Lokakarya Ahli Pesisir dan Kongres HAPI
Perwakilan LSM- Program Mitra Bahari
Aneh…, serasa ada ganjal setiap mau selesaikan artikel terkait program kunjung Jakarta kali ini. Keengganan basi yang mestinya bisa dibasmi. Tapi aku coba lagi bernaratif tutur kisah, semoga bisa penuhi harapan beberapa rekan JKRI…,
Pelaksanaan lokakarya pada tanggal 3-5 November 2008, bertempat di hotel Mercure Convention Center, Ancol-Jakarta. HAPI akronim dari Himpunan Ahli Pesisir Indonesia. berdiri sejak tahun 2005. Mengalami periode vakum dalam pemberdayaan kelembagaan. Sehingga lalu diadakan kongres sebagai upaya konsep benah internal. Peserta yang hadir meliputi berbagai multi stake holder. Instansi DKP, LIPI dan institusi-akademisi dengan lintas background ke-ilmuan, serta wakil Diskanlut tiap propinsi. Termasuk 1 orang perwakilan LSM yang ditunjuk oleh lembaga Program Mitra Bahari, stok Regional Center yang ada.
Diklaim sebagai organisasi profesi, maka anggota diwarnai oleh keterpaduan lintas sektor interdisipliner yang punya kepentingan sama bagi pengelolaan pemberdayaan pesisir. Anggota HAPI yang diharap tidak lain adalah peserta yang diundang. Canang target kemandirian sebagai Corporate Social Development. Tentunya dengan timbal balik kontribusi bagi independensi HAPI dari para anggotanya sendiri. Adapun agenda program pemberdayaan anggota, nantinya dapat melalui proses gulir dinamika, pembekalan diklat dan sertifikasi.
Papar prakata
Terdapat poin menarik dari penjabaran tiap pembicara. Berikut adalah ungkapan dari Bapak Widi selaku ketua HAPI. Tuang wacana bagi peserta agar ter-challenge supaya nanti mampu membawa nilai manfaat bagi kesejahteraan bangsa, ditiap daerah wilayah Indonesia. Salah satu isu berkembang adalah keinginan investasi dari pihak negara Korea untuk pengembangan perikanan budidaya di Indonesia, disebut Off shore Culture. Sebagai pembanding diungkit pula kajian isu konservasi mata rantai kehidupan ikan Salmon di Amerika. Negara tersebut kian mewaspadai tabiat pola konsumsi mereka terhadap dampak degradasi spesies itu. Sehingga patut memperhitungkan langkah kongkrit melindungi aset. Terkait sirkulasi atraktif pola migrasi massal dan pemijahan di sungai-sungai bagian wilayah Amerika. Konsekuensi dari kebijakan itu, pemenuhan konsumsi salmon dalam negeri alhasil harus import dari negara tetangga.
Agenda lain adalah upaya menghimpun database informasi gempa berbasis website. Relevansi dari derap program mitigasi bencana dan adaptasi lingkungan. Penekanannya, bila tidak jadi perhatian Pemda setempat lalu terjadi bencana menelan korban, ada ganjaran hukum kurungan minim 2 tahun dan maksimal 10 tahun. Tentunya merujuk pada responsibilitas lembaga maupun oknum yang ditunjuk, sebagai alur otoritas dimensional.
Cuat lain, tentang serapan Loan yang masih sangat rendah. Diharapkan jadi kajian bagi KP3 dan dinas-dinas instansi tiap daerah. Misalnya dialokasikan sebagai pembiayaan program S2 bagi SDM di daerah. Juga alih wacana dari Fishery’s Management menjadi Marine’s management.
Disinggung pula kebijakan sentralistik terhadap pengelolaan pesisir di daerah, bahwa pusat tidak lagi menklaim diri yang mampu menuntaskan permasalahan ditingkat lokal. Sehubungan dengan varian managemen konflik. Namun juga disadari peralihan hak inklusif pengelolaan pesisir pada daerah yang bersangkutan tidak selalu mulus berdampak baik. Terutama pada kasus pertumbuhan ekonomi sector riil dan menyangkut masalah prosesi penyerahan swa-kelola aset pulau-pulau kecil pada investor asing. Ko-relevansi-nya, bersinggungan langsung dengan kontraversi antar UU no 26/2007 yang bahas Tata Ruang versus UU no 27/2007 tentang pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
While, penekanan alibi sebagaimana kutipan buku “Arus Balik” karya pak Pram. Bahwa kita masih terjebak dalam paradigma lama efek transfer kebijakan structural era kolonial. Agar tidak mengalami periodik stagnasi, bangsa kita harus merubah Paradigma Daratan menjadi Paradigma Lautan. Sesaat saya terkenang pelantikan pengurus Program Mitra Bahari – Regional Center NTB. Referensi terhadap buku itu masih sama di pembukaan prakata pak Widi 2 tahun dulu. Fans of Pram rupanya…..,
Gilir deskripsi pak Sarwono,
Penilaian saya pribadi, beliau sedikit tampil nyentrik…santai berkisah…namun membawa poin cerah. Fokus kajian-nya adalah isu perubahan iklim global, sehubungan dengan konsep pembangunan wilayah pesisir. Oleh-oleh wacana dari sebuah temu forum skala international, kata beliau. Jadi mediasi transfer ilmu….,meraih pemahaman.
Terkait perubahan iklim global ada 4 isu yang jadi perhatian komunitas dunia belakangan ini. Yaitu ;
· Pergantian musim yang tidak lagi mudah diprediksi
· Pemanasan suhu global
· Naik-nya permukaan suhu air laut
· Menyebar-nya penyakit-penyakit ter-isolir.
Dari 4 hal tersebut yang lalu menjadi acuan variabel strategis. Sehingga tercetuslah motivasi opini menciptakan produk perubahan iklim. Sebagai upaya langkah penyelarasan peluang antara potensi dan kerentanan.
Tersepakati 2 tugas besar dalam sosialisasi upaya obsesi tadi. Pertama adalah tahap adaptasi dan mitigasi, ke-dua ; Fokus sumberdaya yang miliki peran stabilisasi iklim, dalam arti mulai canangkan gulir program ketahanan pangan dan energy terbaharukan. Bio-diesel, adalah salah satu item contoh kasus. Untuk pemenuhan stok olah bahan mentah harus dicari tanaman yang tidak bersinggungan dengan kebijakan konsumsi “PANGAN”. Mesti ada opsi selain jenis vegetasi konvensional handal, kelapa sawit. Misalnya melirik potensi sebaran alge, dapat sebagai alternatif bahan mentah bio-diesel sekaligus ampas limbah bisa terkelola sebagai pupuk.
Sebagai muara akhir, orientasi dari kajian program global ini adalah konsep Pembangunan Berkelanjutan. Dengan masih santai-nya pak Sarwono bilang… “Jadi, kita mestinya tidak lagi terjebak dalam mainstream paradigma darat dan laut”
Hahahaha…. Dasar! beliau memang orang lingkungan. Pemahaman-nya benar-benar menyentuh Dasar pola pikir. Dan diDasar hati saya terbersit kelak ingin punya kans untuk bisa diving bersama, menyelami pondasi tubir…menari di tabiat arus…bercengkrama polah biota. Hingga mencapai Dasar samudra secukup abilitas kita. Ini angan…namun bisa juga hasrat! Semoga sinyal asa ini terhantar, baik perantara angin atau-pun gelombang laut. Salam dan salut untuk pak Sarwono.
Agenda Kongres
Sehubungan kurikulum benah internal lembaga, kami peserta terbelah 3 tim dengan fokus tiap tema dalam alur interaktif sidang kelompok. Saya tergabung di komunitas membahas AD/ART. Yang lain entah-lah. Akibat hembus artificial wind-blow … dingin AC memaksa saya rentan pudar konsen. Hingga mbalelo… menumpas jenuh dengan aksi sketching wajah serius para peserta forum. Selanjutnya berujung presentasi wakil di sidang panelis.
Tentu ada beberapa input sebagai proses tambal sulam bagi kompleksitas organisasi. Terpilih juga beberapa wajah format baru sebagai komoditas pengurus untuk 3 tahun masa jabat kedepan. Sambutan ketua baru tetap bersisip harap tercapai-nya tahapan konsep Integrated Coastal’s Management. Paling inti adalah perubahan inisial HAPI menjadi HAPPI, akronim dari Himpunan Ahli Pengelola Pesisir Indonesia. Usulan ini berasal dari satu peserta yang miris dengan debut kata ahli, sebab beliau sendiri adalah pengusaha yang bergelut wisata marina di bilangan pesisir ibu-kota. Masih mending bapak… batin saya senyap. Terlebih saya yang mungkin hanya segelintir stok gerilyawan pesisir…. di pelosok bilangan ibu-pertiwi.
Bayu paraning Banyu….
Semesta nebula kabut susu….,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar