Selasa, 12 Februari 2013

Rebo Bontong 2013

suasana Rebo Buntung di muara kali Jangkuk - Ampenan
9 Januari 2013...,
Mengulas catatan lalu. Selang 2 hari dari nota terakhir di liputan kebakaran dan paska tsunami "kecil" di pesisir Pondok Prasi - Ampenan. Ternyata masih ada kelanjutan agenda lain. Pampang baliho besar di jembatan Jangkuk cukup tegas merapal informasi. Akan digelar ritual adat " Rebo Buntung dan Tetulaq Tamperan.
Hanya saja lokasi perhelatan akbar ini agak jauh dari Mataram. Tepatnya di Pantai Tanjung Menangis, Ketapang. Kecamatan Pringgabaya masuki wilayah Kabupaten Lombok Timur. Ada banyak hal yang melatar belakangi kenapa momen ini menjadi sangat istimewa. Pertama, dikatakan warisan leluhur sebagai ritual adat yang layak dipertahankan eksistensinya. Dinas pariwisata setampat bahkan mendukung penuh, mengingat kans sangat potensial sebagai event wisata. Sehingga telah dinyatakan sebagai agenda wajib dilaksanakan tiap tahun. Sekaligus sarana hiburan bagi rakyat.

Apakah acara ini hanya dilakukan di wilayah Lombok Timur saja? Gak juga! satu referensi kanal maya menyebutkan ritual rebo Bontong hanya dilaksanakan di 3 tempat saja. Yaitu sungai Jangkuk, tepatnya dibagian alur sungai yang membelah kota, tepat di perkampungan Dasan Agung. Pantai Tanjung Menangis - Lotim, dan pantai Kurandji, masuk wilayah Lombok Barat. Pesisir persis arah zona Ampenan selatan.  (tampak pada inset diatas).
Tapi dari hasil mesin pencari, saya mendapati bahwa ritual ini-pun dilakukan oleh para warga gili MatRa (Meno-Terawaangan- Aer : red). Dan jika mengulas kali Jangkuk. Bahkan di spot muara, warga Kampung Melayu masih melakukan ritual ini. Sekalipun hanya cuma mandi.. sekedar ber-basah ria. Bersenang-senang... senda gurau, sambil balut niat setengah hati dengan bekal keyakinan ala kadar, mandi safar. Demi menyambut momen babak berikutnya, Maulid Nabi Muhammad SAW. 

dewasa.. tua-muda ngumpul jadi satu
Jika di Lombok dikenal Rebo Buntung, masyarakat Jawa, Sunda, kalimantan Selatan dan Bangka Belitung menyebut istilah Rebo Wekasan. Baik rebo Bontong dan Rebo Wekasan meyakini hal yang sama. Yaitu membersihkan dan mensucikan diri sebelum memasuki perayaan maulid Nabi. Kedua tradisi yang cuma beda istilah ini merupakan sebuah nilai muatan lokal yang terwujud dalam bentuk semangat akulturasi antar agama dengan kearifan budaya setempat. Yang kembali lagi, demi tujuan perkayaan promo wisata akan sangat berpeluang dikembangkan dan mengundang pundi PAD. Itu alasan paling mudah ditengarai. Digaris bawahi... layak bertanda centang-perenang. Hehehe....., 

Dilema 2 kubu...,
Agak riskan, bahkan cenderung miris. Ketika sebagian pihak mengaitkan seolah momen ritual adat rebo buntung dikatakan syarat nilai agama. Tuntunan mana? agama mana?. Terlebih bakal menyesatkan jika ungkapan macam ini dilontarkan oleh pemuka agama. Tokoh agama dengan plat resmi islam. Saya akan maklum klo sekedar diucapkan oleh petinggi instansi pemerintah. Toh sekedar jadi rekayasa demi obsesi mendongkrak pamor wisata. Dan yang makin parah beberapa artikel yang mengulas wacana yang sama, pun pula, ada yang dengan santai menulis, ber-kalimat penutup...Adat bersendi syara'... syara' bersendi Kitabullah.
Unik memang. Seperti sudah menjadi tabiat kolot, soal kait-mengait antar kejadian. Mungkin sudah anugerah watak mendasar klo kita paling bisa bikin rangkaian momen satu dengan lain. Sambung... jalin-pilin momentum. Pokoknya harus berantai !! dan bila perlu di perkuat dengan titah tokoh agama lokal. Pasal mau di tunjang hadist atawa landasan ayat Qurani, yang sebisa mungkin mepet makna pendukung. Bukan esensi ... namun cukup nyerempet secara bunyi bahasa. Oke-oke saja.....,

Urai kasus mudah. Semenjak awal tahun 2013 perilaku cuaca berubah intensitas ekstrim. Secara kajian BMKG ditengarai sebagai akibat badai Narelle. Beberapa wilayah di Indonesia yang dilalui 'alur badai' rentan mengalami hal serupa. Sama halnya wilayah Nusa Tenggara dikatakan juga terkena dampak sekedar 'ekor' badai Narelle. Lucu-nya dengan ada-nya limpah badai tadi gelaran ritual rebo bontong diselenggarakan. Segera di wujudkan dalam pelaksanaan sembah laut. Berbaur kutub berbagai nalar dan referensi kajian nara sumber. Opini lain bilang, menjelang ritual rebo bontong ditandai dengan transfer energi alam berupa aneka rupa penyakit. Masuk akal sih! toh badai notabene angin adalah media natural yang mampu memindahkan epidemi penyakit antar zona di belahan bumi kita. Perubahan iklim global sudah cukup mampu memberi dampak itu. Semisal mulai beredar-nya benih penyakit baru yang sebelumnya hanya ada / khas wilayah negara tertentu. Hatta, dulu-nya berada di wilayah ter-isolir sekalipun.
Dan ini semacam menjadi sinkronisasi dari ritual rebo bontong. juncto mandi safar pelaksanaan dekati fenomena kejadian badai Narelle. Konotasi wujud syukur sekaligus menolak bala yang dilakukan dengan melakukan larung sesaji. Andai saja tidak ada kejadian badai di awal tahun, lalu dalil apa lagi yang bakal jadi alibi? Pergerakan dinamika waktu yang seandainya di tahun berikut (2014) tidak ada Narelle. Kemudian jatuhnya safar persis masuki februari yang biasa ditandai dengan angin besar jelang Gong xi fat chai. Apakah badai tahun baru cina itu akan ikutan jadi alibi demi dalil kuat penyelenggaraan ritual adat. Entahlah...,
Bedah runut, toh sebenarnya acara larung sesaji di Lombok sebenarnya juga sering dilakukan oleh komunal  masyarakat nelayan di wilayah Tanjung Luar. Saya tau-nya dengan istilah Ngalamak Lauk. Hanya saja masih bersisip unsur kepercayaan Animisme, balur dengan nuansa adat sulawesi yang diwarisi leluhur adat komunal Bajo, khas masyarakat pesisir. 
Lalu lebih ditelaah lagi, tentang mandi safar. Tentang konsep berbenah, tentang program bersih diri yang konon entah diyakini semacam tuntunan demi afdol-nya masuk agenda Maulid Nabi. Menjadi ajang hiburan rakyat. Terlebih menjadi agenda menarik bagi khazanah menarik minat wisatawan untuk kunjung ke daerah. Yah! apalah beda-nya dengan mandi jama'ah bagi masyarakat hindu di India, bergenang-genang ria di sungai suci Gangga.

Mau dikaitkan apalagi? kalo masih kurang, tengok saja diwilayah Kabupaten Lombok Utara (KLU). Bahkan ada 1 wilayah yang ber-inisial Gangga. Hanya saja point of interest yang sering diunggah adalah site air terjun. KLU yang terlahir sebagai kabupaten terbaru (2008) sudah barang tentu akan menjadikan sebagai aset wisata alamiah-nya. Karena dari bentang lansekap, selain laut.. primadona 3 gili Matra. Bagian kaki Rinjani merupakan stokist dari beberapa juntai air terjun. Hanya saya belum tau tahapan ide apa yang akan digarap oleh pemda setempat. Toh bisa saja, seandai-nya dalam perkembangan membangun kota Hijau, saya pernah mendengar istilah Sister City. Dimana ada akad kolaborasi antara 2 kota beda negara menjalin kerjasama demi rupa-padan dan ciri khas adat kultur, secara misi dan visi memiliki program kompak dalam terapan aksi. Dan bahu-membahu membangun citra pariwisata yang mengandalkan utamakan lebih peduli HIJAU. 
Kenapa tidak, jika kemudian Gangga (KLU) menjadi semacam miniatur sungai Gangga India. Terlepas apakah disana... ditubuh cabang anakan sungai (creek) berpeluang dikembangkan beberapa titik ajang ritual mandi suci. Tentu bukan latah mengarahkan pada konotasi mandi safar. Tapi mandi sebenar-benar mandi. dalam arti harfiah dan etimologi muasalnya. Hehehe.....,

Bahasan jelang titik nadir...,
Perihal versi bersuci. Ternyata tidak juga cukup bagi kita 5X dalam sehari. Terlebih jika masih ditambahi ibadah sunnah lain-nya. bersuci demi bersuci... ulang-bersulang hakikat limpah hidayah air. Menampik kondisi krisis minim bahan liquid.
Lalu bagaimana bila ritual tolak bala tidak tercapai. Entah jika secara islami bisa berwujud istisqo' (mohon curah air) maupun pelaksanaan sholat Taubah sekalipun. Enggan dilakukan oleh umat pemeluk. Sebab niat yang tumpul. Setengah hati... gak rela kaffah, akhirnya senantiasa berpikir alternatif. Jahil-jahil.. liah-liah*.. modernis!
Bahkan, bukankan secara gamblang begitu sering disisip dalam bait qunut subuh. Sambil membalik telapak tangan, sang imam pemimpin... di-amini jama'ah komplit. "Allahummad fa' anna minal bala, faqsa..dst". 
Akhirnya, seolah tiba pada konklusi. Jatuhnya bala' kalaupun memang bakal datang secara kehendak sang Kuasa, bakal selalu menjadi kutub dilematis. Disatu sisi umat muslim (disini) rajin tengadah demi menghadang datang-nya Bala'. Namun sebagian yang lain justru mengharap bala' untuk disegerakan tiba. Terwujud... dan kemudian lalu dijadikan ajang "pesta" semarak. Mensyukuri bala'. Tidak ada lagi kontinuitas pahami super indera Sang Pencipta. Tidak akan pernah ada Tuhan yang Maha mengetahui segala isi hati. Lupakan juga, sebaris statemen Kitabullah.. bahwa Allah maha pengabul... dan menuruti segala apa yang di mau oleh mahluk-Nya.


Catatan Redaksi
* Liah : dalam bahasa lokal sasak bermakna liar. grasak-grusuk

Minggu, 10 Februari 2013

Green-Belt khas kota Mataram

Aktivitas pagi di lorong Jangkuk
Tentu kita semua pernah mengenal apa yang disebut Green Belt. Atau biasa disebut sabuk hijau yang menghiasi jalur perkotaan umumnya. Berupa deretan tegakan pohon/ terumbuhan baik itu yang berdiri sepanjang kiri kanan jalan aspal, Maupun yang sengaja tumbuh di "pematang" pembelah 2 jalur aspal. Definisi singkatnya yang saya kutip di kamus maya disebutkan "a belt of parks or rural land surrounding a town or city". Jalur taman atau zona pedesaan yang mengelilingi kota. Bahkan bisa dikaitkan sebagai bagian dari program peduli hijau. Entah itu berupa aktivitas pertamanan, gerakan reboisasi, maupun konsep pengelolaan lingkungan lainnya. 
Jika kunjung Jawa. Pemandangan paling eye-catching bagi saya adalah view perbukitan teh. Hamparan meluas batas hingga penuhi kantung visual. Hijau yang menawan. Jejumput ujung dedaun sedikit menambah varian kuning. Dibilas terpa cahaya surya, idealnya saat condong pagi dan jelang senja. Pemandangan tadi akan semakin klop ketika baur aktivitas para ibu pemetik daun teh. Kegiatan Human interest yang selalu undang tekun, ogah berpaling. Maka tidak mengherankan bagi kalangan kaum Jawa-dwipa mengenal istilah pewarnaan tersendiri. Ijo royo-royo.... Seperti terdapat pada bait lirik karya sunan Kalijaga. tembang Lir-Ilir.. tandure wus sumilir (Sayup-sayup bangun dari tidur, tanaman sudah mulai bersemi). Jika mengaitkan teori irisan spektrum warna... entah di posisi mana. Barangkali Hijau Pupus.

Floating Green belt
Bermukim di Lombok. Bukan berarti tidak bakal menemui sajian seperti kajian prakata diatas. Ada banyak kegiatan dan ciri bercocok tanam yang memiliki taste khas kearifan lokal. Mengunjungi atap Bayan (nun sana mendekati up-land Rinjani) kita akan disuguhi konsep Bangket Bayan. Sistem cocok  tanam sawah dan pengaturan irigasi yang dibangun turun-temurun di kalangan komunal Desa Bayan. Sangat khas sistimatik tradisional, high-lander. Artikel ini sebenarnya pernah saya coba ulas. Cuma sayang kehilangan stok dokumentasi pribadi. Sekitar 4 tahun lalu. 
Menurun level pertengahan. Sajian eksotik adalah perkebunan kopi. baik milik perorangan, maupun perusahaan. Brand terkenal yang dikelola oleh satu korporasi adalah merk Kopi555. Cuman belakangan ini sepertinya meredup, tersaingi oleh beberapa brand instan asupan distribusi dari daerah lain. Kopi sachet ala pabrikan. Di ketinggian dataran sedang, lebih identik dengan lokasi penanaman lahan tembakau. Gak berkala. Tapi selingan paska musim tanam padi. Saat jelang musim panen suasana juga menarik. Aktivitas pekerja pemetik daun tembakau juga bernuansa karakter tersendiri. Terutama kegiatan sejak petik daun hingga proses di oven tembakau.  Saya beberapa kali kesempatan sekedar aksi pengamatan. Belum tergerak mendokumentasikan lebih jauh.


 ibu pemetik Kangkung dibawah bayangan jembatan
Next, karakter unik dan beda panen pucuk daun justru ada di bilangan level down-land. Sungai dan aliran kali yang membelah kota Mataram. Merupakan pecahan sungai besar, Sub-Sungai Dodokan. Meliputi kali Meninting, Jangkuk dan Ancar. Bagi saya inilah floating green belt yang memberikan banyak fenomena khas bagi kehidupan warga disekitarnya.
Floating Green-Belt ini berupa tanaman kangkung khas Lombok. Karena tumbuh di lahan basah speiesnya jenis kangkung rambat. Menjulur ambang dipermukaan air. Selain itu vegetasi hidrofit ini merupakan komoditas unggulan bagi sebagian warga yang tinggal di sepanjang sempadan sungai. Mata rantai penunjang finansial. Mudah perawatan. Cukup memanfaatkan ketersediaan lahan basah, atawa Wet-lands. Dan tidak memerlukan pupuk khusus. Segalanya berjalan alamiah. Pasang tonggak khusus dan bentang tali, selanjutnya semua pemilik bersinergi olah dan mengawasi proses tumbuh. Musim tanam kangkung kali dilakukan sepanjang waktu. 

panen harian untuk dijual di pasar terdekat
Hanya stok bisa bervariasi. Melimpah saat diluar musim penghujan. Sebab debit dampak curah hujan tinggi memberi peluang regulasi arus kali lebih kencang. Bahkan riskan banjir. Hanya sebagian warga saja yang bertahan menanam kangkung. Artinya sajian pelecing kangkung masih bisa didapat di rumah makan manapun. Terlebih di menu hidangan rumah tangga.
Seperti juga aktivitas para ibu pemetik daun teh. Kebanyakan hanya kaum ibu saja yang panen di 'taman' apung itu. Cukup berbekal pisau dan ban bekas, atribut wajib untuk penunjang kerja. Mengapung.. potong ujung putik, sambil sesekali membersihkan 'gulma' berupa subsidi sampah. Mereka riang satu sama lain. Berceloteh... senda gurau dinamika sosialita khas warga urban-sempadan. Kerap geli tiap mengamati prilaku-nya. Mereka terlihat seperti bocah di kolam renang, bermain air. Kecipak tangan-kaki bekal 'dunkin-dunat' warna hitam, ngepas di lingkar pinggang.

memilih sampah diantara kangkung
Selain petani kangkung, ada sebagian warga juga berprofesi pencari pasir. Mereka bersinergi meski dengan beda kepentingan usaha. Bahkan diluar jadwal kerja, ada beberapa gelintir orang yang memanfaatkan luang mengais rejeki lain. Memunguti aneka limbah sampah yang terbawa arus hingga mulut muara. Kebanyakan sortir sampah plastik. Artinya secara langsung mereka melakukan pola simbiosis mutualism. Keberadaan usahawan penampung barang bekas telah menciptakan sebuah peluang mata pencaharian. Menurut data statistik mulai marak sejak lima tahun terakhir. Dus, secara gak langsung ampas sampah mulai dilirik sebagai kans nilai tambah, raup sejumlah nominal rupiah.
Khusus aksi kaum pemulung, mereka biasa pinjam pakai beberapa rakit persegi milik para pencari pasir. Bahkan ada juga kerabat penggali pasir yang kerja rangkap. Istilah sasak-nya poroq-poroq begawean timbang momot meco. Iseng bekerja daripada diam sama sekali. Rupanya kegiatan ini memberi pencerahan pembaharu. Kali menjadi bersih. Kangkung secara tidak langsung menjadi semacam filter alamiah. Sekalipun bukan berarti sudah bebas 100% dari sampah. Gulir semboyan inspiratif, reduce.. reuse..recycle.
Semoga kelak kesinambungan ini berdampak positif. Bahkan saya masih terbayang kisah para tetua Kampung Melayu mengenang nostalgia kisah. Jangkuk dulu jernih.... sedalam dasar lubuk...  sebening lubuk hati, dan demi sejengkal niat. Berbenah... bersih-bersih.

*inset foto diambil di lokasi kali Jangkuk - muara. 

Jumat, 08 Februari 2013

kabar awal Januari 2013

Sungguh, sudah lewat waktu. Sebulan ini hampir terjalani dengan berbagai variasi kegiatan. Sepeninggal catatan akhir blog. Atau lebih tepatnya log-book (brangkali).... Terlalu jenuh disiksa koneksi yang lemot. Alhasil kini saya membekali dengan 2 opsi modem. Gak ada yang utama. Cukup berfungsi back-up. Penunjang 1 sama lain...,

Selayang pandang Januari 2013...,
Seingat saya masih berkutat dengan sepoi badai Tropis, yang disebut-sebut dengan inisial Narelle. Itupun bercampur dengan dominasi langit mendung. Pekat atau sekedar kelabu tipis. Subsidi hujan sudah tentu menambah intesitas curah dari biasanya.  Kian menambah daftar iklim yang tidak bersahabat. Tumben mendekati Februari, yang biasa lebih identik kecamuk angin barat di peralihan tahun baru China, Gong Xi Fat Cai.
Bagi kami yang bertempat tidak jauh dari pantai. Tentu terlampau mudah mengidentifikasi datangnya gempur angin. Pesisir Ampenan yang berjarak kisar 400meter cukup mampu menghantarkan debur gema hantaman ombak. Terlebih jika malam beranjak lebih larut. Lengang semakin beri kans hiruk-pikuknya. Keras angin juga membawa dampak lain. Listrik kerap padam. Bahkan bisa sampe 5-6 X byar-pet! Bisa dimaklumi efek yang terlanjur mudah diterima nalar. Musim banyak pohon tumbang. Tentu, menjadi tugas berat Dinas Pertamanan Kota Mataram dan institusi PLN. Setiap keluyuran lintas aspal pemandangan itu akrab ditemui. Pangkas rimbun tajuk daun. Herannya kog baru beraksi ketika geliat angin sedang getol kuat hembus. Selalu bukan tindak preventif. Antisipasi yang mubazir. Mau bilang apa lagi klo sudah begitu citra kinerja. 

Aktivitas foto saya sedikit berkurang. Lembab... kuyup basah bukan kondisi yang ideal untuk daya tahan kamera tipe low-end yang saya miliki. Nikon D3100... bukan jenis item yang tahan banting dan tangguh di medan ekstrim. Toh, mesti tetap disyukuri eksistensi-nya memberi saya keleluasaan saat diperlukan. Still life, foto produk untuk asupan dokumentasi blog dan isi toko maya, juga tematik outdoor. Jadi minim kudu punya atensi extra demi asas manfaat selagi kondisi dan peruntukan sesuai dengan tujuan pemilikan. Semoga tetap bandel sampe Shutter-Counter tercapai limit akhir. Lumayan kuras kocek. Tapi semoga kelak bisa up-grade level semi-pro... atau sekalian tipe full-frame. gak usah nanggung punya obsesi. Hehehe.....,

7 Januari 2013 :
Sirkulasi pagi gulir seperti biasa, namun ada momen yang tidak biasa. Sisa 1/4 daya kantuk saya mendadak hengkang. Ada sedikit gema onar di depan rumah. What's news??... begitu buka pintu depan, mendadak saya disuguhi pemandangan kepul asap hitam. Membumbung tinggi diarah utara rumah berjarak 2 blok. Beberapa ekspresi panik mulai terlihat di wajah tetangga sekitar. Yah termasuk saya! Hanya sedikit lega, karena posisi asap tadi letaknya agak jauh dari zona kawasan Pertamina di pinggir pantai. Cuma dijajaran gudang tua nurut saksi mata yang melintas.
Antusias kambuh. Segera ambil kamera dan ambil sepeda kayuh dekati spot lokasi. Ternyata yang terbakar kios rokok non permanen, persis nempel tembok gudang tua berhalaman luas. Resiko-nya cukup besar. Dibelakang spot kobar api adalah lahan parkir beberapa truk besar pengangkut minyak. Persis berlajur deret ruko tua khas graha lama. Miniatur nuansa pecinan, China Town.
Bahkan, jarak 300 meter arah barat adalah zona kilang Pertamina. Tampak gurat cemas para staf Pertamina.  Ini termasuk dalam lingkar range utama... zona bahaya.

Bejibun manusia nonton. Anehnya wajah mereka hanya dipenuhi keingin-tahuan tanpa menyadari resiko. Saya tiba saat raung mobil PMK sedang masuki ujung gapura simpang lima. Segera aksi jepret berlangsung. Cuma masih jaga jarak 50-an meter. Dan satu momentum, mendadak semua orang berlarian menjauh titik zona api. Api menyembur julang atas.... hampir capai ketinggian 25-an meter. Momentum lari ini cukup menarik untuk di abadikan. Cuma tersadar, kuatir sepeda yang saya parkir, bakal jauh pengawasan. Sama saja konyol klo kecolongan. Ogah! cukup saya jepret dari jauh. Selanjutnya saya gegas pulang... dan balik lagi. Ngos-ngosan berlarian gak mau kehilangan segmen peristiwa.
Gitu balik suasana sudah lebih rame dari sebelumnya. Dinas PMK sudah mulai semprot air. Sementara beberapa rekan wartawan terlihat nyusup di antara kerumun manusia dan petugas pemadam. Yah, akhirnya terkuak dari mana sumber api. Ternyata kios rokok selain menjual bensin eceran juga menampung sejumlah drum berisi solar. Bumbung api tadi penyebab utama ada 1 drum yang tersulut, dan meletup karena tertutup. Panas kobar api telah memaksa permukaan atas drum menjadi cembung! Dan pastinya efek panggang api telah menyebabkan golak kian meningkat. Syukur gak meledak! Padahal gak terbayangkan klo saja drum tadi dalam posisi tergeletak...entah kemana arah sembur-nya.

Tim PMK dinas kota Mataram bergegas umbar aksi. Sudah hampir 4 tanki air yang datang. Diantara hiruk-pikuk toh akhirnya muncul Janggal. Kenapa pihak Pertamina yang memiliki satuan pemadam (internal) gak bersegera tanggap lebih awal turun tangan? Analisa sederhana saja. Mestinya pihak mereka terlebih dahulu yang sigap mengamankan aset teritorial mereka dari ancaman rembet api. Kenapa mesti tunggu PMK dinas kota yang kedatangan bakal lebih lama karena jarak tempuh dan durasi penanganan selisih jauh?
Kumpulan logika ini semakin merangkai analisa berikutnya. Bisa jadi bagi pihak Internal Depo Pertamina Ampenan situasi ini menjadi bak buah simalakama. Secara gamblang mudah diirunut, bahwa muasal "pangkalan" distrik BBM eceran itu jelas ilegal. Bukan resmi mendapat "jatah" subsidi minyak... tapi merupakan hasil penimbunan ber-kala. Umumnya dari hasil oknum warga yang geluti usaha sampingan. Tangkap peluang bisnis "Truk Kencing". Dan pemandangan itu tampak nanar. Gak ada upaya penertiban. Gamblang di setiap pintu masuk & keluar depo Pertamina. Pasti ada saja warga belarian. Bekal ember atau wadah plastik cat bekas size 20 liter. Menghentikan truk tangki... beberapa detik saja. Cukup sekedar buka katup keran sekedar menuai "tetes" yang bernilai. Analogi mudah. Truk datang sore... artinya ambil sisa tetes. Stop truk pergi, keluar pagi berarti memanfaatkan sisa tetes, sekaligus yang lebih menggiurkan, adalah selisih kadar minyak yang dibawa tangki. Ada porsi lebih yang sebenarnya secara standar operasional kudu melebihkan sedikit jatah tampung. Untuk antisipasi susut, selama BBM di distribusikan ke wilayah tujuan. Ini sih fenomena umum bin lumrah yang bisa ditemui dimanapun. Bukan hanya Depo Ampenan!

1 jam berlalu, upaya takluk api mulai tampak gejala mengecil. tapi gak total padam. Bahkan aliran tumpahan solar yang terbawa air masih menyala. Dan secara perlahan tim Fire Fighter Pertamina mulai unjuk peran. Truk khusus mereka mundur perlahan dekati zona api. Tampak selang yang dijulur ukuran lebih kecil. Memang bukan keluar semprotan air. Tapi seperti bahan kimia tertentu. Gak sempat saya interview tentang bahan khusus apa yang dipakai. Hasilnya sangat efektif. Api mati seketika. Hanya setelah itu meninggalkan jejak bau yang pekat. Plus menciptakan efek semacam kabut tebal di sekitarnya. Serasa terkungkung dalam belantara halimun. Nebula putih.. ditambah langit mendung. Bahkan gak ada celah matahari. Suasana yang unik. Beberapa wartawan malah menyempatkan saling jepret ajang narsis. Memanfaatkan situasi. Kelegaan tampak disemua wajah. Sumringah. Hingga terlontar celetuk.. "Kenapa gak dari tadi?..Huh!!! "

Sejurus kemudian, alih tugas polisi memasang yellow band - Police line. Menandai poligon TKP. Aktivitas berangsur normal. Truk pemadam hengkang satu persatu. Berganti seliweran kendaraan lain. Halimun buatan tadi juga mulai menipis bersama terpa angin. Sudah cukup panen berita hari ini? ternyata tidak! Dari obrolan wartawan saya mendengar kisah lain. Dilalah tadi malam juga ada sedikit bencana dialami nelayan Pondok Prasi.
Selenting berita yang terlewatkan. Padahal semalam saya baru tidur jauh malam. Angin memang tetap gempita hantam pesisir. Bercampur gema house musik, hingar bingar kejauhan dipusat warga penampunngan titik Pelabuhan. Tabiat biasa... di kutat habitat.
Sempat pula mangkel. Heran sama orang-orang disitu. Angin kondisi mirip prahara, toh mereka tetap saja suka-cita... easy going.
Belakangan ketahuan, sekitar jam 11 malam ( 6 Januari 2013)  kondisi ombak juga bergelora hebat. Secepat kilat saya anjang sana observasi situasi. Bahkan kondisi lebih unik. Jajaran jukung jumlah ratusan yang biasa tata rapi di sepanjang pesisir Pondok Prasi berubah posisi parkir.
Hampir semua dihempas ombak hingga menutupi lintas aspal kampung nelayan disana. Kebanyakan rumah di garda depan semua dihujam moncong jukung. Sedimen pasir juga turut terangkat hingga menutup aspal. Terlihat lonjoran katir terserak sana-sini. Baik kondisi utuh dan patah. Pastinya jika dikalkulasi total alami kerugian besar. Terlebih situasi gelombang belakangan tidak baik untuk melaut. Seorang nelayan bertutur perihal situasi malam itu. Bukan angin penyebab ombak bergelora, tapi akibat dampak ombak sorong. Istilah tabiat arus yang menyebabkan pola pergerakan arus. Sampai-sampai mereka menyangka ada gejala tsunami.
Logika tepat, bahwa pergerakan dorongan arus kian meningkat tensi terjang. Bagaimana tidak. Posisi kontur pantai landai cuma tersisa dari garis Pondok Prasi ke arah utara. While, dari ujung Jangkuk - Melayu Bangsal daya terjang ombak diantispasi deretan krib dan tembok penghalang. Sehingga akumulasi daya tuang meluber kearah tepi pantai yang lebih landai. Tanpa atribut penghalang apapun. Alami maupun buatan.