Selasa, 21 Juli 2009

penanggulangan abrasi pantai


Sekian bulan terlewat..., gak sengaja temui seliweran dump truk angkut material batu besar. Ada apa? Nyata-nya saya ketinggalan geliat isu pesisir di areal sendiri. Musim hujan awal tahun tidak saja membawa berkah edermis DB. Namun juga sejumlah efek abrasi di sepanjang sempadan muara Jangkuk. Perbatasan sungai antara Zona Sintung dan Kampung Melayu Bangsal. Terutama di gerbang estuarium... kini tampak kegiatan upaya tanggulangi abrasi. Proyek itu ternyata sudah dilaksanakan sejak Februari kemarin.

Tidak seperti Sintung (inset atas), pelaksanaan sudah pada penempattan konkrit blok - point braker, pemecah terjang ombak. Di Melayu Bangsal bisa dibilang proyek itu agak lamban. Pada titik ujung Tanggul kini masih penempatan material pondasi. Itupun tampak kendaraan pengeruk (Wheeled Eksavator) kliatan mangkrak. Akibat alami masalah pada roda. Tidak saja menimbulkan pekerjaan yang terbengkalai. Tapi berakibat resah sebagian warga Melayu Bangsal yang pemukiman tinggal persis di ujung muara. Saat air pasang datang terjangan ombaknya bisa langsung menyentuh batas level tinggi tanah. Ditambah lagi dengan penambahan timbunan artifisial mulut muara sepanjang 40 meter arah laut. Paling tidak kian meruncingkan ujung mulut muara. Terjangan ombak arah barat semakin laju masuk. Menemukan jalur terjang yang kian sempit seperti pipa corong.

sekarang perhatikan! pada inset kiri, Ini adalah rumah warga Melayu Bangsal yang berada paling ujung, persis menempel di pangkal Tanggul. Erosi-nya cukup signifikan sejak survey tadi dilaksanakan. Sejauh ini para warga melakukan gotong royong antisipasi sebisanya. Beberapa karung pasir adalah sumbangan dari para caleg yang meramaikan bursa pemilu sebelumnya. Tapi mo dibilang apa, secara hukum sudah ada aturan yang tidak memperbolehkan mendirikan bangunan permanen sepanjang sempadan sungai. Giliran musibah datang berusaha saling tunjuk pihak yang bersalah.

Pelaksana proyek tentu saja tidak ingin dibilang sebagai biang. Repotnya lagi, wilayah ini selain multi konflik. Tetap berpeluang sebagai kantung "suara" bagi pihak yang berkepentingan. Ketika tiba musim-nya dengan beda peruntukan.
Jadi terlalu ribet mau di preteli dari mana benang kusut masalah yang mewarnai. Setidaknya penanganan isu pesisir selalu saja berdampak komplek. Seperti menuai buah Simalakama. Dihiraukan menuai bencana... Ditangani tetap mendulang sampah opini. konsep AMDAL terlanjur salah kaprah!

at least, Upaya nyata sudah di lakukan oleh pihak berwenang. sekaligus wahana pembelajaran bagi si Gingga untuk lebih mawas terhadap sekitarnya. Demikian si Wartawati cilik melaporkan dari lokasi.... dibantu tukang poto amatir dibalik layar.


4 komentar:

Hani mengatakan...

gingga homeschool aja biar bebas keluyuran nunut babenya...hehehe

gala-aksi mengatakan...

sesekali ada kurikulum bebas kluyuran... biar gak jenuh suasana formil.

Natsu mengatakan...

halo mas....bagus juga nie..btw kerja tetng kelautan ya mas ?

gala-aksi mengatakan...

@ natsu ;
gak mutlak kerja bidang laut. ini secara kbetulan kampung sy tinggal mmg dekat pesisir.