Senin, 18 Mei 2009

Inisiatif Pelajari e-commerce


Ini memang salah satu judul yang pingin saya ulas dari sekian judul mangkrak. Masih berkaitan dengan pengalaman pribadi. Terkait dengan kapasitas referensi tentu bukan 1-1nya. Saya jadi kian terpana oleh efek fenomenal niaga yang terbangun dengan sistimatis, berdebut E-commerce.

Bisa juga dikatakan minat ini juga hadir akibat efek samping jenuh ber-internet. Ber-e-mail ria antar sejawat sekedar penghantar Tanya kabar. Browsing info terkait fokus minat..nimbrung komunitas mailist akibat kesamaan hobby. Demikian banyak alasan dan motivasi. Hingga suntuk, tempatkan diri mampir dan parkir di jajaran situs porno favorit. Manusiawi kog…

Serba instan awalnya. Seolah terkemas sebagai insan produk maya. While, saya masih kerap hindari dari ajang chatting. Bukan takut ketagihan, tapi keterbatasan donasi yang jadi aral utama-nya. Warnet standarisasi…


Starting poin,

SPAM ternyata membawa berkah kilas balik. Sampah elektronis yang kadang sengaja diciptakan oleh para pencari keuntungan pribadi di lahan maya. Melanggar kode etik. Tapi gak ada pihak yang mampu membendung. Mekanisme belum ada alias halal saja bagi pelaku. Kembali pada diri kita sendiri yang mau terkibuli atau tidak. Tapi demi proses belajar saya pernah menebusnya dengan alokasi waktu. Serta dana secukupnya untuk melihat pola dan modus operandi-nya.

Kembali bahasan pokok,

e-Bay menjadi ketertarikan tersendiri. Konsep niaga tanpa batas, terbantukan dengan hadirnya infrastruktur tehnologi digital. Konsepnya jalin kerjasama antar individu yang tertarik gabung. Barang jenis apapun bisa tampil. Bak sebuah kios…toko..swalayan..bahkan plasa virtual. Sebuah geliat perdagangan elektronis. Menyerap aspirasi… dari berbagai kalangan komunitas jejaring.

Sekedar tekan budget, saya membeli sebuah buku sederhana berjudul “Future of E-commerce”Menciptakan Kekayaan di zaman Jaringan. Penulisnya Sayling Wen. Usahawan bidang tehnologi dari Taiwan. Masih banyak deret gelar dan posisi-nya. Stop for that!!!!


Serapan materi

Ada banyak kredit poin yang menggugah. Fenomena dot.com. Kian menarik adalah ramalan masa depan Alfin Toffler melalui karya buku-nya. Future shocks dan the Third wave. Geliat masyarakat generasi/gelombang ke-tiga dalam gambaran rutinitas kini. Tentang kecenderungan global dalam tahapan rutinitas hidup. Dengan internet kita sebagai individu mampu bekerja di rumah. Hal ini bisa tercapai, gak ada lain dengan memiliki mentalitas mengacu pada masa depan. Olah peradapan dengan basis ilmu pengetahuan. Mengubah pola berbeda secara mendasar pada pekerjaan, hiburan, pendidikan, komunikasi, gaya hidup dan kebudayaan. Interaksi manusia sebagai landasan yang menghantar lahirnya peradapan baru.


Terkait e-Bay…,

Saya lebih terfokus pada format usaha dengan menciptakan kans-kans komersil. Tentunya setelah terbangun konsep komplit infratruktur masyarakat jaringan yang ideal. Melalui tahapan masa, peradapan beralih. Dasarnya metode penciptaan kekayaan, dengan menunggangi gelombang pada jaman-nya. Pantesan, muncul istilah surfing pada rana maya!!!

Dengan bekal pengetahuan memadai, semua orang (individu/organisasi) akan tahu bagaimana melibatkan diri dalam perdagangan elektronis/e-commerce. Semua pihak akan terbantukan untuk menjual mimpi dan idealism mereka! Comot bait yang menarik “Lebih baik merealisasikan impian secara terhormat”. Daripada perbudak diri dalam kancah ke-“tidak-jujur”-an. Misal, fenomena SPAM, yang gak punya identitas jelas. Manusia “instan” gadungan yang menyalahgunakan sirkulasi lahan maya. Demi kepentingan pribadi, upaya lugas ber-modus culas.

At least, ada berapa pondasi awal yang saya jadikan acuan bisnis elektronis. Pertama, konsep Ruangan tanpa batas. Artinya, semua-nya bisa dilakukan dimanapun, selagi terbekali sarana dan status on-line. Dust, terhalangi batasan geografis. Kedua, konsep konsevasi lahan, praktis dan hemat ruang. Sekaligus menerapkan gerakan non-eksploitasi land-use. Cukup berbekal showroom maya. Hal ini yang jadi ilham penamaan blog bisnis yang saya kelola, http://talk-showroom.blogspot.com.

Terkait konservasi lahan, dalam buku-2nya, Dr. Alfin Toffler sering mengungkapkan tentang fenomena “kota yang kosong”. Ada pemangkasan unsur penyanggah niaga, transaksi lebih ringkas, produsen ke konsumen. Dibutuhkan lebih sedikit kantor(agen), begitu juga toko dan swalayan. Pihak “perantara” (broker) kian menyusut jumlahnya. Sekalipun pada masa transisi masih terbuka peluang bagi mereka. Banyak gedung mangkrak, karena “latah” berpredikat showroom konvensional. Ruang pajang yang terbengkalai…..,

Wajar bila IT terbangun maka kedepannya bisnis real-estate cenderung menurun. Gak heran klo di Amrik harga condominium dan rumah eks used gak naik nilai jual-nya. Terbalik di Indonesia. Namun ada perhitungan lain. Geliat pembangunan bisnis property dibidang tourism akan menanjak. Gak bisa dipungkiri masih diperlukan pemenuhan refreshing batiniah. Dan ini lumrah manusiawi. Pasti ada titik jenuh nimbrung “mayapada” buatan manusia itu. Contoh, Negara-negara di Timur Tengah sedang getol membangun fasilitas tourism-nya. Konon, antisipasi sumur minyak yang kering.

Terakhir, IT hadir juga membuka luas peluang emansipasi kreatif lebih berkembang. Sekedar contoh, membuka galeri maya. Dan kans media promosi menjadi kian gencar, menekan budget konvensional. Tinggal pengembangan tahap gulir ber-sosialisasi. Pada komunitas sesuai minat dan hobi. Syukur-2 bisa mengundang selera penerbit…laik cetak. Capai predikat best seller. Dan raihlah sukses demi sukses….., semoga!!!!

Tidak ada komentar: