Selasa, 29 Maret 2016

mengenal Tanaman Obat

Green...green-eration...,
Sebenarnya gak susah kog cari materi buat sekedar cari muatan pendidikan lingkungan yang paling gampang. Gak musti harus jauh-jauh berandai-andai. Kapan yah bisa bareng keluarga kunjungi Kebun Raya Bogor ? atau jenguk kebun Teh dengan hamparan luas, gundukan gunung di Cipasung-LemahSugih - Majalengka. Atau misal kesempatan lain bisa disiasati jika kelak mudik Malang. Ada perkebunan Teh Wonosari Lawang. Sekalipun kumparan dalil ini bisa (kelak) menjadi terapi penyehatan yang lain dengan muatan pengenalan wisata Agro di belahan daerah lain. Bagian dari upaya alternatif wisata hijau dan kegiatan safari keluarga. Paling tidak jadi tabungan agenda kunjung jika mbesok-mbesok ada cadangan dana, atau bahkan talangan ongkos kirim dari philantropist yang tergerak berbaik hati. wkwkwk......, ngarep terselubung !

suweq... lokal sasak menyebutnya Lombos
Okeh, sejenak mengulas sesi investigasi tanaman obat yang sudah lewat. Masih dalam rangkaian kegiatan sepulang dari gabung acara pelatihan tim bekam di Benete-Sumbawa Barat. Awal Desember 2015 lalu. Tadi-nya ada beberapa agenda pengajuan untuk diklat lanjutan yang berkaitan dengan pengembangan tanaman obat. Dari jenis tumbuhan liar yang bisa ditemui disekitar lingkungan terdekat. Tanaman yang mungkin selama ini sering tidak di gubris sama sekali. Namun jika di tilik dari kajian dan manfaatnya ternyata sangat baik demi menunjang stabilitas kesehatan. Ini relevansinya dengan geliat kembali pada tatanan kesehatan mandiri. Dimana suplai bahan bisa diperoleh cukup mudah baik kategori rempah dapur. Atau dulu kita mengenal dengan aneka tanaman 'Apotik hidup'. Sejalan waktu berubah istilah lagi TOGA. Tanaman Obat keluarGA.

kumis kucing
Terkait dengan sesi singkat saat kami dan tim melakukan rapid identifikasi di sekitar pantai Maluk. Beberapa vegetasi yang ditemui kurang-lebih sama dengan beberapa varian umum. Baik yang ditemukan di sekitar ladang dan kerap di anggap gulma. Biasa terlihat di pekarangan dan halaman rumah. Jadi untuk melakukan pembelajaran tingkat dasar sebenarnya menjadi mudah. Anak-anak bisa dilibatkan langsung. Tidak saja silabus pendidikan secara rumahan saja, tapi bisa disiasati dengan sisipan saat melakukan kegiatan luar. Outing class. Bersepeda santai saat menyusuri wilayah pinggiran kota bisa menjadi opsi menarik lainnya. Tanaman yang dominan berkhasiat obat sekarang bukan lagi yang identik sengaja di tanam demit ujuan stok bumbu. Namun yang kategori gulma/liar kini mulai ikut dalam daftar wajib tau. Kenapa perlu? Setidaknya hal ini terkait kajian dan pendalaman sitir ayat Kitabullah. "Allah menciptakan penyakit... sekaligus obatnya". Tentu saja ini merupakan rangkaian ikhtiar. Bukan lalu semata taqlid memandang bahwa sakit adalah hidayah sarana mengikis dosa saja. Dibalik ungkapan ini terdapat sinyal tersembunyi. Bahwa bisa jadi tipe-tipe penyakit yang dialami seorang pasien... ternyata obat-nyapun tidak berada jauh dari lingkup mereka tinggal. Bahkan berjarak hanya sekedar jengkal kaki.

Paling tidak menjadi bekal pengetahuan dan bisa dijadikan racikan obat dalam keadaan kritis/emergensi saat dibutuhkan. Tahap belajar selanjutnya adalah mengenal inisial identik dari jenis tanaman bersangkutan. Beserta manfaat dan serba-serbi penyakit yang bisa ditanggulangi. Toh, Internet sudah cukup mumpuni secara basis informasi data. Lengkap...kumplit..plit! Tinggal kita sendiri tergerak apa tidak. Ini bisa dimulai dari teritorial sendiri... sejak dini.. memberdayakan dan menginisiasi pasukan cilik agar pembekalan itu tumbuh-kembang sesuai fitrahnya. Go and Growth....,


Dan foto dibawah ini beberapa jenis yang ditemui sekitar rumah...,


Remek Daging/Sambang getih (Purple Waffle Plant) Link1 Link2  

 Pohon Pisang & Manfaat pisang 


 Tanaman 8 Dewa
   
Jambu Biji & Khasiat 

Sirih & khasiat Sirih 

Tanaman Akar Kucing/ Kucing-kucingan (Acalypha indica) & khasiat

Jeruk Nipis & khasiat obat 

Tumpangan air/bayam-bayaman/Suruhan (Peperomia pellucida) & khasiat obat

tanaman Katuk (Sauropus androgynus) & khasiat obat
lokal sasak menyebutnya Sager

Pohon Sirsak  (Annona muricata L.) & Manfaat obat

tanaman Putri malu (Mimosa pudica) & Khasiat obat 

Rumput mutiara (Hedyostis Corymvosa) & khasiat obat


Euphorbia....

Sirih Merah (Piper ornatum) & khasiat obat

Meniran (Phyllanthus urinaria) & khasiat obat

Patikan Kebo (Euphorbia hirta) & Khasiat obat
*Masih status pelacakan identifikasi 

*Masih status pelacakan identifikasi


Tambahan cerita....,
Pengenalan jenis tanaman berkhasiat ternyata tidak saja terbatas pada jenis liar yang ada disekitar rumah. Secara gak sengaja, tetangga samping rumah sedang menjemur sesuatu. Lumayan juga sebagai bahan referensi dan pengenalan vegetasi tambahan bagi para bocah.
Sesi tanya-jawab ringkas dan ringan dengan om Gun. Rupanya secara fisik tanaman ini lebih identik kelompok tanaman pendompleng (epifit) pada tanaman induk lain. Sifatnya mirip benalu. Anggrek maupun kelompok pakis pohon. Belum kenal nama latinnya. Klo masyarakat Sumbawa menyebutnya dengan nama tali angin. Keberadaan-nya bisa dianggap sebagai 'gulma'. Menyerap unsur hara hingga bisa membuat mati perlahan tanaman inang. Pohon sebesar apapun akan jadi lapuk. Dan dalam kurun waktu berjalan akan tumbang dengan sendiri-nya. Kebanyakan populasi tumbuh memadati kanopi dan sekujur pepohonan di dataran tinggi sekitar 1000-1500 dpl. 
Bahkan ada inisial unik dari seorang ahli botanist asal Gurkha. Tamu yang pernah saya pandu. Kebetulan saat itu kami baru turun dari wilayah Santong dan Sembalun. Paska melewati gundukan Gunung Pusuk dan liuk aspal berikutnya. Tibalah kami di zona pepohonan yang 'multi bulu' itu. Lokasi paling banyak ditemui tali angin. Saya gak terlalu fokus pada obrolan duo-tamu karena tugas nyetir. Tapi dari celetuk obrolan dia menyebut tanaman itu sebagai witch's hair. Alias rambut penyihir! Mungkin konotasi kesan menyeramkan itu. Sekalipun saat itu saya agak blank dengan istilah latin-nya. Tapi untung ada mbahkung Google. Ternyata strata klasifikasi adalah fungi/fungus alias jamur, spesies Alectoria sarmentosa. Menariknya, ternyata mereka dianggap sebagai vegetasi pemantau kualitas udara.
Rada mirip tapi kudu dibedakan dari kelompok Cuscuta(dodder, indo = tali putri) karena lebih identik tanaman sejati. Justru dodder lebih identik kelompok vegetasi biang hama (parasit).    



Satu sisi, sebagai gulma statusnya mungkin  dianggap merugikan dalam struktur siklus ekosistem. Tapi bagi masyarakat Sumbawa tidak. Si gulma ini justru bermanfaat. Sebab bisa diolah sebagai bahan alami serbuk perawatan wajah. Utama-nya kalangan perempuan. Cara-nya cukup dengan menumbuk hingga halus. Mungkin bisa juga dengan campuran bahan lain.
Selain bisa untuk pemakaian rutinitas harian. Serbuk perawatan wajah ala tradisional ini juga kerap disisipkan sebagai ritual adat perkawinan. Sebutan-nya Barodak. Calon mempelai wanita dilumuri sebagian besar tubuhnya. Terutama wajah dan lengan-tangan. Tujuan-nya agar si perempuan terlihat kinclong dan cantik pada momentum pelaksanaan prosesi pernikahan. Yah, semacam tradisi Malam Widodarenan pada adat Jawa. Bagi warga Kampung Melayu - Ampenan, prosesi macam gini juga ada. Sedikit terpengaruh dengan warna budaya kalangan arab. Disebut Malam Pancaran. Meski beda secara metode dan tata cara, tapi bagian yang wajib ada adalah proses luluran diikuti tahapan tetek-bengek berikutnya.


Poin Pencerah :
Setidak semoga wacana dan referensi diatas bisa menjadi bahan olah pikir dan renungan. Sebagaimana terapan pada ihwal kajian kesehatan mandiri ala thibbun nabawi. Semboyan-nya cukup sederhana "jadikan makanan-mu sebagai obat... dan obat-mu sebagai makanan". Imbauan-nya agar kita lebih mawas diri pada konsep kepedulian dari hal sederhana. Termasuk bagaimana orang dahulu mengatasi penyakit jika mengalami keluhan organ teori lebih simpel. Cukup mencari bentuk buah dan sayur yang memilik bentuk serupa dengan organ yang terganggu tadi. Misal Pegagan di identikkan dengan atasi keluhan otak. Wortel untuk kesehatan mata. Dan lain-lain. Untuk sinergi wacana bisa langsung kunjung laman   http://blog.8share.com/id/ajaib-10-makanan-ini-berbentuk-mirip-dengan-organ-tubuh-yang-memang-membutuhkannya/
Termasuk jika dikaitkan apa korelasi masyarakat Sumbawa mengapa bisa memanfaatkan tali angin sebagai salah satu bahan lulur.  Apa asal muasal cerita sehingga si rambut nenek sihir itu diyakini sangat berkhasiat sebagai bahan kosmetika alami. Adakah catatan lontar semisal takepan sebagai literatur pendukung? Hm..terlalu naif jika tidak mendatangi sendiri kalangan budayawan lokal. Kelak jika ada kesempatan.
Tapi ini sebatas analisa dangkal saja ya. Tips mengenal makanan yang bentuknya mirip organ tubuh manusia. Setidaknya penjelasan wikipedia agak sedikit beri titik terang. Lichen dikenal sebagai tanaman pemantau kualitas udara. Mereka adalah cermin dari penumpukan polutan udara. Fungsinya acapkali dikumpulkan untuk analisa unsur jaringan. Disamping lichen memiliki kandungan serat yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan medis. semisal bahan pembalut, perban dan diapers. Sederhana-nya gini... dengan wajah kita yang mudah terkontaminasi debu dan polutan apapun. Pantaslah jika kita perlu merawatnya. Toh serat serbuk lichen ini secara harfiah fungsi memang mampu menyerap unsur polutan dalam jagat kosmos lebih luas. Jadi konotasikan saja sebagai bahan olahan jadi serbuk  lichen juga pasti punya sifat yang sama. Entah sebagai pengusir flek-flek diwajah. mengangkat jaringan mati semacam efek ampelas. Demi memperbaharui agar paras ibu-ibu.. dan remaja putri di tana Samawa bisa lebih segar. Memancarkan kecantikan alami..bukan atas rekayasa permak sulam alis. sulam bibir... benang wajah. Bahkan ungkin operasi plastik! hihihi...,

Be Nature with Environmental....,  tentu-nya akan lebih manjur jika ditambah bilasan wajib 5X via terapan aplikasi wudhu. Salam lestari....,

Rabu, 23 Maret 2016

dampingi bocah....,


Wacana rumahan biasa...,
Seperti ungkap sebelumnya. Kadang dibikin repot menghadapi perkembangan para krucil. Sejalan perkembangan IT...gadget kini lebih mendominasi setiap sendi kehidupan. Seperti gak bisa berpaling barang sejenak. Gadget gak lagi sekedar alat permainan dimana aplikasi variasi permainan(game) bisa didapat lebih lugas. Tinggal tersedia koneksi internet apapun tersedia. Gak kayak jaman kami generasi di tahun 90-an. Kami mengenalnya gadget konvensional berupa game watch. Beranjak kurun waktu pindah Sega atau Nintendo. Masuk era 2000an beralih PlayStation. Dengan gulir waktu dan percepatan inovasi tehnologi, perangkat elektronik tadi seperti tergilas roda peralihan jaman. Peralihan geliat era digital semakin drastis membuat fenomena serba instan. Dampak yang paling buruk tentu saja jika timbul ketergantungan. Apalagi ketagihan... sampai bikin prilaku anti sosial. Apa sampai segitunya? ya klo dibiarkan kebablasan bisa jadi begitu. Sekalipun ada juga kasus spesifik yang ekstrim. Tewas karena over dosis 'ON' terus ngadepi monitor. Jadi tinggal jenis manusia-nya saja menyikapi. La wong sekarang ini juga unik. Pada tatanan tertentu kasus Gamer maniak.. pemain game malah jadi pilihan profesi. tingkat PRO loh! Nimbrung dalam kompetisi game dengan pemain luar sana. Dan dibayar dengan nominal fantastis. Contoh sosok Monica Carolina. Dan itu jadi gak masalah... hak mereka. Selagi bisa konsekuen dengan pilihan hidupnya. Mau bilang apa klo faktanya, peradapan Tekno juga punya efek negatif-positif. Baik-nya melihatnya dari kacamata timbal-balik. Industri besar yang melahirkan beberapa inovasi permainan itu kan juga telah menciptakan. Butuh pangsa sasaran secara target ekonomis potensial. Jadi wajar klo berperan sebagai sponsorship. Gamer maniak yang kaliber-nya sudah diakui dunia itu jadi semacam estafet promosi. Sistim peradapan yang berdinamika. paling tidak sudah jadi pengamalan sila pancasila "kemanusiaan yang adil dan beradab". Punya adab bayar para jagoan pelotot monitor dan korps pesenam jari tadi. Juncto sebagai sinergi pendapatan alternatif maupun utama para pembuat game. Contoh yang dilakukan si 'buruh' keren Hendry Jhie. Baca liputan kisah inspiratifnya di SINI. Hehehe........, Era keterbukaan sekarang kadang memang binal-binal aduhai. Gurih menggiurkan. Anda berpotensi... ulet.. dan profesional, pihak Google-pun mawas untuk andil timbal-balik. Be Play to Pay !!!   


Lalu, sinergi-nya dengan para bocah apa? Yang gitu kan hanya sekedar contoh kasus. Gak bisa dipaksakan. Karena akan kembali pada bakat ..minat dan kesempatan berkembang sejalan waktu. gadget dan segala tetek bengeknya adalah perangkat tambahan hasil olah-budidaya kemanusiaan. Memecahkan sekat-sekat halangan dan mencari solusi dari rutinitas hidup yang dijalani.
Keberadaan telapak tangan lengkap beserta ruas jari adalah anugrah Tuhan yang patut kita syukuri. Dikenal sebagai salah satu pelengkap unsur dari panca indera. Dari tool yang multi guna ini kita bisa memberdayakan sebaik-baik hakikat manfaat. Tujuan apapun! Dari ber-kreasi... menggunakan... hingga jalin pembauran organ tangan-tangan lain. Semacam cengkrama...jabat tangan dalam arti konotasi silaturahmi. Bersosialisasi melalui wadah sinergi pergaulan. Gak cuma di jagat maya... tapi porsi utama-nya dunia Off-Line. Kira-kira gitu. Bocah-bocah harus tumbuh secara alamiah... mengenal lingkungan dengan perantara perangkat indera. Sebagaimana mana cara awal kita-kita belajar gerak...merangkak... berdiri dan berjalan, sambil meraba sana-sini. Jangan terbalik.... gak kenal alam habitat sekitarnya. Tapi justru dipermak melek gadget sejak masih balita. Tangan mungil mereka lebih piawai bermain tuts...lebih akrab metode touch screen. Alhasil, polemik senam jari sejak dini.....,


Dipikir-pikir lagi... parenting itu memang gak mudah. Tapi juga tidak senantiasa njlimet. Gak mawas.. mudah tergelincir. Terabaikan barang sejenak, bisa tersesat di hutan Amazon. bwehehek! Tapi selalu terbuka kesadaran. Peluang perbaikan dengan tambal-sulam pernik peristiwa. Harapan dan kajian hidayah waktu. Petik hikmah dari pelajaran-pelajaran berharga. Sesuaikan dengan situasi masing-masing! 

Pesan MORAL
"ayo main...tapi jangan mau dipermainkan"
  

Jumat, 18 Maret 2016

mempelajari Batik......,

Sudah gak bisa dipungkiri lagi bahwa khazanah budaya Bangsa Indonesia sangat beragam. Terutama jika mengaitkan pada pengaruh semboyan Bhineka Tunggal Ika. Berkembang pesat melalui lintas kultur dan pelangi peradapan dari sekian rentang waktu. Peralihan generasi dan warna akar unsur budaya lainnya.
Sejalan waktu, perkembangan tehnologi semakin cepat. Beberapa tatanan dikemas menjadi serba praktis dan instan. Semakin kedepan, kian dituntut kita menjadi lebih adaptif terhadap laju perubahan signifikan. Pengaruhi gaya hidup. Dari segala sesuatu yang remeh hingga sangat vital. Bahkan persooalan cara kita berbusana. Dulu, kta mengenal pada tatanan kebutuhan mendasar itu pada 3 hal. Sandang-Pangan-Papan. Sandang adalah pengertian dari apa yang kita kenakan. Casing yang dari tadi hanya sekedar sebagai fungsi pembalut tubuh. Hingga berkembang menjadi kebutuhan identitas citra diri. Fashion... apparel... apapun istilah yang kemudian mengiringi kurun peradapan yang berlanjut.

Nah, singgung rana budaya ber-pakaian. Kayaknya bakal kagok kalau tidak mengerti tentang kekayaan negeri sendiri. Dalam hal ini terkait Batik. Apalagi jika dikaitkan pada fakta, bahwa batik telah diakui oleh lembaga internasional PBB-Unesco sebagai salah satu budaya khas asli Indonesia. Resmi-nya oktober 2009. 
batik tulis tangan.. khas motif Rembang tipe vintage. Bahan sutera
Berangkat dari isu tekstil khas negri sendiri saya mulai tergerak mempelajari. paling tidak bisa menjadi bekal pengetahuan untuk para bocah di rumah. Toh sebagai generasi penerus kelak mereka juga kudu paham. Melek sejarah sendiri meski dengan satu segmen pengantar yang sederhana. Belajar dari 'sisa-sisa' batik peninggalan dari mbah-buyut mereka. Secara pribadi, gak bisa menampik bahwa sebagai generasi genre 80-90an saya pun mengalami putus mata rantai ketertarikan tentang batik. Sekalipun mungkin sisi postif-nya karena masa SMP dulu masih pernah enyam pendidikan kesenian yang menyertakan batik sebagai wacana pengetahuan. Minimal tau lah dasarnya. Toh, sejak tahun 80an pelajaran muatan lokal di Jawa sudah ditanamkan sejak SD melalui pengetahuan bahasa Jawi. Jujur belepotan saya ikuti karena proses pindah ke Malang masuk kelas 5. Mengalami gegar budaya. Maklum tipikal keluarga nomad. Sekalipun kelahiran asli Malang. 
Semasa SMP, sesi pelajaran kesenian akhirnya ada juga tugas menggambar pola batik. Sekalipun cukup pada corak sederhana, Kawung & Parang rusak. Nah, di mapel ini justru jadi pelajaran favorit saya. Barangkali memang secara fitrah saya berjenis dominan otak kanan. Tapi masa itu belum ada pendalaman spesifik psikologi macem begituan. Kami adalah bagian format generasi yang dicetak sesuai arah kurikulum harus kuasai semua. Hm.. blehek juga!    
Oiya. Batik, jaman itu-pun dianggap hanya sebagai menu sandang utama kaum sepuh. mbah-buyut. Tidak ada tempat spesifik, semacam museum khusus ideal mendulang pengen-tau. Masa itu, di Malang, dimana bukan kategori sebagai sentra batik sebagaimana wilayah lain. Madura...dan menyasar wilayah pantura dan hingga dominasi sentra batik di Jawa Tengah. Terlebih lagi saat itu belum ada pemicu dari pihak manapun bagaimana cara mengangkat tema harkat tekstil khas ini menjadi lebih dipahami. Mungkin ada beberapa pihak yang berjuang mengangkat tema terkait. Entah itu lembaga kebudayaan swasta maupun sektor instansi pemerintah. Hanya sirkulasi serap informasi jaman itu dikategorikan "harap maklum". Penyebaran-nya gak seperti geliat perkembangan tehnologi Informasi sekarang ini. Setidaknya pesatnya penetrasi internet menjadi nilai positif bagi kajian dan proses pembelajaran bagi siapapun. Baik kolektif maupun personal. sejalan lipatan jaman.

Kembali pada batik yang pada saat itu dipandang sebelah mata oleh penghuni negri sendiri. Naif kan! hehe..., Ikon sandang para 'tetua' itu akhirnya cuma jadi estafet hibah jika ada para kaum sepuh meninggal. Biasanya yang ketiban hibah adalah para tetangga dekat. Umum-nya kategori sepuh juga. (Kelak) masa kini saya tinggal di Lombok, stok batik keluarga yang ada akan menjadi kain panjang pelengkap sarana mandi jenazah. Dan setelah dibersihkan lalu dibagi pada para wanita pengurus jenazah yang berkecimpung pada anggota rukun kematian. Sekalipun mungkin kategori-nya adalah batik tipe low-entry dengan harga terjangkau. Namun dalam strata ekonomi sosial yang beda bisa jadi batik jenis high-end yang dipakai. Sebagaimana umumnya perlakuan para anumerta. Apa yang dipakai selama hidupnya akan disertakan secara fungsi pada saat wafat. Dan jika kasusnya di limpahkan pada penerima hibah, diharapkan semoga memiliki nilai manfaat berkelanjutan. Attitude yang sangat ngendonesia, menurut saya.

Masih perihal kilas balik. rongrongan gaya busana dari trend luar juga turut menekan laju perkembang-biakan batik. Bayangkan, versi menurut kami (jaman SMP-SMA) istilah trending topik klo liat ada rekan sebaya pake batik bakal di-panggil "si Pakde". Tebar aura tampil kebapakan. Agak melenceng gaya. Metuwek... istilah jawa-nya. Alias mendadak sok Tua. Pokoknya serba jadi predikat minus! Wajar, karena mind-set yang tertanam dan berkembang sudah sedemikian rupa. Bahkan koplak-nya lagi ada lelucon konyol, mau nyambung apa tidak.. ada istilah kata "simpatik" hasil ceplosan pelawak tanah air. kepanjangan dari 'SIMpanze PAkai baTIK".

Sisi lain, kondisi tadi juga gak bisa anggap miris sepenuhnya. Karena secara historis pakem batik juga bukan-lah kain sembarangan. Penting ini..catat!! Batik juga mengenal kasta. Sarat nilai filosofis bagi kalangan spesifik user. Motif tertentu hanya boleh diproduksi terbatas untuk keluarga kerajaan..hingga ada motif/pola tertentu yang dirancang khusus dari level patih..punggawa hingga abdi dalem. Entah itu penjahit istana...atau pengurus khusus desainer busana keraton. Bisa merujuk cuplikan berikut "Dilihat dari jenisnya, batik di Indonesia terbagi menjadi enam macam, yakni batik kraton, batik sudagaran, batik petani, batik belanda, batik cina, dan batik jawa hokokai". ( lengkapnya bisa rujuk Link). 

Ruwet bin runyam... maka gak heran kalau target sebagai ikon nasional belum total tercapai. Sebab jika dikait-kaitkan sebagai identitas rupa Indonesia yang pluralis, tentu gak bisa di gebyah-uyah. Batik gak bisa dipungkiri selalu identic of Java. Sementara, daerah lain di Indonesia pasti akrab kain tenun atawa songket. Dan secara hirarki adat juga mengenal tatanan pranata sosial. Sekalipun mungkin tidak sempurna dijalani. Tapi secara kontekstual masih terjaga. Bahwa pada gelaran momentum upacara adat tertentu diwajibkan menyandang apparel adat. Berdasrkan hukum adat/awiq-awiq. Kain songket yang diproduksi dari wilayah Pringgasela lebih punya bobot dalam kajian nilai filosofi. Jujur ni ya! Daripada jika dibandingkan sekedar songket abal-abal yang berkeliaran di kawasan wisata sebagai penunjang sektor bisnis pariwisata. 
Hm..., mesti-nya di poin bahasan ini ada kaitan dengan wacana saya yang belum tuntas pada tulisan lain tentang batik SaSamBo. Silahkan jenguk jika berkenan.

Dilematik batik. yang hidup segan...mati ogah. Sebenarnya lebih terbentur pada alasan klasik geo-politik tadi. Bahwa slogan kebersamaan "Bhinekka Tunggal Ika" akan cukup terwakili oleh salah satu ciri  khas budaya satu daerah yang di"sepakati". Agak secara paksa dikondisikan. Bahkan mungkin dogma berkulindan. Padahal di-akui atau tidak, akan menimbulkan kontra akibat konflik kepentingan citra komunal. Secara geliat produksi masal pabrikan batik yang ada akan berusaha bertahan. Dan bukan tidak mungkin banyak yang gulung tikar, bangkrut. Akibat gak bisa menyesuaikan kondisi jaman juga peradapan yang mengiringi. Itu baru dampak sebagian saja yang mudah terbaca.
FOTO: SIPA PRESS, AFP
Lucunya lagi, ada masa tertentu seolah kita dibangkitkan lagi kepada nostalgia budaya. Momentum yang saya ingat adalah sosok Presiden Afrika Selatan, lantaran dulu ditahun 1990 Nelson Mandela (sebelum jadi presiden) sempat kunjung Indonesia. Mendapat suvenir khas batik. Dan pada kesempatan berikutnya selalu tampil pede pakai batik. Kemanapun berkunjung dalam lawatan kenegaraan. Sekalipun bukan tanpa alasan. Nelson Mandela melakukan itu sebagai ungkapan apresiasi terhadap dukungan pihak Indonesia yang dulu getol memperjuangkan semangat anti apartheid. Semasa pernah beliau ditahan hingga bebas menghirup udara segar. 


Sejauh pantauan dangkal saya berkiblat pada perkembangan kurun waktu-waktu tadi. Batik tradisional dengan muatan nilai sakral dan filosofi budaya memang ajak sulit berkembang di masyarakat luas. Wong secara lahiriah-nya bermuatan gradasi kasta tadi. Namun pengecualian, motif-motif bebas yang diperuntukkan oleh kalangan umum bisa dipakai oleh siapapun. Tanpa bias strata sosial.
Maka untuk menyiasati kecintaan pada produk tekstil budaya dan tanpa melupakan taste fashion yang mudah diterima masyarakat, lahir gerakan inovasi pembaharu. Ditengarai oleh geliat brand Batik Keris, menyusul Batik Semar. Batik tanpa pakem tradisional ini berhasil mengembangkan motif keren. Minimalis tapi elegan. Cukup sukses dengan desain unik dan kreatif. Tapi mutu bahan juga pilihan. Mungkin jadi kendala hanya soal harga lumayan mahal. Karena menyasar minat pangsa menengah atas. Juga wisatawan asing. Jadi lagi-lagi kesan exklusivitas lebih dominan. Tengok saja website-nya, bahkan pajangan model kebanyakan stok wajah asing. Strategi dagang aja kog!

tik-tak-tik-tak...,
sejalan waktu ada lagi gerakan inovasi batik. Masih ditahun 90-an... ketika geliat fashion berbahan dasar batik muncul ke permukaan. Kali ini hadir busana Batik Gaul berparas multi perca dalam tampilan komplit busana jadi. Termasuk  pernik dan atribut fashion lainnya. Kurang lebih gerakan ini lebih pas ditandai sebagai tindakan ekonomi kreatif gebrakan waktu itu. Entah pihak mana atau prakarsa siapa. Yang sangat mungkin kiblat batik gaul itu lahir dari Jogya.
http://www.jogja-batik.com/
Motif khas tambal-sulam aneka kain batik dengan multi perca batik beda motif itu justru lebih disambut dengan antusias bagi kalangan remaja. Bahkan dipakai kaum lebih dewasa juga masih sah-sah saja. Alasan yang paling masuk akal mungkin esensi kandungan pesan moral-nya. Selain faktor harga terjangkau loh! perca-perca kain multi motif non pakem tradisi itu tanpa embel-embel apapun. Tidak mengikat  strata dan warna kasta manapun. Non blok...menyimpan aura equality... sangat relevan dengan semangat pluralisme.
Sekalipun gak sampai kurun dasa-warsa berikutnya batik gaul mozaik ini-pun alami penurunan. Wajar... gak ada yang abadi. Namun batik-perca telah banyak memberi sumbangsih warna perkembangan khazanah dan sejarah batik di tanah air. Tapi fakta bisa bicara beda. Terbukti dari catatan jurnalistik. Ditengarai semakin pesat beberapa pelaku UKM disektor industri kreatif batik perca yang meraih sukses di usaha-nya. Kunci-nya lagi-lagi polesan modifikasi dan inovasi karya. Dewasa secara simultan. Berdaya saing dengan penuh energi terbaharukan. Sumpah..salut palapa!!!
Sebagaimana yang pernah dialami batik pakem tradisi pada masa jaya-nya. Tapi-nya tapi... tentu ada nuansa perbedaan. Batik tradisi...yang dicetak terbatas.. apalagi garapan tangan (hand-made) menjadi inceran kalangan tertentu. Di lirik tidak saja kolektor dalam negri tapi juga mancanegara. Dan nilai historis juga bakal mendongkrak harga. Pengecualian kasus.. misal begini, wafat-nya Pakde Nelson Mandela tentu meninggalkan warisan stok baju batik. Meski secara corak bisa jadi pakem batik Indonesia-nya adalah motif biasa. Non pakem kalangan ningrat. Tapi, sekalipun begitu terdapat paparan lain menyebut pakde Nelson juga mendapat modifikasi batik (made by order) dari percetakan tekstil dinegara-nya. Ada yang bermotif baru menyesuaikan ikon/item khas Afrika Selatan. Dan sebagian merupakan motif akulturasi. Keren pasti-nya! sampai-sampai aksen sandang batik-nya dijuluki Madiba Shirt. Baju itu sekalipun stok bekas.. jika kelak dilelang dibursa khusus komunitas pencinta batik bisa jadi harga-nya fantastis. Masio pakem motif wong ndeso...tapi sing gawe tokoh, yo regone iso mundak kasto. Hehe.. peace pakde Madiba! yo'nopo-nopo jenengan niku sampun dadi duta mlampah sak puterane dunyo. Matur sembah nuwun saking kulo. 

Oke.. jabaran-nya pengantar-nya utama cukup segitu. Kini balik pada courisita belajar tingkat dasar lagi. Mempelajari tipe batik jadul peninggalan moyang yang ada. Mengamati kandungan motifnya. kecenderungan apa.. tehnis garap dan lain-lain. Ber-modal sisa peninggalan para pendahulu. Memanfaatkan panduan ragam bumbu referensi.
Have fun... as usual,

Siap bahan... proses belajar dan identifikasi dimulai....

jejak robek dan jahitan 


Batik cap khas Madura. Jejak proses canting dan lelehan lilin terlihat jelas (istilah jawa mblobor/njembret). Kemudahan identifikasi adalah kemiripan antara corak 1 dengan yang lain-nya. Jika lebih teliti perhatikan pada pertemuan garis antara cetakan alat Cap.. biasa ada bagian yang tidak linier. Tidak singkron.
Motif dominasi bunga gaya ikonik.ornamen khas...Bentuk graha dengan wuwung dengan rumbai dedaunan. Secara spesifik inspirasi bentuk seperti mengadopsi ikon atribut dunia wayang. Simbolis tersurat, bintang sudut 5 melambangkan Ketuhanan. Keresidenan/istana dengan ikon bentang sayap kiri-kanan menyiratkan kejayaan . tumpukan crown..mahkota raja dan ratu melambangkan kekuasaan, Sedang ornamen daun-bunga merujuk pada simbol eksistensi lingkungan. Sebagaimana warna hijau pada paparan latar. Filosofi tatanan kehidupan.  


Membentangkan kain adalah cara mudah untuk mengamati kandungan pola & motif. Klo yang ini lebih identik dengan sebutan batik pagi-sore. Gaya Pekalongan... berlatar dominan corak Kawung dan dibaliknya Parang. Motif pernik pengisi dipenuhi bunga dengan rupa detil. Corak warna terang.  

warna-warna pengisi dominan terang.

batik tulis... pada salah satu sudut terdapat stempel khusus. Cuma tidak terbaca jelas.

batik tulis hijau toska dengan paduan kuning & hijau muda. Ornamen perrnik multi sekar. Agak mirip dengan batik pagi sore... hanya back  ground utama kosong. Hampa. Dari rujuk data kemungkinan mengarah pada pada varian batik tulis Jawa Hokkokai. Namun pakem masih standar khas Cina... belum terdapat motif unsur akulturasi Jawa. Tidak seperti motif pagi-sore (contoh diatasnya) yang background dipenuhi serat kawung dan parang. Pernik ornamen yang penuh tampil totalitas adalah bunga. Sangat detil pada isian kelompak. (isen-isen) sangat atraktif dan warna rancak. Garis dan titik (politelism) menunjukkan aksen detil dan kuat. Tidak saja pada bunga tapi juga pada alur tangkai bunga. Lis pinggir pembatas pinggir ditandai dengan format miniatur segitiga.


Kamis, 17 Maret 2016

Mengatasi si Bungsu....,

Hm.... begini-ni....,
Belakangan, saya memang harus mawas diri. Perihal kenapa hasrat menulis itu jadi merosot drastis. Masalahnya sebenarnya sepele. Kog rasa-nya begitu malas menulis tentang hal remeh-temeh sekitaran wacana harian. Terjadi dan dialami nyaris tiap hari sebagai menu rutinitas membosankan.

Lagi-lagi soal kepentok ego. Dulu, begitu terpikir bahwa saya termotivasi untuk selalu menggali sesuatu yang baru. Menggugah semangat dan mengundang antusias untuk mengulas dalam bingkai wacana khusus. Khas sajian berita ala citizen journalism. 
Tiba giliran-nya situasi bisa begitu mudah membolak-balik tatanan. Yah wajar.., sebab gawean dan tuntutan saya pasti beda pola dengan para tabiat para penulis. Taat, getol dan berkesinambungan pertahankan mood. Reporter.., hingga wartawan yang sudah wajib dituntut secara korelasi profesi. Saya (parah-nya) lebih terpola acakadut. Menulis klo ada mau-nya..agak ternoda pamrih meski bukan total demi tujuan komersil. Sebab upaya blogging saya didasari atas pondasi multi tujuan. Spesifikasi misi niaga ada sendiri. Jadi gak campur-baur. Dan blog utama ini saya anggap sebagai kanal induk. Tempat berbagai wadah umbar cerita. Dan sejauh ini laman masih bertahan 'steril' dari jerawat iklan, adsense google misalnya. Toh, gak menjamin fluktuasi visitor. Apalagi punya follower fanatik. Blogger yang bersahaja.

Jadi, faktor 'resmi' kenapa saya gak bisa aktif nulis lebih pada sinergi dan sirkulasi rumah-tangga. Rumah kecil tanpa loteng. Fasilitas lengkap tangga bambu untuk benahi genteng mlorot.
Klo dulu bocah-bocah masih kecil. Usia balita dan jumlah minim. Sejalan waktu pasukan nambah. Kicauan mereka makin hingar-bingar. Hehehe..., melalap jatah porsi pengalihan minat menulis seperti sediakala. Dulu, alokasi waktu keliaran-nya bisa banyak. Tanggung jawab pendampingan mulai menuntut lebih. Lumrah saja.. memang tugas dan peran  sebagai status ortu. Hal-hil yang lumrah. 
Tertekan kadang iya!... tapi dengan sikap terbuka menerima. Segala-nya bisa welcome to my life.. it's my life. Terlebih.. back to mawas diri lagi. Bahwa penyajian cerita gak perlu (melulu) lagi menghitung
kadar bobot tema adventurir. Pra-tematik silam yang lebih saya gandrungi. Bahwa keindahan kebersamaan keluarga itu juga menarik dijalani. Dan kalau-pun di-share anggap kali ini saya memang dalam koridor parenting. Program kurikulum rumahan yang sangat leluasa untuk dikembangkan. Tanpa menutup kemungkinan, kelak semuanya bisa dilakukan baik secara indoor maupun outdoor. Go flow...saja!

So,kenapa 'Mengatasi si Bungsu'?
Kog judul ini yang dipilih. Fakta-nya, biang paling cerewet dalam rumah itu ada pada si sosok bontot. Serasa jatah energi parenting itu paling nyedot kesana. Sosok yang paling minta perhatian lebih. Mentang-mentang terkecil. Hihihi..., 
Agak paling kompleks ditangani meski bukan berarti di manja. Butuh media pengalihan dan trik khusus selagi cerewet-nya kambuh. belum lagi konflik kemauan dengan para kakak-nya. Makin runyam dah! pentas duniawi. Hahaha..tapi menyenangkan dijalani. Bertabur atribut ujian suka-duka. Next, biar diwakili foto terlampir.