awal. Campuran butir dan partikel rapuh. Belum membentuk unsur kapur/limestone (CaCo3) yang dominan putih. Sedikit berbeda dengan kandungan bukit bebatuan yang terdapat di sekitar Awang dan mengarah sedikit ke bagian tengah pulau besar. Sekalipun warna mendekati sama, kuning kecoklatan, namun kepadatannya lebih solid. Biasanya dari iris penampang terlihat campuran unsur batu apung dan material bawaan lain. Dan masih bisa dibentuk untuk keperluan kerajinan batu ukir masyarakat lokal. Dinamakan Batu Paras.
Ingin sekedar menikmati fenomena tebing fosil itu, silahkan menikmati rangkaian foto yang terlampir dibawah ini.
Secara spesifik, lokasi ini adalah termasuk dalam kawasan luas teluk Ekas bagian timur. Masuk wilayah kabupaten Lombok Timur bagian selatan. Secara pembagian wilayah hampir 3/4 kawasan adalah milik Lombok Timur. Kcuali bagian pesisir ujung barat. Merupakan wilayah kabupaten Lombok Tengah. Dengan nama desa Awang.
Jadi wajar, secara penamaan peta seluruh kawasan disebut sebagai teluk Ekas. Namun bagi warga Lombok Tengah menyebutnya dengan istilah teluk Awang. Alasan sederhana, ada sebagian wilayah lingkar teluk yang masuk dalam batas wilayah administrasi mereka. Betapa konyol ungkapan rumor, bila kemudian hari ada konflik tikai antara ke 2 belah pihak. Akankah disebut konflik Perang Teluk? seperti edisi jazirah Timur-Tengah. Maksudnya tentu saja Lombok Timur VS Lombok Tengah!!! Gombal.....,
Minimalis Hijau..
curah hujan yang rendah mengakibatkan hampir di kawasan bagian selatan Lombok rawan masalah pangan. Peralihan tiba musim hujan digunakan untuk peluang tanam. Itupun sebatas palawija, termasuk Padi gogo-rancah. Jadi bisa dibayangkan saat kemarau panjang. Efek perubahan iklim global. Kurangnya daerah ikatan air bisa memperparah kondisi yang ada. Hanya segelintir spot-spot hijau. Itupun hanya vegetasi khas yang mampu beradaptasi dengan lingkungan minim air. Termasuk garis pesisir. Rimbun semata vegetasi kelompok asosiasi mangrove.
Tourism development area...
Jauh sebelumnya, kawasan Teluk Ekas lebih di kenal dengan satu poin pesisir yang oleh warga-nya di sebut sebagai pantai Surga. Gulungan ombak menyatu dengan sirkulasi rutin tak henti, subsidi hempasan angin selatan dari Samudera Indonesia. Secara sederhana oleh warga dianggap sajian eksotis. Menikmati sajian anugrrah alam. Gumpal buih putih di analogikan laksana gerombolan biri-biri.
Tempat saya nangkring (pada inset) adalah bungalow beach view - resort Heaven On The Planet (HOTP). Letaknya berada di dusun Lendang Terak. Nama HOTP sengaja dipilih oleh owner sebab mengacu pada konotasi surga. 5 tahun sebelumnya agak sulit menempuh jalur aspal. Akses aspal yang terputus di batas desa terakhir, disambung jalan tanah. Musim penghujan berupa belepotan lumpur. Hanya mampu ditempuh dengan vehicle tipe 4X4. Alhasil sempat dijuluki nyeleneh. Punya pantai Surga tapi akses tempuh berupa jalur Neraka!.
Disisi lain secara psikologis, kondisi jadi serasi. Teori pasangan yin-yang. Mencapai Surga memang harus ditempuh dengan serangkaian ujian sulit. Dan faktanya memang begitu. Ombak pesisir selatan Lombok sangat digemari, memancing minat kunjung para surfer mancanegara. Dimulai dari spot ujung barat, batu gendang - Pelangan. Runut ke timur, Kuta, Tanjung Aan, Gerupuk dan Teluk Ekas.
Dan belakangan kendala tadi tidak perlu di kuatirkan lagi. Pemda Lombok Timur kini sedang getol membangun infrastruktur di kawasan itu.
kans Geo-Wisata
Peluang lain yang belum total di garap adalah Geo-wisata. Wacana ini sebelumnya pernah dilansir pihak LIPI dalam presentasi (tahun 2003) topik pengembangan wisata geologi di kawasan selatan Lombok. Redaksional yang merujuk pada teori pembentukan daratan, muasal kepulauan nusantara, termasuk Lombok. Sejarah vulkanologi sebagai bagian zona lingkar api (Ring of Fire).
Peninggalan fosil gunung api purba di sekitar pantai Kuta Lombok menjadi salah satu bukti otentik, hingga saat ini. Relevansi terhadap teori pembentukan daratan. Timbuk struktur spektrum gempa. Pergerakan lempeng hingga pengangkatan daratan dari gugus terumbu era bahula.
Bukti-bukti lain adalah peninggalan tebing fosil yang berada disepanjang lingkar timur dataran dinding teluk Ekas. Kebanyakan adalah fosil biota berupa cangkang kelompok moluska (wikipedia), krustasea, dan patahan koral (rubble). Struktur bisa dibilang rapuh. Karena dari tinjau belakangan ini beberapa kontur sudah mulai runtuh. Bisa jadi karena faktor abrasi, pasang-surut air laut.
Tampak fisik, padatan kontur memang rentan rontok. Mungkin karena, secara kajian geologis sederhana.. proses pembentukan alamiah yang masih fase tahap awal. Campuran butir dan partikel rapuh. Belum membentuk unsur kapur/limestone (CaCo3) yang dominan putih. Sedikit berbeda dengan kandungan bukit bebatuan yang terdapat di sekitar Awang dan mengarah sedikit ke bagian tengah pulau besar. Sekalipun warna mendekati sama, kuning kecoklatan, namun kepadatannya lebih solid. Biasanya dari iris penampang terlihat campuran unsur batu apung dan material bawaan lain. Dan masih bisa dibentuk untuk keperluan kerajinan batu ukir masyarakat lokal. Dinamakan Batu Paras.
Ingin sekedar menikmati fenomena tebing fosil itu, silahkan menikmati rangkaian foto yang terlampir dibawah ini.
masih terlihat patahan karang (rubble) dari jenis staghorn
dan bagian ini lapisan terbawah dr kontur yg rapuh
dan bagian ini lapisan terbawah dr kontur yg rapuh
Minggu, 25 April 2010
fenomena samurai lentur
Bahas pedang unik...,
Bagi khalayak yang kerap berkutat bisnis barang antik rasanya pasti pernah mengenal, paling tidak mendengar istilah samurai lentur. Beberapa kalangan lain menyebutnya samurai sabuk. Lebih konyol, bahkan pernah ada edar kisah non-sens, konotasi lentur/sabuk tadi, serta merta pedang ini di-analogi-kan bisa di gulung bak umumnya ikat pinggang. Tentu saja usik nalar sehat. Sekaligus di bikin penasaran. Apakah demikian ada-nya, atau sekedar cerita runut, mulut demi mulut. Belum lagi ditambahi bumbu muluk. Entah sebagai efek estapet promo niaga sang pencipta, pemilik, beserta kurcaci down-liner.
Hingga tiba waktu, saya berkesempatan bertatap langsung dengan benda "heboh" ini. Melalui jalur rekan peminat barang antik. Saya gak sempat mengabadikan via kamera. Tapi penampilannya lebih kurang mirip dengan foto pada inset. Secara fisik bisa saya deskripsikan dengan spesifik sebagai berikut :
* Sangat tidak mirip wujud samurai khas jepang! Hunus bilah total lurus (gak sedikit lengkung seperti samurai) Berhiaskan gambar naga dari ujung hingga pangkal bilah. Terlebih memiliki format tajam kedua sisi tepi bilah (khas samurai hanya tajam 1 sisi bilah). Tapi sengaja dibikin tumpul. Dengan alur sisi yang terpoles sangat rapi. Seolah secara tegas ungkapkan fakta gamblang, pedang ini adalah status benda suvenir! Sekedar hadir sebagai item pajang. Dan BUKAN lahir sebagai murni fungsi senjata tajam.
* Fleksibilitas bilah terlampau lentur. Penampang bilah serba flat. Tidak terdapat garis tengah gunduk bilah, seperti halnya bagian "ada-ada" istilah pada keris. Mungkin sengaja diciptakan begitu sebab menyesuaikan performa lentur layaknya sabuk. Tadinya saya berhipotesa pedang ini dibikin lentur karena satu alasan. Seperti pedang khas cina yang dipakai oleh para pemain wushu. Tapi tidak demikian. Alasannya kembali pada julukan yang terlanjur meluas. Benda ini tetap di juluki embel-embel samurai. Pertanyaannya sederhana, sebagai samurai.. bahkan klo-pun di sebut pedang, sajam tipe ini gak memiliki nilai pesona tebas mumpuni. Apalagi digunakan fungsi tusuk. Terlalu lemas.. layu bergerak meliuk. Terlebih satu sumber mengatakan material 'samurai' unik ini memang terbuat dari logam cikal bakal gergaji. Wajar mudah melengkung! plus poin ini menghantar saya pada pemikiran lebih lanjut. Apa yang bisa disimpulkan? Tipe jenis senjata apa? prototipe apa yang jadi acuan dari tercipta-nya sajam ini? Ataukah Replika dari senjata jenis tertentu?
* Penampilan luar ; jangkau hunus bilah sekitar 1,5 meter. Agak terlalu panjang untuk ukuran pedang standar. Pada pangkal gagang handel dilengkapi hiasan rumbai. Bila d cermati ternyata ujung handel tersemat pisau kecil, terpasang pada sekrup d selongsong gagang. Saya prediksi sebagai sisip pernik senjata rahasia. Sarung cover bilah terbuat dari kulit. Mendekati bagian pangkal sarung bilah lagi-2 tersemat pisau kecil. (kian aneh, klo di cermati sisipan model gini seperti garapan umum khas pengrajin dalam negri. kreativitas imbuhan pada sarung senjata yang di jiplak dari senjata khas negara lain ). Entah gunanya sebagai apa. Pakem janggal termasuk membingungkan!!...penampilan katana kog demikian ribet?
Sedikit catatan...,
Terlanjur amburadul, simak istilah samurai yang disebutkan tadi. Julukan makin 'keruh' ini bisa jadi karena sekedar untuk permudah unsur sebutan saja. Maklum, kalangan dan peminat disinyalir berasal dari jenis kalangan. Padahal secara harfiah, samurai adalah sebuah status bagi kalangan militer atau anggota strata kelas ksatria. Jadi tidak identik dengan nama senjata tajam. Untuk mempermudah penelusuran, intip via narasi wikipedia berikut : Samurai , Katana, Wakizashi.
Bagi khalayak yang kerap berkutat bisnis barang antik rasanya pasti pernah mengenal, paling tidak mendengar istilah samurai lentur. Beberapa kalangan lain menyebutnya samurai sabuk. Lebih konyol, bahkan pernah ada edar kisah non-sens, konotasi lentur/sabuk tadi, serta merta pedang ini di-analogi-kan bisa di gulung bak umumnya ikat pinggang. Tentu saja usik nalar sehat. Sekaligus di bikin penasaran. Apakah demikian ada-nya, atau sekedar cerita runut, mulut demi mulut. Belum lagi ditambahi bumbu muluk. Entah sebagai efek estapet promo niaga sang pencipta, pemilik, beserta kurcaci down-liner.
Hingga tiba waktu, saya berkesempatan bertatap langsung dengan benda "heboh" ini. Melalui jalur rekan peminat barang antik. Saya gak sempat mengabadikan via kamera. Tapi penampilannya lebih kurang mirip dengan foto pada inset. Secara fisik bisa saya deskripsikan dengan spesifik sebagai berikut :
* Sangat tidak mirip wujud samurai khas jepang! Hunus bilah total lurus (gak sedikit lengkung seperti samurai) Berhiaskan gambar naga dari ujung hingga pangkal bilah. Terlebih memiliki format tajam kedua sisi tepi bilah (khas samurai hanya tajam 1 sisi bilah). Tapi sengaja dibikin tumpul. Dengan alur sisi yang terpoles sangat rapi. Seolah secara tegas ungkapkan fakta gamblang, pedang ini adalah status benda suvenir! Sekedar hadir sebagai item pajang. Dan BUKAN lahir sebagai murni fungsi senjata tajam.
* Fleksibilitas bilah terlampau lentur. Penampang bilah serba flat. Tidak terdapat garis tengah gunduk bilah, seperti halnya bagian "ada-ada" istilah pada keris. Mungkin sengaja diciptakan begitu sebab menyesuaikan performa lentur layaknya sabuk. Tadinya saya berhipotesa pedang ini dibikin lentur karena satu alasan. Seperti pedang khas cina yang dipakai oleh para pemain wushu. Tapi tidak demikian. Alasannya kembali pada julukan yang terlanjur meluas. Benda ini tetap di juluki embel-embel samurai. Pertanyaannya sederhana, sebagai samurai.. bahkan klo-pun di sebut pedang, sajam tipe ini gak memiliki nilai pesona tebas mumpuni. Apalagi digunakan fungsi tusuk. Terlalu lemas.. layu bergerak meliuk. Terlebih satu sumber mengatakan material 'samurai' unik ini memang terbuat dari logam cikal bakal gergaji. Wajar mudah melengkung! plus poin ini menghantar saya pada pemikiran lebih lanjut. Apa yang bisa disimpulkan? Tipe jenis senjata apa? prototipe apa yang jadi acuan dari tercipta-nya sajam ini? Ataukah Replika dari senjata jenis tertentu?
* Penampilan luar ; jangkau hunus bilah sekitar 1,5 meter. Agak terlalu panjang untuk ukuran pedang standar. Pada pangkal gagang handel dilengkapi hiasan rumbai. Bila d cermati ternyata ujung handel tersemat pisau kecil, terpasang pada sekrup d selongsong gagang. Saya prediksi sebagai sisip pernik senjata rahasia. Sarung cover bilah terbuat dari kulit. Mendekati bagian pangkal sarung bilah lagi-2 tersemat pisau kecil. (kian aneh, klo di cermati sisipan model gini seperti garapan umum khas pengrajin dalam negri. kreativitas imbuhan pada sarung senjata yang di jiplak dari senjata khas negara lain ). Entah gunanya sebagai apa. Pakem janggal termasuk membingungkan!!...penampilan katana kog demikian ribet?
Sedikit catatan...,
Terlanjur amburadul, simak istilah samurai yang disebutkan tadi. Julukan makin 'keruh' ini bisa jadi karena sekedar untuk permudah unsur sebutan saja. Maklum, kalangan dan peminat disinyalir berasal dari jenis kalangan. Padahal secara harfiah, samurai adalah sebuah status bagi kalangan militer atau anggota strata kelas ksatria. Jadi tidak identik dengan nama senjata tajam. Untuk mempermudah penelusuran, intip via narasi wikipedia berikut : Samurai , Katana, Wakizashi.
Referensi Manga
Yah! akhirnya saya menemukan titik cerah. Cuma sekedar dari bacaan komik Jepang (manga). Katana lentur ataupun yang sering disebut sebagian kalangan sebagai "samurai sabuk". Bisa jadi merupakan proto-tipe jiplakan dari alat pembunuh kuno mematikan, berjuluk istilah disebut "HAKUJINNOTACHI". Bisa ditemukan di serial Samurai X - Petualangan si Jago Pedang, edisi ke-10. Karya Nobuhiro Weatsuki.
Dikisahkan, pedang lentur ini di miliki oleh figur Cho, anggota Juppongatana. Karakter antagonis (si pemburu pedang) salah satu lawan tangguh dari tokoh sentral si samurai X, Kenshin Himura.
Secara eksplisit pedang ini tampak sebagai senjata rahasia. Tidak disandang gamblang. Melainkan tergulung dibalik baju sang pendekar pemakai. Punya fungsi 'rangkap' sebagai perisai tersembunyi. Guna menghindari serangan dititik rawan tubuh dari pihak lawan tarung. Semacam fungsi baju zirah. Terlebih dilengkapi tadah khusus untuk penempatan alur lingkar pedang.
Hakujinnotachi memang tipikal pedang lentur. Bilah dibuat super pipih dan tajam. Namun keuletan bahan tidak kalah dengan pedang biasa. Hanya saja bagian ujung bilah diberi volume lebih berat (tebal) dibanding bagian hunus bilah. Melalui penelitian dan kajian berkali-kali oleh sang empu. Dijabarkan pula, pedang ini mampu meliuk dengan format serangan yang sulit diduga. Hanya dengan tehnik variasi pergerakan tangan pada handel. Panjang hunus bilah mencapai 3-4 kali panjang pedang biasa. Artinya, hanya dengan skill khusus pedang ini mampu ber-atraksi layaknya senjata rahasia. Sehingga wajar klo hanya seorang pendekar/ samurai level tertentu yang memiliki-nya.
Vice-versa :
Hipotesa wacana tadi sedikit membuka wawasan. Bahwa "pedang lentur" bukanlah seperti yang dibayangkan banyak orang selama ini. Pedang lentur yang banyak beredar sengaja dibikin lemas mendekati konotasi lingkar pinggang. Hampir identik dengan pemaknaan lain samurai sabuk. Dan mungkin istilah nyeleneh lainnya.
Hakujinnotachi versi asli adalah murni senjata. Bisa jadi, tidak diproduksi masal seperti katana, pegangan wajib para samurai. Lalu kenapa versi replika yang salahi pakem ini bisa di bandrol dengan harga fantastik. Tembus skala milyar rupiah!!!!
Bisa jadi ulah supporter di usaha terkait. Hal yang "sangat" di harapkan oleh pihak tukang contek dalam negri. Sekaligus menciptakan harga mitos... walaupun menyalahi kodrat sejarah.
By the way,
klo anda pilih mana... bergengsi karena nilai mitos atau lebih "Gaya" karena Harga Sejarah? Kalkulasi sendiri! semoga narasi nyaBlak ini bermanfaat!
Dikisahkan, pedang lentur ini di miliki oleh figur Cho, anggota Juppongatana. Karakter antagonis (si pemburu pedang) salah satu lawan tangguh dari tokoh sentral si samurai X, Kenshin Himura.
Secara eksplisit pedang ini tampak sebagai senjata rahasia. Tidak disandang gamblang. Melainkan tergulung dibalik baju sang pendekar pemakai. Punya fungsi 'rangkap' sebagai perisai tersembunyi. Guna menghindari serangan dititik rawan tubuh dari pihak lawan tarung. Semacam fungsi baju zirah. Terlebih dilengkapi tadah khusus untuk penempatan alur lingkar pedang.
Hakujinnotachi memang tipikal pedang lentur. Bilah dibuat super pipih dan tajam. Namun keuletan bahan tidak kalah dengan pedang biasa. Hanya saja bagian ujung bilah diberi volume lebih berat (tebal) dibanding bagian hunus bilah. Melalui penelitian dan kajian berkali-kali oleh sang empu. Dijabarkan pula, pedang ini mampu meliuk dengan format serangan yang sulit diduga. Hanya dengan tehnik variasi pergerakan tangan pada handel. Panjang hunus bilah mencapai 3-4 kali panjang pedang biasa. Artinya, hanya dengan skill khusus pedang ini mampu ber-atraksi layaknya senjata rahasia. Sehingga wajar klo hanya seorang pendekar/ samurai level tertentu yang memiliki-nya.
Vice-versa :
Hipotesa wacana tadi sedikit membuka wawasan. Bahwa "pedang lentur" bukanlah seperti yang dibayangkan banyak orang selama ini. Pedang lentur yang banyak beredar sengaja dibikin lemas mendekati konotasi lingkar pinggang. Hampir identik dengan pemaknaan lain samurai sabuk. Dan mungkin istilah nyeleneh lainnya.
Hakujinnotachi versi asli adalah murni senjata. Bisa jadi, tidak diproduksi masal seperti katana, pegangan wajib para samurai. Lalu kenapa versi replika yang salahi pakem ini bisa di bandrol dengan harga fantastik. Tembus skala milyar rupiah!!!!
Bisa jadi ulah supporter di usaha terkait. Hal yang "sangat" di harapkan oleh pihak tukang contek dalam negri. Sekaligus menciptakan harga mitos... walaupun menyalahi kodrat sejarah.
By the way,
klo anda pilih mana... bergengsi karena nilai mitos atau lebih "Gaya" karena Harga Sejarah? Kalkulasi sendiri! semoga narasi nyaBlak ini bermanfaat!
Minggu, 21 Maret 2010
ATLANTIS...the lost city.
fgdjdhgdhjgdk.......,
blupp ...blub,, blukutuk -blukutuk.....
bluoeooep djnanj bleuop ,,,sluruop....
akjnf jnkn ;kma;kkmv lkml
n kkf lmgl kmldkmv lm'lk l'm j lknak mklml la 'lm'ldmf ''m 'lm kml'akm'lkm a'lkma'l m'lma'mv 'lma'l m'lma''mairjq04ij 0-maje0 jafp op pppppam ;pksr pok pokpdefk ofpdlmf FPA ,MA ;L, s, lm slururpp [[[[ xsplashhhhh..... sbluruuuuup... sluriiiriiiuuuuupp pp,,slslssasppjjjjhhhh, ,, , kcimpluuuuung!!!!!
blupp ...blub,, blukutuk -blukutuk.....
bluoeooep djnanj bleuop ,,,sluruop....
akjnf jnkn ;kma;kkmv lkml
n kkf lmgl kmldkmv lm'lk l'm j lknak mklml la 'lm'ldmf ''m 'lm kml'akm'lkm a'lkma'l m'lma'mv 'lma'l m'lma''mairjq04ij 0-maje0 jafp op pppppam ;pksr pok pokpdefk ofpdlmf FPA ,MA ;L, s, lm slururpp [[[[ xsplashhhhh..... sbluruuuuup... sluriiiriiiuuuuupp pp,,slslssasppjjjjhhhh, ,, , kcimpluuuuung!!!!!
apa kabar pulau KOMODO ????
22 maret 2010,
saya cuma dapetin info terkini. Taman Nasional Komodo (TNK) dalam ajang New Sevens Wonder of Nature saat ini berhasil masuk urutan 21 dari 28 finalis. Nelangsa ? bisa jadi, tapi bila 1 digit lagi saja turun, berarti TNK* berhasil masuk ranking sensasional. Urutan 7 dari Belakang!!!! Gak percaya silahkan hitung sendiri, versi count-down.
......, sekian hari koma aksi pena, Mendadak ada berita menarik. Tanggal 25 Maret kemarin telah menetas sebanyak 25 telur komodo di Kebun Binatang Surabaya (KBS). Sebuah bilangan keramat, sinyalir tanggal dan jumlah individu hewan melata yang baru hadir. Sebuah poin cerah tentu saja. Mengingat kontroversial kasus yang mengiringi nasib dan status satwa langka itu sendiri. Tidak saja di tanah asalnya, tapi musabab eksistensi sebagai khas endemik purba yang di akui sebagai world's heritage. Dilansir pihak internal KBS*, kini gradasi statistik koleksi komodo meningkat menjadi 69 ekor. Populasi terbanyak di antara koleksi satwa lainnya. Simak wacana terkait di yang berjudul '25 Telur komodo itu akhirnya Menetas'.
Lalu bagaimana dengan nasib pulau komodo? Ajang pilih the New 7 wonders. Tidak sedikit berbagai komunitas maya berpartisipasi ikut berupaya mensukseskan perihal nasib TNK di forum Voting internasional tadi. Seperti halnya galang supporter bagi para anggota NGI*. Saya-pun tergerak sebagai partisan. Sekaligus terlanjur skeptis sejak awal. Masalahnya sederhana, ajang polling ini berbasis subsidi vote via internet. Modus operandi yang belum sepenuhnya bisa di katakan jujur. Semata berdasar total jumlah suara responden, bisa multi suara dari 1 oknum partisan sama. Cenderung subyektif. Bahkan saya kata-in mirip ajang pilih idola cilik. Perolehan data kolektif sms fans pendukung. Obyek wisata skala internasional penilainnya jadi gak bisa obyektif. Lagi, ditambah seberapa banyak sih? belum pasti angka warga kita yang melek Internet.
Kembali pada cikal muasal the New 7 wonders. Momentum ini dilakukan atas skenario dan dorongan sebagian negara tertentu. Internasional Tourism Board, panitia yayasan internasional ambil langkah taktis. Apakah benar, sinkronisasi akibat sinyalemen faktor cemburu, bahwasa-nya promosi pariwisata segelintir negara telah di untung-kan oleh status "7 Keajaiban Dunia", versi lama.
Aneh bin ajaib, selagi wacana ini bergulir, Berbilang pirsawan luangkan diri berbaur kolektif dukung masa depan komodo. Mendadak muncul dilematis lain. Polemik dalam negri, entah berlatar skenario atau alibi apa. Memindahkan komodo ke pulau Dewata, Bali.... dan lagi-lagi Bali. What's going on?
Dalih Konservasi Genetik...,
Ternyata berupa headline gempar. Wacana pemindahan spesies komodo ke Bali adalah atas dalil berjudul upaya konservasi genetis satwa eksotis tersebut. Telusur jejak kasus, bahkan konon telah mendapat rekomendasi dari menteri Pariwisata dan Budaya, bapak Jero Wacik. Tentu saja diusung oleh departemen kehutanan, melalui sub-ordinat BKSDA. Lembaga otorita pengelolaan & managemen pengawasan TNK. Dulu kinerja lapangan pernah di back-up oleh yayasan amrik bernama TNC*. Menarik lagi, dalih judul tadi di embeli dengan peluang pengelolaan kawasan pulau Komodo (dan mungkin zona sekitarnya) menjadi konsensus lingkar tambang (mining). Tolak ukur samar tanpa skala prioritas gamblang. Serta-merta, gelombang kritik muncul dari berbagai pihak. Terutama dari komunitas lokal NTT*, terkait nilai subsidi kas yang tidak kecil bagi PAD. Kenapa harus bali lagi pak Jero Wacik ????
Bali, menurut jargon terminologi umum adalah 'etalase' Indonesia. Miniatur Indonesia, kalau gak mau disebut TMII jilid 2. Dan ini tidak bisa di pungkiri. Aktivasi promo gencar sudah lebih dikenal, jauh meninggalkan daerah lain. Namun apakah poin ini lantas memuluskan usung wacana yang hendak di realisasikan. Konservasi genetis... tapi dibalik itu mengundang kans ekploitasi habitat asli bagi hewan endemik. Apakah Bali bisa dianggap sebagai lahan representatif ? atau semata tujuan bisnis komersial, tambang emas pariwisata. Menciptakan miniatur resmi atas nama konservasi. Kian getol mendulang kans kunjungan wisman dan domestik. Sehingga gak ada porsi jatah untuk daerah lain. Kebiri nuansa daya tarik alamiah beribu wajah nusantara.
Bahkan sempat, dalam ajang dialog interaktif antar sesama anggota forum maya, National Geographic Indonesia, sinis saya sindir. Bukan maksud tebar amarah, tapi lebih pada ajakan tilik-kuak kasus. Dalih saya begini...., layakkah Bali? sementara secara fakta tidak mampu (gak becus) melindungi satwa endemik mereka sendiri. Sebut saja Panthera tigris balica, jenis harimau eksotis yang terlanjur di labeli PUNAH. Atau stok aves eksotik kategori Appendix CITES, jalak bali. Nama latin leocopsar rothschildi. Pernah terjadi kasus pencurian di pusat penangkaran - TNBB. Bahkan kasus pencurian masal sejumlah jalak ini belum terungkap.
Gara-gara celetuk ini, pihak admin NGI cuma bisa bilang... harap jangan emosi, cool-down, Padahal ,aslinya saya sedang terkekeh. Sambil lintas kenang, terbayang alun lirik Yopie Latul, rilis 80-an... lagu "Kembalikan Bali-ku" karya Guruh.
Dalih Travel warning...,
Beberapa opini menyebutkan, anjloknya rating pulau Komodo terkait isu akibat ulah terorist, akibat masih subur bercokol di bumi Indonesia. Tinjauan implikasi yang bisa jadi benar. Hingga efek pada pelarangan wisatawan dari pemerintah negara bersangkutan. Tapi gak absolut. Buktinya tetap saja kita berkaca pada bali. Sekalipun mengalami 2 kali masa traumatik, Bom Bali 1 & 2, tetap saja wisatawan doyan kunjung.
Bersebelahan tetangga dengan bali, NTB memang agak prihatin. Jadi teringat jargon lama Nasib Tergantung Bali. Boleh saja, tapi gak lumrah kalo mendalami situasi faktualnya. Ada saja laporan celetuk tamu yang kadang konyol (mungkin jenis turis pandir). Di Lombok gak tersedia pertokoan. Fasilitas minim. Lombok pusatnya ilmu hitam. Bla..bla..bla..bla....,
Bahkan celetuk para penjaja koran di pelabuhan Feri penyeberangan PadangBai - Lembar (Bali - Lombok) suka memperbesar wacana. Setiap berita ekspos sekedar perang kampung yang ada di halaman koran. Langsung jadi bahan headline news..., mulut ke mulut. Nerocos sekenanya di hadapan para tamu klasifikasi back-packer di geladak Feri. Tadinya saya pikir ini ungkapan biasa 'trik' agar korannya terbeli. Tiga kali kans saya hantar perjalanan. Celetuk model itu ternyata berulang. Barulah saya paham, ini memang modus operandi yang demikian rapi di rencanakan. Hebatnya, dari berbagai multi kepentingan dan kalangan. Se-ia sekata...tanpa pandang kasta.
Juntrungnya kian gamblang saat saya ikut dalam pelatihan & kursus pemandu wisata selam. Undangan Gahawisri-Bali tahun 1996. keluarlah pernyataan "ringan" kepala dinas Parpostel Bali. Pembukaan acara malam perdana, bahwa apapun situasi-nya, bali akan mempertahankan angka kunjung wisatawannya. Berkaitan dengan durasi lama kunjung para tamu dan tingkat hunian. Sebisa mungkin diupayakan kian menanjak.. berkurang NO WAY!!!!. Halal segala cara di tempuh? Silahkan menilai sendiri. Gak masalah korbankan obyek wisata lain. Alibi dibalik slogan.. obyek wisata ~ obyek penderita.
Kepala Dinas parpostel itu asli orang Padang - Sumatera Barat. Bagi saya ungkapan tadi memang sengaja di lontarkan pada peserta yang notabene ada beberapa dari daerah lain sebgai peserta. Nasehat terselip dalam orasi singkat. Waspadai aset wisata daerah masing-masing!!!!
Pesan Moral :
Saya pribadi terjemahkan begini...., kita sebagai konotasi satu bangsa boleh jadi ikut bangga dengan keberadaan Taman Mini Indonesia Indah. Atau terkesan daya tarik polutan magis sensasi pulau Dewata. Tapi ini bukan berarti akan (Di LARANG KERAS) memangkas, mendeskriminasi, mendiskreditkan, mengkerdilkan, atau-pun memBonsai nalar sehat dalam sikapi cara pandang kita terhadap Wawasan Nusantara.
Ayo..lebih MAWAS diri akan potensi KAWAS-an "nagari" sendiri...
KeyNote :
KBS : kebun Binatang Surabaya
TNK : Taman Nasional Komodo
TNC : The Nature Conservancy
NTT : Nusa tenggara Timur.
PAD : Pendapatan Asli Daerah
TMII : Taman Mini Indonesia Indah
TNBB : Taman Nasional Bali Barat
BKSDA : Balai Konservasi Sumber Daya Alam
NGI : National Geography Indonesia
......, sekian hari koma aksi pena, Mendadak ada berita menarik. Tanggal 25 Maret kemarin telah menetas sebanyak 25 telur komodo di Kebun Binatang Surabaya (KBS). Sebuah bilangan keramat, sinyalir tanggal dan jumlah individu hewan melata yang baru hadir. Sebuah poin cerah tentu saja. Mengingat kontroversial kasus yang mengiringi nasib dan status satwa langka itu sendiri. Tidak saja di tanah asalnya, tapi musabab eksistensi sebagai khas endemik purba yang di akui sebagai world's heritage. Dilansir pihak internal KBS*, kini gradasi statistik koleksi komodo meningkat menjadi 69 ekor. Populasi terbanyak di antara koleksi satwa lainnya. Simak wacana terkait di yang berjudul '25 Telur komodo itu akhirnya Menetas'.
Lalu bagaimana dengan nasib pulau komodo? Ajang pilih the New 7 wonders. Tidak sedikit berbagai komunitas maya berpartisipasi ikut berupaya mensukseskan perihal nasib TNK di forum Voting internasional tadi. Seperti halnya galang supporter bagi para anggota NGI*. Saya-pun tergerak sebagai partisan. Sekaligus terlanjur skeptis sejak awal. Masalahnya sederhana, ajang polling ini berbasis subsidi vote via internet. Modus operandi yang belum sepenuhnya bisa di katakan jujur. Semata berdasar total jumlah suara responden, bisa multi suara dari 1 oknum partisan sama. Cenderung subyektif. Bahkan saya kata-in mirip ajang pilih idola cilik. Perolehan data kolektif sms fans pendukung. Obyek wisata skala internasional penilainnya jadi gak bisa obyektif. Lagi, ditambah seberapa banyak sih? belum pasti angka warga kita yang melek Internet.
Kembali pada cikal muasal the New 7 wonders. Momentum ini dilakukan atas skenario dan dorongan sebagian negara tertentu. Internasional Tourism Board, panitia yayasan internasional ambil langkah taktis. Apakah benar, sinkronisasi akibat sinyalemen faktor cemburu, bahwasa-nya promosi pariwisata segelintir negara telah di untung-kan oleh status "7 Keajaiban Dunia", versi lama.
Aneh bin ajaib, selagi wacana ini bergulir, Berbilang pirsawan luangkan diri berbaur kolektif dukung masa depan komodo. Mendadak muncul dilematis lain. Polemik dalam negri, entah berlatar skenario atau alibi apa. Memindahkan komodo ke pulau Dewata, Bali.... dan lagi-lagi Bali. What's going on?
Dalih Konservasi Genetik...,
Ternyata berupa headline gempar. Wacana pemindahan spesies komodo ke Bali adalah atas dalil berjudul upaya konservasi genetis satwa eksotis tersebut. Telusur jejak kasus, bahkan konon telah mendapat rekomendasi dari menteri Pariwisata dan Budaya, bapak Jero Wacik. Tentu saja diusung oleh departemen kehutanan, melalui sub-ordinat BKSDA. Lembaga otorita pengelolaan & managemen pengawasan TNK. Dulu kinerja lapangan pernah di back-up oleh yayasan amrik bernama TNC*. Menarik lagi, dalih judul tadi di embeli dengan peluang pengelolaan kawasan pulau Komodo (dan mungkin zona sekitarnya) menjadi konsensus lingkar tambang (mining). Tolak ukur samar tanpa skala prioritas gamblang. Serta-merta, gelombang kritik muncul dari berbagai pihak. Terutama dari komunitas lokal NTT*, terkait nilai subsidi kas yang tidak kecil bagi PAD. Kenapa harus bali lagi pak Jero Wacik ????
Bali, menurut jargon terminologi umum adalah 'etalase' Indonesia. Miniatur Indonesia, kalau gak mau disebut TMII jilid 2. Dan ini tidak bisa di pungkiri. Aktivasi promo gencar sudah lebih dikenal, jauh meninggalkan daerah lain. Namun apakah poin ini lantas memuluskan usung wacana yang hendak di realisasikan. Konservasi genetis... tapi dibalik itu mengundang kans ekploitasi habitat asli bagi hewan endemik. Apakah Bali bisa dianggap sebagai lahan representatif ? atau semata tujuan bisnis komersial, tambang emas pariwisata. Menciptakan miniatur resmi atas nama konservasi. Kian getol mendulang kans kunjungan wisman dan domestik. Sehingga gak ada porsi jatah untuk daerah lain. Kebiri nuansa daya tarik alamiah beribu wajah nusantara.
Bahkan sempat, dalam ajang dialog interaktif antar sesama anggota forum maya, National Geographic Indonesia, sinis saya sindir. Bukan maksud tebar amarah, tapi lebih pada ajakan tilik-kuak kasus. Dalih saya begini...., layakkah Bali? sementara secara fakta tidak mampu (gak becus) melindungi satwa endemik mereka sendiri. Sebut saja Panthera tigris balica, jenis harimau eksotis yang terlanjur di labeli PUNAH. Atau stok aves eksotik kategori Appendix CITES, jalak bali. Nama latin leocopsar rothschildi. Pernah terjadi kasus pencurian di pusat penangkaran - TNBB. Bahkan kasus pencurian masal sejumlah jalak ini belum terungkap.
Gara-gara celetuk ini, pihak admin NGI cuma bisa bilang... harap jangan emosi, cool-down, Padahal ,aslinya saya sedang terkekeh. Sambil lintas kenang, terbayang alun lirik Yopie Latul, rilis 80-an... lagu "Kembalikan Bali-ku" karya Guruh.
Dalih Travel warning...,
Beberapa opini menyebutkan, anjloknya rating pulau Komodo terkait isu akibat ulah terorist, akibat masih subur bercokol di bumi Indonesia. Tinjauan implikasi yang bisa jadi benar. Hingga efek pada pelarangan wisatawan dari pemerintah negara bersangkutan. Tapi gak absolut. Buktinya tetap saja kita berkaca pada bali. Sekalipun mengalami 2 kali masa traumatik, Bom Bali 1 & 2, tetap saja wisatawan doyan kunjung.
Bersebelahan tetangga dengan bali, NTB memang agak prihatin. Jadi teringat jargon lama Nasib Tergantung Bali. Boleh saja, tapi gak lumrah kalo mendalami situasi faktualnya. Ada saja laporan celetuk tamu yang kadang konyol (mungkin jenis turis pandir). Di Lombok gak tersedia pertokoan. Fasilitas minim. Lombok pusatnya ilmu hitam. Bla..bla..bla..bla....,
Bahkan celetuk para penjaja koran di pelabuhan Feri penyeberangan PadangBai - Lembar (Bali - Lombok) suka memperbesar wacana. Setiap berita ekspos sekedar perang kampung yang ada di halaman koran. Langsung jadi bahan headline news..., mulut ke mulut. Nerocos sekenanya di hadapan para tamu klasifikasi back-packer di geladak Feri. Tadinya saya pikir ini ungkapan biasa 'trik' agar korannya terbeli. Tiga kali kans saya hantar perjalanan. Celetuk model itu ternyata berulang. Barulah saya paham, ini memang modus operandi yang demikian rapi di rencanakan. Hebatnya, dari berbagai multi kepentingan dan kalangan. Se-ia sekata...tanpa pandang kasta.
Juntrungnya kian gamblang saat saya ikut dalam pelatihan & kursus pemandu wisata selam. Undangan Gahawisri-Bali tahun 1996. keluarlah pernyataan "ringan" kepala dinas Parpostel Bali. Pembukaan acara malam perdana, bahwa apapun situasi-nya, bali akan mempertahankan angka kunjung wisatawannya. Berkaitan dengan durasi lama kunjung para tamu dan tingkat hunian. Sebisa mungkin diupayakan kian menanjak.. berkurang NO WAY!!!!. Halal segala cara di tempuh? Silahkan menilai sendiri. Gak masalah korbankan obyek wisata lain. Alibi dibalik slogan.. obyek wisata ~ obyek penderita.
Kepala Dinas parpostel itu asli orang Padang - Sumatera Barat. Bagi saya ungkapan tadi memang sengaja di lontarkan pada peserta yang notabene ada beberapa dari daerah lain sebgai peserta. Nasehat terselip dalam orasi singkat. Waspadai aset wisata daerah masing-masing!!!!
Pesan Moral :
Saya pribadi terjemahkan begini...., kita sebagai konotasi satu bangsa boleh jadi ikut bangga dengan keberadaan Taman Mini Indonesia Indah. Atau terkesan daya tarik polutan magis sensasi pulau Dewata. Tapi ini bukan berarti akan (Di LARANG KERAS) memangkas, mendeskriminasi, mendiskreditkan, mengkerdilkan, atau-pun memBonsai nalar sehat dalam sikapi cara pandang kita terhadap Wawasan Nusantara.
Ayo..lebih MAWAS diri akan potensi KAWAS-an "nagari" sendiri...
KeyNote :
KBS : kebun Binatang Surabaya
TNK : Taman Nasional Komodo
TNC : The Nature Conservancy
NTT : Nusa tenggara Timur.
PAD : Pendapatan Asli Daerah
TMII : Taman Mini Indonesia Indah
TNBB : Taman Nasional Bali Barat
BKSDA : Balai Konservasi Sumber Daya Alam
NGI : National Geography Indonesia
Minggu, 14 Februari 2010
Efek bola salju...sinematography "9/11"
Apa kabar "almarhum" menara kembar WTC ???
Sejumlah pertanyaan yang pasti gak menuai jawaban pasti. Sebagian opini berpendapat, menguak misteri kabut kasus WTC sama dengan upaya percuma. Bak membongkar kematian mantan presiden Amrik sendiri, JFK. Mumet ~ seperti bungkulan benang ruwet. Tanpa rambu penunjuk, penuh intrik. Terjebak labirin konspirasi.
WTC's crash boom bang...., telaah singkat yang cukup menarik adalah begini. Saya sekedar ingin berprilaku seperti detektif bedah kasus, seperti tokoh sentral di film Da Vinci Code, Robert Langdon. Bermuatan sisip pesan simbolis dan permainan anagram. Begitu rapinya dalam jabar aksi maupun konotasi terlampir. Seperti ini :
Kejadian tanggal 11, bukan tanpa makna. 1 adalah angka permulaan...induk dari deret bilangan. Formasi tegak angka 1, bila di kaitan dengan angka 11, seperti tampilan II (hurut "i" kapital). Gak beda jauh dengan performa julang menara kembar WTC. Belum cukup signifikan, entah sebagai layer propaganda. Momentum kejadian di bulan september... sinergitas angka 9. Bila digabung akronim versi "September 11" tersingkat 911. Kode call resmi kondisi darurat, kesepakatan bagi negara Amrik. Seolah infiltrasi artifisial "mayday-mayday...."
Gilir kini, bukan maksud saya untuk mengajak lebih fokus mendalami jelajah kasus. Sia-sia klo cuma hanya berbekal rekam data sejengkal. Sebelas September 2001 silam, cukupkah bagi kita untuk tetap dirundung kepulan asap yang sudah menipis. Untuk tidak perlu lagi di hantui teori teror "kabut tebal". Smisal ancaman wedus gembel yang keluar dari cerobong gunung vulkanis.
Ajakan saya lebih pada rangkai kejadian paska teror. Kesampingkan biang pelaku yang masih samar. Sebab ini sekedar referensi efek bola salju pengaruhi 9/11 dalam kerja para sineas bikin pilem. Terpantau versi layar lebar (komersil thriller juga karya plesetan humor) maupun dokumenter stasiun TV. Apa saja.....,
WTC's crash boom bang...., telaah singkat yang cukup menarik adalah begini. Saya sekedar ingin berprilaku seperti detektif bedah kasus, seperti tokoh sentral di film Da Vinci Code, Robert Langdon. Bermuatan sisip pesan simbolis dan permainan anagram. Begitu rapinya dalam jabar aksi maupun konotasi terlampir. Seperti ini :
Kejadian tanggal 11, bukan tanpa makna. 1 adalah angka permulaan...induk dari deret bilangan. Formasi tegak angka 1, bila di kaitan dengan angka 11, seperti tampilan II (hurut "i" kapital). Gak beda jauh dengan performa julang menara kembar WTC. Belum cukup signifikan, entah sebagai layer propaganda. Momentum kejadian di bulan september... sinergitas angka 9. Bila digabung akronim versi "September 11" tersingkat 911. Kode call resmi kondisi darurat, kesepakatan bagi negara Amrik. Seolah infiltrasi artifisial "mayday-mayday...."
Gilir kini, bukan maksud saya untuk mengajak lebih fokus mendalami jelajah kasus. Sia-sia klo cuma hanya berbekal rekam data sejengkal. Sebelas September 2001 silam, cukupkah bagi kita untuk tetap dirundung kepulan asap yang sudah menipis. Untuk tidak perlu lagi di hantui teori teror "kabut tebal". Smisal ancaman wedus gembel yang keluar dari cerobong gunung vulkanis.
Ajakan saya lebih pada rangkai kejadian paska teror. Kesampingkan biang pelaku yang masih samar. Sebab ini sekedar referensi efek bola salju pengaruhi 9/11 dalam kerja para sineas bikin pilem. Terpantau versi layar lebar (komersil thriller juga karya plesetan humor) maupun dokumenter stasiun TV. Apa saja.....,
tayangan investigasi jurnalistik thn 2002 garapan CBS (columbia Broadcasting System) sempat di larang biro penyiaran federal (FCC) sinopsis baca di SINI
mengungkap nasib para veteran perang Irak tkait slogan anti terorism internasional, tahun 2006 intip website di SINI
Langganan:
Postingan (Atom)