Membaca gelagat dibalik judul “konservasi”
Masih berhubungan langkah-langkah konservasi…, seperti ulasan di Seminar HAPI sebulan lewat. Amrik bikin gerakan minimalisir santap salmon, upaya perlindungan stok aset. Sebagai alternative berani impor dari luar negeri untuk pemenuhan konsumsi. Ada apa…? Kenapa..?
Berawal dari sini, aku mulai ber-upaya kian pertajam fokus minat, beranikan diri baca gelagat dari fluktuasi gejala fakta.
Perilaku salmon pada masa berpijah memang benar-benar unik. Ber-migrasi arungi samudra dalam kelompok besar (schooling) lalu bertaruh umbar nyawa demi kelangsungan regenerasi. Secara kebetulan sungai-sungai di sebagian wilayah Amrik jadi habitat mereka, sebagai zona berpijah. Menentang arus muara hingga capai hulu. Bukan kendala meski berupa beda level tinggi. Tanjakan dari terasiring lansekap down-line menuju up-line. Tak jarang, acap beberapa individu temui ajal dari tabiat prosesi alamiah itu. Terkait jebak faktor kondisi format alur sungai, diterkam komunitas grizzly sebagai predator, juga tiba-nya musim “panen” bagi manusia.
Kisah ini mungkin hanya sekilas pengantar. Lebih intens sempatkan baca buku “Langkah-Langkah Hijau - hidup lembut bersama alam” karya Aubrey Wallace. Disadur dari judul asli “Green Means : Living gently on the planet ”. pengantar: Mochtar Lubis – Yayasan Obor Indonesia. Terdapat 1 materi bahasan khusus tentang salmon.
Satu kesempatan di forum maya, seorang sobat on-line berbagi forward pesan e-mail. Berisi ajakan bagi siapa-pun komunitas netter Indonesia agar sumbang pilih di ajang polling Internasional. Terkait wacana kepariwisataan yang diusung oleh lembaga semacam International Tourism Board. Rujukan isu yaitu tinjauan ulang 7 keajaiban dunia atas desakan hampir seluruh negara di dunia. Sekian decade berjalan, paradigma minat kunjung wisata hanya menguntungkan negara tertentu saja. Akibat efek dogmatis warisan informasi masa silam.
Atas inisiasi itulah virtual bureau bekerja himpun polling opini, wide-spreading via masyarakat jaringan. Tiap negara diminta mengajukan stok aset wisata-nya masing-masing, kemudian akan terdaftar dalam list resmi yang akan di dukung oleh inisiatif partisipasi warga negara-nya sendiri. Hanya saja isu yang diangkat berkaitan dengan aset wisata natural, tidak lagi artificial seperti wujud Borobudur. Kalo tidak salah Indonesia sepakat mengajukan 3 wajah stok aset: Danau Toba – Krakatau – Komodo.
Di-poin ini aku masih terbentur jengah… akan seberapa efektif bergaul ajang kompetitif, notabene rakyat Indonesia yang punya bekal melek IT? Namun bukan alasan untuk tidak pro-aktif dan optimis.
Mempersempit relevansi wacana,
Serasa ada titik temu dari rapat Koordinasi Pengembangan Destinasi Pariwisata di propinsi NTB, awal Desember lalu. Tema : Pola Pengembangan Destinasi Pariwisata NTB. Terkait harapan ASITA-NTB mendapat dukungan Konsisten Pemda Tingkat1, Kabupaten dan Kota. Khususnya PERDA tentang eksistensi ASITA sebagai mitra kerja.
Tingkat skala internasional kita tengah berjuang mengangkat pamor stok pariwisata alami. Entah dengan persiapan dan kebijakan antisipatif apa yang dilakukan pemerintah kita. Mengambil contoh pola dan motif perlakuan Amrik terhadap stok aset unik mereka tadi. Hingga capai ujung problematika… mau pola seperti apa yang akan diterapkan di tingkat paling bawah? Wilayah lokal NTB salah satunya.
Kilas balik lagi, jadi terkenang acara ber-tema sama ; program-program penyuluhan sadar wisata di garis Kebijakan Pengembangan SDM, upaya Memobilisasi LSM di garda depan. Tepat acara Sosialisasi dan Promosi Daya Tarik Wisata Kawasan Konservasi. Hotel Lombok Raya tanggal 29 Mei 2006.
Relevansi optimalisasi IT?
Sudah hal wajib yang tidak bisa ditunda. Upaya raih ketinggalan informasi lewat, bak gambaran nasib 3 stok aset wisata Indonesia di polling jagat maya tadi. Timbul tanya sederhana, apakah Amerika yang ber-pola aktif jaga komunitas salmon- turut didaftarkan sebagai stok aset wisata di ajang polling? Tidak sempat saya telusuri lebih jauh…saking mahal-nya biaya warnet dengan lamban sirkulasi akses data. Di Mataram selain jarang, masih juga susah ketemu free-hotspot!
Sejenak kog jadi ingat di Malang, anter keponakan main ke perpustakaan kota. Lepas mereka di ruang baca, saya berpaling pada sajian menu laptop. Ada 3 free hotspot andalan fasilitas di gedung itu. Sinyal kental…informasi-pun mengalir elegan. Semakin keranjingan jaring data.. gelar opini di blog pribadi. Sekedar upaya menebar nilai manfaat, semoga! Kapan Mataram menyusul?????
Galaxy CENTRE