Ini sekedar temuan catatan usang otobiografi... upaya penuhi hasrat kompilasi sebagaimana tulisan awal Blogging.
17 Desember 2007
Sensasi Samawa
Dan kisahpun mengalir….sepanjang alur aspal ber-anjang
Namun ada yang beda kali ini. Bertepatan musim hujan yang sedang menampakkan adanya Bima atap utara. Lagi-lagi menitipkan kesan fenomenal.
Sejurus penghujung arah Wera, panorama yang terpetik bagai segmen partitur gaung alam. Tanjakan-tanjakan landai….liuk-liuk aspal pematang rata. Kami susuri bukit dan gumpalan kapas langit. Jadi menu utama visualisasi yang kian sensual tersaji. Gamblang mengisi saku netra.
Perbukitan tandus…., hijau rimbun hanya tertangkap-tatap dengan interval renggang, nanar terdeteksi. Betapa tanah ini gundul!!!.....nyaris mandul tanpa dominasi hijau. Hijau makin langka…hijau yang nyaris musnah! Bukit-bukit yang kian minim ter-eliminasi serabut akar. Hanya terlihat tonjolan bongkah batu dengan varian bobot dan besaran.
Hebatnya lagi, di badan miringnya masih tampak bertengger gubuk-gubuk seadanya. Dihuni segelintir keluarga….manusia ladang. Sebuah potret harapan yang nisbi. Niscaya menanti petaka yang datangnya tinggal menghitung waktu. Bak menghitung detak ukur ke-10 jari, ya…tidak…iya…nggak….lambat laun.
Cengang-ku terhenti, terpetik kesan lain. Aksi kanvas langit….. Terpaut juluk
Belum cukup aku tergenapi, angin berhembus menghantar mendung…, giliran hujan tebar pesona dengan ritmik tetes-nya. Pohon-pohon menari dengan sisa lenggang kurus batang.
Ahh!..., lagi-lagi terselip “khawatir” tadi, lahan miring berparas tandus…manusia lugu…, lupa atau bahkan mungkin buta membaca semesta. Manusia yang terpinggirkan oleh limbah situasi. Manusia-manusia sabana....menebar sekaligus menuai amarah, dengan konsep sederhana - ladang berpindah. Iya yah! Aku sadar! ternyata sedang bercengkrama dengan bahasa penghuni bumi. Versi tersendiri.. tanpa jeda waktu…. tanya-jawab edisi tertentu.
Peringatan dini, alam menyapa dengan tangis deras-nya.
Alur mudik menuju
Masih tampak sebuah truk pengangkut longsoran batu yang melorot-copot dari keropos dinding, sisi jalan sepanjang alur tebing. Tegun-ku menatap nanar, belum juga mereka tergugah?! Nurani penghuni lembah yang bakal terkikis laju air…dan kemana asa berharap mata-air??? Terasiring gundul…Cuma menyisakan air-mata…kenang terlahir.
Entah kemana pula, bakal hengkangnya komunitas Rusa. Satu sisi yang sudah terlanjur menjadi mahkota pilar bangga. Dan demi lingkup hidup yang kian meredup, sepenggal zona pemanfaatan lahan tidur. Binasa setelah bangkit.
Lalu sadarku kambuh lagi…., jengah merona katup rasa. Beberapa tahun mendatang pelosok-pelosok nagari ini akan di penuhi seliweran rusa-rusa besi. Tangguh berpijak…lincah menanjak. Tak terbantahkan beranak-pinak.
Mereka telah dikenal sebagai specimen produk
18 Desember 2007
Lanjutan kisah……..,
Singkat kunjung balik ke Dompu, kami putuskan menginap di hotel lain. Shahab lagi penuh muatan kamarnya. Lengang tidur menjadi santap kantuk yang minta jatah sewajarnya.
Pagi tiba terasa lebih cepat. Hawa letih sudah sedikit terkurangi. Sekadar pembuka menu awal, seruput kopi dan roti bakar sajian hotel. Plus campuran seduh madu, dibeli Slamet dari bapak penjaja yang biasa mangkal pelataran hotel. Tambah satu lagi buat tambahan oleh-oleh buat rekan di Mataram. Segmen luang waktu aku isi dengan kegiatan cuci mobil. Parasnya sudah terlanjur kopros! Mirip Cara Sucia……
Setelah bebenah….,kami lanjutin kunjung instansi terkait program survey. Kimpraswil, PDAM dan Bappeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar