Senin, 27 Juli 2009

H1N1 = B4B1...ini Babi

Peduli penyakit,
Sejak semalam saya dibuat miris oleh tag banner salah 1 TV. Bunyinya cukup mengenaskan. "400 orang di Indonesia disinyalir terinfeksi swine flu". Ada beberapa indikator penyebab. Namun yang umum di akibatkan dengan kontak langsung dengan korban yang positif terinfeksi. Pertama, akibat WNI yang mudik dari luar negeri. Ke-dua, kasus yang masih hangat, faktor interaksi dengan wisman. Apapun alasan kunjung mereka. Seperti yang di akui salah seorang pengurus pondok pesantren. Beberapa santri mereka ambruk dengan gelagat indikasi mirip gejala flu babi. Pilek...batuk...disertai demam tinggi. Sekalipun masih tunggu hasil kajian lab. . perihal cek darah. Namun bisa ditengarai format alur tular. Pondok itu baru saja gelar acara Haul. Sempat dihadiri oleh beberapa tamu undangan, berasal Malaysia dan Singapura. Tanpa bermaksud skeptis terhadap upaya pemerintah solusi disinfektan di gerbang cukai bandara. Toh akhirnya bisa juga lolos masuk si virus meresahkan itu. Entah melalui mediasi dan metode penetrasi apa. Semoga saja bisa terungkap....,

Sedikit kilas balik sejarah perang klasik, Sejak dulu kala sudah dikenal teori perang menggunakan penyakit. Ambil contoh kasus penyakit cacar. Era jauh sebelum Louis Pastuer menemukan vaksin anti cacar. Penyakit ini dianggap penyakit kutukan. Maklum belum ada penangkal. Seseorang atau komunal yang digayuti cacar akan dianggap sampah. Dikucilkan...dan di isolasi dalam zona tertentu. Menyedihkan dan tragis. Tapi jangan salah! disisi lain cacar juga dimanfaatin sebagai eksperimen siasat perang. Metodologi yang dikembangkan untuk mengalahkan musuh. Gak tutup kemungkinan saat itu sudah merupakan proyek rahasia. Sesuai dengan tehnologi pendukung pada jamannya. Siapapun pihak sang pelaksana. Cara-nya cukup mudah. seorang utusan salah satu pihak bertikai akan menyusup ke wilayah musuh. Mungkin staf intelegen dan memanfaatin mata-mata bayaran. Mungkin juga kelinci percobaan. Cara-nya begini..., selimut bekas penderita cacar akan disusupkan pada barak tentara musuh. Next step, terjadilah geliat epidermis...masa inkubasi sang virus, menulari para stok personil prajurit. Kesempatan ini digunakan sebagai penekan pihak pemenang untuk lebih mendominasi kancah tempur. Ungguli pihak lawan. Murah biaya... tidak perlu dukungan dana logistik personil tempur. Jadi sulit dipungkiri, eksperimen ini tentunya mengalami gradasi peningkatan kian canggih sejalan dukungan tehnologi dan mega konseptual para pemain-nya. Kita mengenalnya dengan debut bio-tech. Baik peruntukan hal positif, semisal pengembangan paritas benih pertanian pangan. Ternak hibrida dan apapun maslahat lainnya. Dampak negatif, tentu saja up-gradable pengembangan senjata biologis tadi. Ditengarai sebagai ancaman bagi kemanusiaan. Sekalipun negara-2 di dunia sepakat melarang pemakaian senjata (kimia maupun biologis) melalui konvensi Jenewa, perihal traktat perang. Senjata pemusnah massal tetap saja ditakuti. Dikecam vokalitas kolektif...namun diam-diam pihak tertentu masih kelola sebagai andalan pamungkas.

Kembali swine flu,
paritas ini sebelumnya gak berbahaya bagi manusia. Seperti halnya virus flu burung. Namun muatan bekal virus menjadi lebih garang, akibat sentuhan bio-tech. Kemarin resah H5N1...kini H1N1. Gak cuma Indonesia kelabakan! Ujung juntrung, penangkalnya sudah ada. Sinyalemen terakhir H5N1 adalah sebuah konspirasi penjualan obat penangkal. Sekaligus guncangan ekonomi berupa shock teraphy... akibat "penolakan" impor daging ayam dari negri paman Sam. Wajar ibu menkes Fadilla Sapari mencak-2...tahan geram. Kenang kasus si Manusia pohon, diambil sampel darah-nya oleh negara lain tanpa kompensasi medical knowledge. Implementasi akhir timbal balik, bagi Indonesia tentu saja. Kang Dede, penderita penyakit Human Papilloma Virus (HPV).
Saya pribadi gak bisa bayangin klo sampe sampel virus kang Dede ini sampai jatuh ke tangan salah. Dipermak sedemikian rupa jadi bahan baku senjata biologis paritas lain. Hiperbolic....mode-ON.

Referensi bedah buku,

Sekedar mendukung "kuatir" tadi saya jadi tertarik obsesi baca buku dengan judul DEADLY MIST-karya Jerry D. Gray tampak inset. Beberapa hal banyak dikupas tuntas. Gak terbeli. Alias modal baca intip dalam tiap kesempatan kunjung toko buku Karisma-Mataram Mall. Tentunya yang gak bersampul plastik.
Penyebaran penyebaran penyakit buatan (artificial disease) dikupas elegan dan deskriptif, sangat inspiratif dalam satu bab. Di ceritakan tentang Chemical Trails dimaknai "Jejak-Jejak Kimia". Partikel material sejenis debu fiber dijadikan sebagai senjata kimia. Caranya di angkut dalam badan pesawat (bisa komersial), lalu akan dilepas di selasar angkasa suatu negara yang dituju. Fenomena ini akan tampak saat kita memandang lintas terbang pesawat. Akan terbentuk sisa jalur lintas seperti asap. Istilahnya Contrial. Bekal debu kosmis tadi di sebarkan melalui lintas contrial tersebut. Menimbun dan nangkring di gumpal awan. Saat mendung...debu kosmis tadi berbaur dengan bulir uap air. Selanjutnya akan hujam paras bumi melalui tetes rinai. Tergantung kawasan yang disasar. Bayangin klo itu Indonesia. Saya hanya berpikir ala Jerry.

Selasa, 21 Juli 2009

penanggulangan abrasi pantai


Sekian bulan terlewat..., gak sengaja temui seliweran dump truk angkut material batu besar. Ada apa? Nyata-nya saya ketinggalan geliat isu pesisir di areal sendiri. Musim hujan awal tahun tidak saja membawa berkah edermis DB. Namun juga sejumlah efek abrasi di sepanjang sempadan muara Jangkuk. Perbatasan sungai antara Zona Sintung dan Kampung Melayu Bangsal. Terutama di gerbang estuarium... kini tampak kegiatan upaya tanggulangi abrasi. Proyek itu ternyata sudah dilaksanakan sejak Februari kemarin.

Tidak seperti Sintung (inset atas), pelaksanaan sudah pada penempattan konkrit blok - point braker, pemecah terjang ombak. Di Melayu Bangsal bisa dibilang proyek itu agak lamban. Pada titik ujung Tanggul kini masih penempatan material pondasi. Itupun tampak kendaraan pengeruk (Wheeled Eksavator) kliatan mangkrak. Akibat alami masalah pada roda. Tidak saja menimbulkan pekerjaan yang terbengkalai. Tapi berakibat resah sebagian warga Melayu Bangsal yang pemukiman tinggal persis di ujung muara. Saat air pasang datang terjangan ombaknya bisa langsung menyentuh batas level tinggi tanah. Ditambah lagi dengan penambahan timbunan artifisial mulut muara sepanjang 40 meter arah laut. Paling tidak kian meruncingkan ujung mulut muara. Terjangan ombak arah barat semakin laju masuk. Menemukan jalur terjang yang kian sempit seperti pipa corong.

sekarang perhatikan! pada inset kiri, Ini adalah rumah warga Melayu Bangsal yang berada paling ujung, persis menempel di pangkal Tanggul. Erosi-nya cukup signifikan sejak survey tadi dilaksanakan. Sejauh ini para warga melakukan gotong royong antisipasi sebisanya. Beberapa karung pasir adalah sumbangan dari para caleg yang meramaikan bursa pemilu sebelumnya. Tapi mo dibilang apa, secara hukum sudah ada aturan yang tidak memperbolehkan mendirikan bangunan permanen sepanjang sempadan sungai. Giliran musibah datang berusaha saling tunjuk pihak yang bersalah.

Pelaksana proyek tentu saja tidak ingin dibilang sebagai biang. Repotnya lagi, wilayah ini selain multi konflik. Tetap berpeluang sebagai kantung "suara" bagi pihak yang berkepentingan. Ketika tiba musim-nya dengan beda peruntukan.
Jadi terlalu ribet mau di preteli dari mana benang kusut masalah yang mewarnai. Setidaknya penanganan isu pesisir selalu saja berdampak komplek. Seperti menuai buah Simalakama. Dihiraukan menuai bencana... Ditangani tetap mendulang sampah opini. konsep AMDAL terlanjur salah kaprah!

at least, Upaya nyata sudah di lakukan oleh pihak berwenang. sekaligus wahana pembelajaran bagi si Gingga untuk lebih mawas terhadap sekitarnya. Demikian si Wartawati cilik melaporkan dari lokasi.... dibantu tukang poto amatir dibalik layar.


Minggu, 19 Juli 2009

painting ACRILIC....

aksi Arnold Lowrey... biar pacu reaksi hasrat berkarya bagi diri sendiri.... mungkin juga personil lain yang punya kepentingan sama. SILAHKAN......

Senin, 13 Juli 2009

EJA gelagat gempa....,

Masih relevansi artikel pendahulu,
Kian mendekati tanggal 22 Juli. Semakin menumpuk rasa penasaran. Resah JUNI mendekati muara JULI. Benarkah nanti-nya akan ada peluang tsunami seperti yang sudah diramalkan. Paling tidak ada beberapa catatan dari pihak BMG. Serangkaian aksi gempa di beberapa daerah tanah air. Entahlah, apa ini bisa dijadikan langkah deteksi dini agar semua komunitas pesisir lebih waspada.
Berikut dibawah ini ada sekedar catatan yang saya ambil dari Tempointeraktif.com. Tentu-nya hanya sebagai ulasan bersahaja. Bukan referensi lengkap bagan dan timbun data statistik. Penghantar wacana dengan balut gelisah yang menyelimuti obsesi dan couriosim pribadi. Saya hanya berkaca dari pengalaman nimbrung bahasan seminar yang pernah saya ikuti. Bahwa sebelum bencana besar biasanya selalu diawali dengan pernik progresitas letup bencana kecil.

At least, fungsi saya sebagai Fasilitator Dalam strata kapasitas paliiiiing rendah, dalam Pelatihan Penanggulangan Bencana Berbasis Kemitraan tidak sekedar lembar sertifikat, bernasib penghias bendel arsip. Bisa jadi sesuatu yang bermanfaat. Syukur-2 diterima jadi kupas-kaji. Demi kebajikan antar sesama, dalam bingkai CCR = Coastal Community Resilliance .. pernah di-gaungkan dalam alur program kebijakan flowchart pemerintah.

Gempa 6,4 SR Menggoyang Kota Sumbawa Besar

Senin, 13 Juli 2009 | 18:43 WIB

TEMPO Interaktif, Mataram - Kota Sumbawa Besar Nusa Tenggara Barat digoyang gempa Senin (13/7) pukul 18.52 waktu setempat. Goyangan cukup besar sehingga menyebabkan penduduk berlarian keluar rumah yang umumnya rumah panggung tiang kayu.

Salah seorang warga Sumbawa Besar Khaiiruddin mengaku sedang duduk di pinggir jalan , ikut merasakan getarannya. ‘’Luar biasa. Orang ketakutan sambil berteriak linir...linir...linir,’’ kata Khairuddin menjelaskan suasana di Jalan Diponegoro seberang timur depan Markas Polres Sumbawa. Di sekitarnya terdapat lima rumah panggung yang bertiang kayu. Tetapi belum diperoleh info terjadinya kerusakan dan korbannya.

Menurut informasi dari Badan Meteorologi Geofisika, kekuatan gempa mencapai 6,4 skala richter pada posisi 9.44 lintang selatan dan 119.32 bujur timur atau 107 kilometer barat laut Waingapu Nusa Tenggara Timur di kedalaman 86 kilometer.


SUPRIYANTHO KHAFID

Mentawai Diguncang Gempa 5,2 Skala Richter

Minggu, 12 Juli 2009 | 08:02 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Gempa dengan kekuatan 5,2 skala Richter mengguncang wilayah Sumatera Barat, Minggu (12/7). Berdasarkan pantauan Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika, titik gempa berada di di 206 Kilometer Barat Daya Pagai Utara Mentawai.

Gempa terjadi di kedalaman 45 Kilometer di 3.67 Lintang Selatan dan 98.47 Bujur Timur. Gempa yang masuk dalam kategori rendah itu terjadi sekitar pukul 02.35 WIB dan tidak menimbulkan korban jiwa.

BMG/RIKY FERDIANTO

Banggai Diuncang Gempa 5,5 SR

Jum'at, 10 Juli 2009 | 18:29 WIB

TEMPO Interaktif, Luwuk - Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), provinsi Sulawesi Tengah, Jumat siang (10/7) diguncang bencana alam gempa tektonik berkekuatan 5.5 Skala Richter (SR). Akibatnya warga di dua kabupaten tersebut berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri

Pusat gempa tersebut berada di Teluk Tomini atau sekitar 52 kilometer arah tenggara Kota Gorontalo dan dekat dengan kota Luwuk ibukota Kabupaten Banggai. Gempa itu tak menimbulkan tsunami.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Palu melaporkan, episentrum gempa yang mengguncang wilayah timur Provinsi Sulteng itu berada pada koordinat 0,24 lintang utara dan 123,44 bujur timur, dengan kedalaman 211 kilometer dari permukaan laut.

Informasi dari lapangan menyebutkan warga di dua wilayah ini merasakan getaran gempa sekitar III-IV MMI (Modified Mercally Intensity). Guncangan gempa tersebut terasa hingga 10 detik. Beberapa penduduk merasakan getaran gempa tersebut sekitar IV-V MMI

Seorang warga Luwuk, Masdar mengatakan guncangan gempa terjadi beberapa menit menjelang Salat Jumat. Akibantya banyak warga tak melakukan shalat Jumat. Mereka memilih melarikan diri ke bukit-bukit yang mengitari Kota Luwuk.

Begitu juga para pegawai yang masih berada di kantor serta sejumlah orang yang berada di dalam masjid menunggu kotbah dan salat Jumat juga berlarian keluar ruangan karena khawatir tempat itu ambruk. "Gempanya cukup keras, warga lari menghindari ancaman tsunami.. " kata Masdar.

Warga Banggai sudah trauma dengan gempa. Pada 4 Mei 2000 Banggai dan Bangkep diguncang gempa besar berkekuatan 6,5 SR dengan kedalaman normal, yang mengakibatkan 54 orang tewas dan 23.000 bangunan penduduk rusak di Kabupaten tersebut.

DARLIS

Selatan Nusa Tenggara Barat Digoyang Gempa

Kamis, 09 Juli 2009 | 07:21 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Sebuah gempa menggoyang laut selatan Nusa Tenggara Barat, Kamis (9/7) pukul 05.16 WIB.

Menurut informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) gempa berkekuatan 5,4 skala Richter itu terjadi di kedalaman 38 kilometer.

"Gempa itu tidak berpotensi tsunami," tulis BMKG melalui situs webnya.

Gempa yang terjadi di koordinat 10.9 Lintang Selatan 117.66 Bujur Timur, terjadi di 255 kilometer arah selatan Nusa Tenggara Barat.

Gempa sebelumnya terjadi di pada pukul 03.11 WIB di barat daya Ternate. Gempa berkekuatan 5,0 skala Richter itu terjadi di kedalaman 40 Km arah barat daya 99 kilometer dari Ternate.

NUR ROCHMI/BMKG

Gempa 5,4 Skala Richter Mengguncang Gorontalo

Minggu, 28 Juni 2009 | 21:56 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Gempa mengguncang Gorontalo dengan kekuatan 5,4 skala richer pada pukul 21.18 WIB. Pusat gempa berada pada posisi 1,47 Lintang Utara-122,35 Bujur Timur.

Pusat gempa ini diperkirakan sekitar 130 kilometer arah barat laut Gorontalo, 176 kilometer arah timur laut Tolitoli Sulawesi Tengah, 276 kilometer Manado Sulawesi Utara, 315 kilometer barat laut Bitung Sulawesi Utara, dan 364 kilometer Poso Sulawesi Tengah dengan kedalaman 10 kilometer.

Namun menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, gempa ini tidak berpotensi tsunami.

EKO ARI

Gempa 6,0 Skala Richter Guncang Bengkulu

Sabtu, 20 Juni 2009 | 18:54 WIB

TEMPO Interaktif, Bengkulu: Gempa berkekuatan 6,0 skala Richter mengguncang Bengkulu pada pukul 16.21WIB. Posisi gempa berada di kedalaman 28 kilometer bawah laut, 5,19 Lintang Selatan dan 102,87 Bujur Timur.

"72 kilometer barat daya Bintuhan-Bengkulu," kata Dadang Permana, Kepala Stasiun Geofisika Kepahiyang, Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan cacatan Stasiun Geofisika, guncangan yang dirasakan warga mencapai III Modified Mercali Intensity (MMI). "Tidak sampai menimbulkan kerusakan," ujarnya.

Gempa tektonik ini terjadi karena tabrakan antara lempeng Indo-Australia dan Euroasia. "Masih satu blok dengan gempa yang terjadi pada tanggal 11 juni 2009 yang lalu," ujarnya.

Sebelumnya, pada tanggal 11 Juni, Bengkulu diguncang gempa berkekuatan 5,5 skala Richter di kedalaman 22 kilometer bawah laut, 4,99 Lintang Selatan dan 102, 86 Bujur Timur, 61 kilometer barat daya Bintuhan-Bengkulu.

Dadang mengimbau warga, khususnya yang tinggal di pesisir pantai, untuk tidak panik karena tidak ada potensi tsunami. "Kekuatan gempanya masih di bawah 6,5 SR," ujarnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, warga yang tinggal di pesisir Kabupaten Kaur sempat berlarian keluar rumah dan berdiam di luar selama 30 menit karena takut terjadi terjadi gempa susulan dan juga tsunami.

Stasiun Geofisika Kepahiyang mengatakan getaran gempa ini bisa dirasakan hingga Pagar Alam-Sumatera Selatan.

Hingga berita ini diturunkan belum terjadi gempa susulan. Namun, Dadang mengatakan, jika pun ada gempa susulan, kemungkinan kekuatannya tidak akan lebih besar.

HARRI PRATAMA ADITYA

Sabtu, 04 Juli 2009

berkutat alat gambar....,

Sekian hari enyam stationary....,
Perlahan bisa juga kumpul bahan sesuai order. lumyan dibikin suntuk. susah fokus... berbaur sirkulasi celoteh 2 bocah-ku!
Beberapa gambar terdahulu bisa gebyar sesuai kapasitas ringkas waktu. obsesi awal-nya bisa kejar tayang saat momen IYOR 2008 lalu (International Year Of the Reef). toh gak bisa terpenuhi, penggagas-nya sibuk urusan disertasi akhir S2 di New zealand.
Dan mudahan kini bisa terealisasi seperti rencana. see some of "them" on other my blog album. Atau bisa liat album sesi November 2008 sebelumnya.

under water.... water color....,

Jumat, 03 Juli 2009

EMAS SEKOTONG


Ternyata benar pembalikan pepatah di artikel saya pendahulu. Daripada hujan Batu di negri orang…lebih baik hujan Emas di negri sendiri. Bisa terlihat pada fenomena penambang Emas tradisional di wilayah Sekotong – Kabupaten Lombok Barat. Marak-nya penambangan emas di wilayah perbukitan Sekotong, seolah jawaban bagi geliat masyarakat lokal. Miliki kiblat lahan pekerjaan baru di negeri sendiri.

Kalo ditanya bagian mana dataran Lombok Barat mana saja yang memiliki kandungan emas, hampir semua orang bilang “kunjungi wilayah Sekotong. Hampir seluruh perbukitan disana bisa dibilang jadi incaran para pemburu logam mulia – harta perut bumi. Dulu saat masih bocah, saya pernah kenal istilah “nugget” dari bacaan cergam karya Karl May. Petualangan Old Shatterhand (cowboy)di wilayah komunal bangsa Indian – penghuni asli benua Amerika. Nugget berarti bukit emas. Sebagaimana juga maktub makna sama pada isi kamus. Bangsa kulit putih (Benua Eropa) berbondong datang demi upaya eksplorasi. Ekspansi usaha mencapai taraf hidup yang lebih baik. Gak juga bakal heran… kisah ini selalu dibumbui kisah tragis. Penduduk asli (kaum Indian) kadang harus terusir, terjajah, dan dihimpit aksi brutal para kaum hedonis tadi.


Baru lintas kemarin...3 Juli 2009,

Tersuguhkan lagi berita penganiayaan TKI illegal di negeri jiran-Malaysia. Kedapatan masuk di pelabuhan langsung di gebuk pihak keamanan dan warga sekitar. Sudah basi…, tapi seolah jadi takaran rutinitas kaum emigrant asal Indonesia. Fenomena hijrah-nya sebagian populasi demi mengais rejeki di tanah rantau. Menanggung apapun resiko yang setiap saat bisa mereka terima…mungkin dengan lapang dada. Dan kapan berakhir… gak pernah jelas acuan juntrung-nya.

Kembali mengamati nugget-nya Sekotong. Dulu tiap kali naik feri seberangi selat Lombok selalu saja disuguhi view jajar perbukitan selatan teras Lombok. Gak pernah disangka sama sekali, ternyata zona itu menyimpan berjuta potensi dibalik wajah gersang-nya. Dan sejak 2 tahun terakhir ini sudah mulai menunjukkan hasil-nya. Sekalipun mungkin aktivitas tambang tradisional disana sudah berjalan… under ground activity. Gak ter-ekspos media. Demi kemaslahatan berbagai empu-nya kepentingan dan para stake holder lokal. Who knows….,


Sejak mencuat diperbolehkan-nya warga lokal melakukan penambangan tradisional. Sekotong dan sekitar-nya mendadak bersinar. Tidak saja bagi penduduk Lombok pada umumnya, sekaligus mengundang selera kunjung bagi warga daerah lain. Terkait kepentingan si logam mulia.

Saya gak kepingin mengulas seberapa jauh duka-nya zona tambang. Selalu saja menyisakan tangis dan keluh kesah. Munculnya dampak premanisme di zona lingkar tambang seolah bukan menjadi hal baru. Penguasa mungil pengelola pungli. Belum lagi munculnya kekhawatiran tentang nasib pencemaran lingkungan yang menghantui kelak. Tumbuh suburnya pengusaha gelondongan emas lokal ternyata bagai efek tumbuh jamur dimusim hujan. Tunas demi tunas usaha sejenis berdiri dimanapun. Terutama sekali dikawasan Sekarbela, pusat pengrajin budidaya mutiara. Mau lebih mencolok. Datangi saja wilayah Getap. Sentral industri pengolah logam lokal. Produksi spesifik saat ini bisa jadi pembuatan cetak gelondong emas tadi. Sebuah mata rantai hubungan sebab-akibat.

Toh, ada juga kesimpulan unik. Manajemen tambang tradisional ternyata tidak jauh dari resiko yang lumayan tinggi. High risk activity…, fakta-nya sudah beberapa kasus makan korban. Terpuruk dan tertimbun longsoran batu. Terlebih terkubur dalam lorong galian. Sekaligus jadi kuburan bagi para korban yang tertimpa musibah. Kalau tidak terekspos memang sudah jadi “kode etik” bagi semua pelaku activist tambang.


Pepatah kini berubah paradigm lagi “Hujan batu bisa sering terjadi di negri sendiri…gak harus alami jauh-jauh di Negeri orang”. Mencapai taraf sejahtera memang harus menempuh geliat usaha dan kerja keras. Banting tulang..kuras keringat. Gak bisa dengan berpangku tangan…mengharap bintang jatuh. Hujan batu ciptaan manusia ini hanya beda tatanan dan lokasi simbolistik saja. Tawarkan sejuta rasa... bersakit-sakit dahulu... berenang-senang kemudian bila ketiban rejeki nomplok. Atau malah stress gak berkesudahan.

Bagaimana dengan warga Lombok sendiri? Realitasnya memang ada signifikansi yang berarti. Bisa anda coba baca pada artikel Kompas, April silam yang berhasil saya trek data pendukung. Agar bisa menjadi sirkulasi redaksional yang mendukung segelintir ulasan “basi” saya diatas tadi.



GALAXY_virtualNews.COM




Rabu, 01 Juli 2009