Selasa, 21 Februari 2012

instan kuliner ala SOTOJI

Alhasil, tiba jeda waktu yang ditunggu. Jelang siang 21 Februari lalu, bingkisan paket yang dinanti datang juga. Amplop coklat ukuran sedang, berlapis plastik JNE. Hanya 3 hari sejak pendaftaran sebagai calon peserta di kontes penulisan Blog Sotoji. Penyelenggara dan berkat kerjasama deBlogger, komunitas blogger asal Depok dan di sponsori pabrikan resmi Sotoji. Adapun maksud dan tujuan, sebagaimana cuplik dari kanal terkait LINK. Dikatakan.

Lomba ini diadakan dengan tujuan untuk me-review produk Sotoji, yakni produk Soto Jamur Instan yang baru saja diluncurkan guna meraih opini publik yang positif namun juga kritis-solutif dari para konsumen. Para calon peserta lomba akan dikirimkan sampel produk Sotoji secara cuma-cuma untuk bahan review.

Singkatnya, seolah mengharap testimoni dari khalayak luas. Sebuah strategi unik dan menarik. Terlebih merangkul jaringan blogger. Pendekatan mengakomodir opini dan advetorial versi virtual. Cepat... tepat ... efisien! Semudah fenomena buru info via jari di selasar mesin pencari. Dan demi penuhi rasa penasaran kali ini, saya tergerak (lagi) nimbrung kepul dapur... bakal selezat apa yah?

Jujur, tatap awal pertama, memberikan 'citra' gak jauh dari mie instan pada umumnya. Saya menduga isi-nya bakal identik keriwil kuning. Kesan yang sangat konvensional banget! Maklumlah. Keterbiasaan dan pola rutin akan berdampak demikian. Ternyata enggak. Selain bungkusnya warna beda. Sotoji menggunakan bahan utama sohun. Mie putih bahan dasar beras, yang keliatan seperti gumpalan senar pancing. Disamping, kandungan lauk yang menyertakan jamur kian menambah obsesi rasa, sensasi enyam lidah. Sesuatu yang beda.....,

Juga sedikit agak janggal. Konotasi judul dominan "soto" menjadi gak relevan. Lebih tepat disebut kemasan sohun rasa soto. (Meski belakangan saya baru ngeh SOTOJI tak lain singkatan SOTOJamurInstan). Tentu saja berkat racikan bumbu dan minyak soto yang di upayakan lebih mendekati cita rasa yang diharapkan. Namun, bisa saja ini merupakan trik cerdik dari pabrikan Sotoji. Judul kontradiktif. Sekaligus undang hasrat jajal, bagi siapapun kategori mania panganan kemasan instan. Cepat saji. Punya nilai cukup gizi memadai. Dan tentu saja tanpa meninggalkan jejak nikmat santap. Yummy... delicious!!!

Proses olah

Siapa saja pasti bisa, gak bakal alami kendala berarti. Sebab pengolahan dan cara masak cukup mudah. Segampang balik telapak tangan, ala dolanan hompimpah!. Tertera di balik bungkus. Lengkap urutannya. Seperti khas sajian instan lain, memang di modifikasi bagi tipikal survival ala kadar. Siapin peralatan masak umum. Nimbrung dapur. Secara sederhana dijabarkan begini.. ni..,

1. Siapin beberapa peralatan. Kompor.. piring.. dan alat pemasak wajib lainnya. (seperti inzet di sebelah)
2. Siapin 2 gelas air dengan takaran 200mL.
3. Nyalain kompor dan tuang air pada wadah pemasak berikut sohun & Jamur. Aduk sohun hingga matang.
4. Sementara, siapin pula bumbu, minyak soto dan cabai bubuk di mangkok.
5. Selanjutnya tuang sohun dan jamur beserta kuah kedalam mangkok, campur hingga rata.
6. Selanjutnya sajikan...

Mau sebagai menu utama atau lauk pelengkap nasi.... silahkan ganyang dengan penuh konsentrasi. Dijamin halal thoyibban! Mau maem sendiri... bahkan bergerombol sekalipun. Boleh kog! Asal tidak mengurangi jatah ransum rekan penyicip. Dan jangan merasa berdosa klo ada pihak yang masih ngiler mengharap porsi lebih. Ikuti pesan moral, pepatah-petitih... "Nyaman sama di mulut... kurang, yah bikin lagi !!!"


Testimoni pribadi ...
Nyam-nyam-nyam..Nyaman! sluruuup, seruput. Pastinya, hidangan Sotoji akan lebih nikmat jika disantap saat kondisi hangat. Memang gak dipungkiri, dengan disertakan jamur tiram, Sotoji menjadi beda dengan yang lain. Kenyal.. nendang-nendang gimana gitu! Gurih! dengan baur sensasi aromatik minimalis bumbu rempah. Meski tentu saja, sekali lagi, gak bisa dibilang mendekati rasa komplit 'soto' yang sebenarnya. Terlanjur foremon saya berharap deteksi aroma khas. Terutama serai dan bau tajam daun bawang. Sayang, aroma ini gak nongol dari semerbak hangat Sotoji. Daya endus yang ter-eliminasi. Sedikit hambar dengan tanda "kutip". Dan opini ini semoga menjadi masukan bagi pihak pabrik terkait.

Seperti ungkapan rahasia umum bagi kalangan kuliner. Faktor "berani bumbu". Imbuhan yang semoga dalam produksi sotoji berikutnya akan tergerak lebih inovatif. Memainkan "pangsa rasa" dengan tambahan varian rempah khas Tanah air. Padahal klo merujuk referensi kuliner khas Soto. Wah! kurang apa hayo!
Sebut saja via urut.. soto Banjar, Madura, Lamongan, Kudus, Betawi, dan lain-lain. Ini saja belum kelar habis perbendaharan masakan khas. Masih ada lagi racikan soto khas yang sudah cukup terkenal. Semisal Soto Gubeng asal Surabaya. Sebagaimana kriteria gamblang tentang soto dari wikipedia.

Next, baru menggagas sotoji perdana saja, saya sudah cukup salut kog! Secara filosofi, perusahaan ini terasa punya 'kadar' nasionalisme yang patut dibanggakan. Mampu menghadirkan panganan instan namun dengan tidak meninggalkan ikon ke-Indonesia-an. Dan ini sesuatu yang lain!
Terlebih (jika dan hanya jika) berani menggagas lebih jauh. Sotoji dengan variabel pilihan rasa Soto khas Nusantara. Setidaknya, kelak akan lahir kecintaan dan kepedulian terhadap produk karya dalam negeri. Dengan sinergi dan identikal warna Nusantara. Saya tersenyum, nyaris bergolak. Bahkan filsafat Bhinekka tunggal Ika bisa tercermin dari sekedar kreatifitas rana kuliner ( Berbeda-beda.. tetapi tetap satu rasa ) Sekaligus tip&trik garap idealisme terselubung. Bisa jadi. Mungkin saja. Disisi ini, gak perlu lagi tunggu ucapan khas pak Bondan Winarno, makyuuuus! Ini lebih pada gerilya aksi MakKKJoooos!!!

Kembali pada tampilan menu saji,
Tergerak siasati menu hidang. Mumpung lagi intens semangat ber-eksperimen. Terkait dengan identitas konotasi siap-saji tadi. Saya mencoba menyertakan partikel tambahan, persis gambar sampul depan kemasan. Ada hiasan tomat... taburan bawang goreng dan sedikit perasan jeruk nipis. Terlewat kecuali pajangan telur rebus. Lantaran stok di kulkas lagi ludes.
Belakangan muncul ide mendadak. Saya menyempatkan lari ke warung tak jauh dari rumah. Sekedar jajal ide spontan. Penyertaan lain, taburan kacang asin dan irisan sosis. Bahan yang murah-meriah. Semudah memperoleh di beberapa kios pinggir. Hasilnya, memang beda. Sensasi goyang lidah kian rancak. Aktif berdecak... seruput yang aduhai. Berkah berkuah.. sensasi kaldu yang undang liur jatuh. Kunyah emang kunyah! Apalagi ditambah partitur 'kriuk-kriuk'... bunyi merdu butiran kacang asin. Begitu nikmat diselingi slice of so Nice. Berbaur segala atribut penganan kecil di semangkok purnarupa Sotoji. Aaah..... Wouuw... Hmm.... Ouch-Yessss! panen celetuk, gumam ber-gumam....,
Dan ini gak bisa anda... kamu... se-Kalian cuma bayangkan. Ter-imingi oleh my taste-moni (baca: testimoni mandiri). Tanpa berani uji-coba sendiri. Silahkan.... silahkan....,


Last but not least, terus maju Sotoji... demi perbaikan citra sekaligus cita-rasa...,
Untuk realisasi wacana dan dedikasi kuliner Indonesia.
Semoga tercapai...

demi lidah-lidah menari...,
desis kompor.. celoteh duel sendok-garpu.. sekerabat panci
Demi Tuhan & para koki... (saya ketagihan!)

DEMI...kian! ..........seKIAN!


sekedar catatan kaki ;
postingan ini di buat dan disertakan pada Lomba menulis Sotoji versi blogger.

Kamis, 02 Februari 2012

Kampung Melayu Ampenan....,

Postingan ngadat,
Lumrah saja. Mengingat begitu banyak sajian pilihan gambar yang bisa di pilih. Tapi gilir mana yang paling representatif sebagai wajah asli Kampung Melayu, ini yang bikin bingung. Terutama suguhan gambar ikonik yang merupakan esensial tematik. Ah! kenapa tetap saja seolah saya di siksa dan risih?
Padahal, sekali lagi gak ada aturan baku! Sajikan apa apapun
yang ada.. ditemui, dari hasil olah indera netra. Kelilipan aura kisahnya, syukurlah...,

Selayang pandang. Mendengar 'kata' Kampoeng Meladju tentu akan merujuk pada konotasi struktur dinamika sosial. Melayu, identik keberadaan bangsa pribumi. Suku rana budaya di bilangan teritorial Sumatera bahkan jajaran entitas negri Malaysia. Agak persis dikatakan begitu, sempatkan baca rujukan wikipedia. Dan jika dikatakan sebagai ras khas, titik wilayah pertemuan budaya Nusantara. Bisa jadi benar. Begitu pula dengan konotasi warga pesisir. Sebab, kampung melayu Ampenan berlokasi tepat eks pelabuhan lama. Masih dilengkapi peninggalan bangunan tua sisa era kolonial. Dimukimi oleh perwakilan sejumlah suku, antara lain. Sulawesi, Banjar, Jawa, dan suku lokal Sasak. Disamping juga akulturasi pendatang Arab, china, India. Baur sejak duluuuu kalaaaaa.....,
Dan mengawali image pembuka (inset atas). Sengaja saya pilih plank nama jalan di mana saya tinggal. Jalan Seroja. Menghantar lintas jenak pada nama grup musik kejayaan trending irama melayu. Tema vintage.. dengan fluktuasi nada, mendayu-dayu.., Alamak!

Dan sajian potret berikut semoga kian menjadi bianglala penghantar wacana,
Inilah paras eks pelabuhan lama. Kini tinggal menyisakan bekas pondasi dan gelintir onggok pancang tiang besi tua. Seolah mengisahkan sisa peninggalan, potret legenda kota Bandar yang berjaya di waktu silam.
Kini, tiang pancang itu lebih banyak dimanf
aatkan oleh para pemancing sebagai fasilitas hinggap. Interaksi intim dengan kelompok camar, yang bertengger di ujung tumpul besi. Sambil melukis noktah guano.
Buih-buih ombak tampak memutih dengan shaf gulungan alun. Memecah debur... dan menerbangkan kristal asin di sekujur pori pengunjung. Bukan tanpa sebab. Momen ini saya jepret ketika tiba musim angin barat. Gelagat menyambut imlek... gong xi fat choi 2012.
Dan memang tidak jauh dari aspal lurus memasuki kompleks pelabuhan terdapat vihara. Tidak terlalu besar. Tapi disaat momen perayaan imlek cukup riskan macet bagi alur lalu lintas selasar aspal utama tadi. Jamaah budha yang ingin sembahyang berdatangan dari penju
ru ceruk kota. Memadati hari raya. Dan sepanjang hari itu vihara bernuansa merah. Kepul hio bak halimun, jauh mengalahkan pesona warung sate. Tajam menusuk hidung oleh daya hantar angin. Dan talu genderang (konon diasumsikan sebagai tabuhan mengetuk langit) menandakan kegembiraan aksi barongsai. Warga sekitarpun berduyun datang, sekedar menikmati atraksi dan obsesi ciprat angpaw. Kali ini saya gak geming, berbaur seperti tahun sebelumnya. Padahal mestinya menawarkan banyak poin of interest fotogenik.

Persis sebelah barat vihara, adalah lokasi Depo Pertamina
Ampenan. Aktivitasnya berjalan rutin. Seliweran mobil tangki minyak ukuran sedang dan besar. Menyempatkan bangun pagi, bagi penggemar fotografi aliran Human Interest (HI) tentu akan banyak menuai momen aktivitas. Seperti jejalan sopir truk tangki menunggu jadwal panggil. Bergerombol dengan uniform biru. Atau bisa mengabadikan aksi pemburu "bensin tetes". Berlarian tak peduli terik menyambut truk tangki pulang kandang. Demi rejeki.. etalase bensin eceran. Ach, ada saatnya saya bakal nimbrung lebih intens.

Dari komplek Depo Pertamina dan Viahara, sedikit bergeser selatan dikit. Pecahan aspal jalan Aria Banjar Getas, terdapat bongkahan gudang tua. Sebenarnya, ini bukan 1-1nya graha kuno. Tembok kokoh berhias kerak lumut kering. Dan beberapa sudut kadang berhias tumbuhan paku. tumbuhan parasit.. sisip hijau yang ala kadar. meski tidak secantik dan menawan tempelan anggrek.
Gedung.. alias gudang yang satu ini masih fenomenal. Menurut saya pribadi loh! Selain masih bertahta ejaan lama " Goedang Hookie". Betapa secara tidak langsung menunjukkan semangat akulturasi itu sendiri. Kata-kata serapan asing yan
g di rangkai dalam frase. Sebagaimana perwajahan 'umum' pada jaman-nya.
Gudang keberuntungan ini memang masih dipertahankan. Bukan tanpa sebab, Seperti tabiat umum kekinian, pemilik etnis tionghio lagi terfokus bisnis sarang walet. Prospek keuntungan menggiurkan dari segi hasil. dan jika, gudang ini mampu dihuni warga walet! komplit dah fungshui-nya... mempertebal pundi dompet. Walet selalu identik "wallet". Sekali lagi, gak bisa dipungkiri.. kata maupun frasa, memiliki kekuatan tersendiri.

Satu lagi , tempat ketinggian yang paling saya sukai adalah menara suar milik dinas Perhubungan. Tegak menjulang. Berwarna putih. Tulangan besi... siku dan anak tangga yang mulai keropos. Cuil-gupil digerogoti ulah embun asin. Bisa jadi, struktur mercusuar ini merupakan poin tertinggi dari julangan menara yang ada di penjuru tempat Pelabuhan dan lokasi sekitar. berfungsi kiblat, pencerahan bagi nelayan dan kapal yang bergerak arungi celah selat Lombok. Menghantar benang cahaya...., Kerap menjadi tempat saya bermeditasi. Bilik terbuka, persinggahan sementara. Sekedar renung singkat di ketinggian. Lempar daya visual... menuai semilir angin laut. Bahkan menyaingi level canopi-canopi seng yang menghampar luas. Coklat oleh sebab korosi. Gelombang karatan penutup atap. Stagnan... dominan.



Lalu apa saja yang menarik dari aktivitas manusia-nya? sisi Humaniora dari kacamata pribadi. Khas dan pembeda. Biarkan kamera saja yang bicara...,




tim kesenian rebana kampung Melayu.. ini dokumentasi saat perayaan Maulid lewat. Di tempat kami dijuluki Hadrah.
Sesi lain, tim hadrah biasa melakukan kunjung sesama anggotanya dengan tidak membatasi lokasi. Sesuai keinginan dan kerelaan pihak pengundang. Artinya bisa diluar kawasan kampung Melayu. Rutin sekali seminggu. Selain ajang latih, juga bina silaturahmi .
Kesempatan lain tim Hadrah juga bisa disewa tampil dalam pembukaan acara khusus yang diadakan oleh instansi maupun perusahaan tertentu. Biasanya saat menjelang bulan ramadhan.
Kelompok lain, bahkan pernah diundang sampe Malaysia dan Brunei



saat perairan tenang... beberapa warga "non nelayan" turun laut.
Berbekal jaring apung dan ban sebagai pelampung mencari ikan.
Hasilnya, kadang sebagai lauk santapan di rumah, atau jika agak banyak para istri akan tergerak menjual ikan tangkapan dengan berkeliling menawarkan ke tetangga.
mobiling marketing.... jaminan-nya, ikan lebih fresh!


ini salah satu bentuk kreatifitas remaja masjid Babussalam - Kampung Melayu. "Garap" calon mempelai pria yang hendak ijab kabul sebelum prosesi akad Nikah.
d
Diarak putar kampung dengan iringan bahana tabuh rebana..,

tujuan semata memeriahkan... sekaligus shock terapi untuk seorang figur suami yang gak boleh gengsi.. demi menghidupi rumah tangga-nya kelak. Sekalian perkenalan pada warga lain.. *notabene untuk pendatang baru di kampung Melayu