Selasa, 06 Agustus 2013

mengulas Pink Beach - Lombok

dimana pasir di pijak... disitu kaki berpihak
Pantai Pink?... ah! dimana yah pantai pink di Lombok? Gumam itu acap merongrong saya dipertengahan tahun 2012 lalu.
Saking penasaran saya coba konfirmasi seorang rekan profesi guide wisata. Dimana sih keberadaan pantai yang saat itu menjadi trending topic kunjungan eksotis di Lombok. Mulut ke mulut.. dan sentuh rana maya, bilik internet. 
Konon kata, tempat ini baru ditemukan. Begitu gaung edar beritanya. Berlokasi di wilayah Lombok Timur. Mendadak saya jadi keki. Masak sih, sudah sejak tahun awal 90-an, pernah enyam jadi kuli rana wisata, kog sampe gak tau eksistensi wilayah sendiri. Hmm... gumam gantung... sisakan residu penasaran tingkat advance! Serasa daya avonturir di kebiri. Kelayapan-mu belum tuntas...,

Pokoknya satu jalur arah Tanjung Ringgit. Gitu papar singkat si kawan. Oh, I see. disambung kalimat kontradiktif, but I never seen it before,too. Belum sempat anjangsana, katanya. Yah santroni Tanjung Ringgit sih sudah lama. Tapi di-komplek mana? Memang gak semua spot daratan kami masuki. Lantaran saya pernah alami kerja bidang laut dan pesisir, mestinya ada peluang tau. Ah! biar mudah saya rekonfirm rekan senior RDC (Rinjani Diving Club). Paparannya dilalah, tempat itu memang ada. Cuma dulu tidak dinamai pink beach. Dulu taon 90'an kan pernah kita jadikan lokasi perayaan pergantian tahun baru. Poko'e inget kejadian waktu Arnawe ilang keseret arus. Yah! saya gak ikut masa itu. Cuma kebagian porsi dengar. 
Arnawa sosok hinduist keturunan kasta Brahmana. Pada upacara keagamaan menjabat resmi sebagai pedande*. Saya akrab ketika masih jaga konter dive di hotel Intan Laguna, Senggigi. Lintas alkisah, saat pasukan RDC tiba di lokasi camping ground. Arnawe bergegas lucut baju, ganti swim-suit lantas nyebur laut. Dia lagi ketiban senang. Baru di-hadiah kasur apung dari kenalan turis di hotel dia bekerja. Gak ada yang nyana, acara yang mestinya suka ria malah terselip khawatir. Arnawe hilang dari pandangan dimana dia tadi terapung. Raib terseret arus. Tipikal ceruk dan ujung tanjung disana memang berpeluang punya tabiat arus agak kwenceng! Apalagi letak geografis bertaut langsung celah selat Alas. Ada deskripsi singkat, Arnawa berjuang sendiri tengah laut. Nyaris kelenger. Bertahan hanya andalkan kasur apung yang bocor! Mesti survive meniup, berkali-kali kasur apung andalan. Gak kebayang tersiksa rahang...dan ujian bagi elastisitas kembung pipi. Hwehehe.....,
Syukurnya, dia ditemukan seorang nelayan yang kebetulan lewat. Sepulang melaut diantara alur lintas selat Alas*. Lemah tak berdaya Arnawe dipungut balik ke pesisir Lombok. Mengenang kejadian itu belakangan ada juga kreatif usil. Dibikin kaos Club limited edition, sablon tagline simpel... bertuliskan "Don't Happy... Be Worry". Memoar of Arnawa.

Biar mudah identifikasi lokasi, sengaja saya sertakan foto intipan google-earth. dan foto pribadi pendukung lain. Via intipan framing citra satelit kian gamblang. Adapun secara status wilayah Administratif, pantai Pink merupakan bagian dari desa Sekaroh. Termasuk cuil bagian  kecamatan Jerowaru. Juncto, irisan lahan besar dari kabupaten Lombok Timur.

Foto penampakan penampang wilayah desa Sekaroh. Dari sini bisa terlihat bahwa bagian "komplek" pulau lombok inilah yang merupakan wilayah spot Pink Beach berada. Bersanding beberapa spot lain dengan penamaan beda. Telusur jalur lingkar pulau trek paling kiri atas, pantai Sabui (teluk Sabui), lalu terlihat pulau kecil dinamai gili Petelu. geser timur terdapat pantai Pink dengan 2 jorok ujung tebing. Orang lokal disini menamai Temeak (lafal ujar TErasi-MEbel-AKsen). Sepanjang garis pantai warna cerah itu juga disebut pantai Tangsi. Bukan merujuk pada relevansi bahwa disitu ada peninggalan meriam, or eks wilayah pertahanan pantai tentara Heiho di era PD2. Tapi disinyalir sejak adanya alokasi pembagian tanah jatah transmigran para serdadu TNI-AD. Mestinya dijuluki TransAD (Transmigrasi Angkatan Darat), dipelenceng sebutan mudah Transat. Lalu curva ujung pulau dinamai Tanjung Ringgit. Hingga menyusuri ceruk luas  dibawahnya. Sedangkan digaris pantai putih bawah dinamai pantai Beloam/ Bloam Beach. Kawasan pantai yang kini dikelola sebagai private-resort sub-management hotel Jiva-Klui.
Pantai Pink diapit 2 corok tebing karang. Garis pantai tidak lebih dari rentang 1 Km.

Tuh! saya lagi nangkring di ujung jorok tebing sebelah barat pantai Pink. Disini persisnya spot yang dinamakan Temeak. Secara fisik tanah merupakan kontur bebatuan kapur. Alias eks gugus terumbu karang mati yang terangkat ke permukaan sebagai akibat pergerakan induksi lempeng kerak bumi. Baik di kedua ujung 2 tebing yang mengapit pink-Beach, kita masih bisa menemukan bertebaran bebatuan eks karang. Jadi, kawasan ini sebenarnya nuansa Geo-wisata masih kental. Bukan hanya sekedar dinikmati secara panorama darat dan laut saja. *BACK GROUND gunduk pulau kecil dikejauhan adalah Gili Petelu.

Pink Beach Edisi Kini
karang merah lebur partikel berbaur dengan pasir putih punya
efek pink glitter. Fisik-nya menyerupai kue sarang semut. Berongga halus
Awalnya banyak kontraversi perihal eksistensi Pink-Beach di Lombok. Rebranding ini terlihat terlambat sekaligus  mematik fenomena tersendiri. Bahkan saat itu, pertengahan tahun 2012 banyak orang lokal yang masih kernyit dahi. Tanda tanya....., 
Oknum enyam rana wisata juga bahkan dibuat runyam. Karena sebelumnya pamor "Pink Beach" mencuat lebih dahulu di blok timur, kawasan pulau kecil (gili) di NTT*. Terletak di teluk Sape, tersisip diantara celah 2 propinsi, NTB dan NTT. Spot sebelah timur NTT merupakan komplek dengan banyak pulau. Tidak lagi disebut dengan julukan gili seperti penyebutan ala Lombok. Saking banyaknya pulau, jadi tidak terpantau nama khusus.
Perama, land sea adventures..
Dikawasan ini lebih dikenal dua pulau besar, Komodo dan Rinca. Teritorial mukim endemik kadal purba pelosok timur, Komodo. Saya sendiri punya rekam jelajah di tahun 2002. Saat gabung dalam pelatihan Selam untuk komunitas lokal di Labuan Bajo. Kerjasama TNC dan Yayasan JARI. Saking banyaknya pulau, TNC (The Nature Conservancy) mempunyai agenda pengamatan rutin di 185 titik yang tersebar di antara gugus pulau. Pantai Pink - NTT, biasa menjadi areal zona singgah nelayan kecil. Pamor-nya terangkat ketika gencar di promosikan oleh beberapa operator pelaku wisata cruise. Paket wisata pelayaran yang menjual stok estapet antar nusa, dan berakhir di Rinca atawa pulau Komodo. Ada yang starting awal dari Bali, Lombok dan Pelabuhan Sape (Flores), notabene ujung pulau timur pulau Sumbawa. Tergantung opsi wisatawan yang pilih rute trip laut. Pilih durasi tempuh lama atau lebih singkat. Pelaku program sea-safari dari Bali-Lombok-Flores dirintis lebih dini oleh Perama Tour. Dari mereka-lah, ekplorasi wisata tematik kepulauan ini dilakukan. Beri efek berantai bagi pelaku wisata lain yang bermunculan kemudian.

Belakangan pantai Pink - NTT berubah inisial lagi jadi Pantai Merah. Sejauh pengamatan sejak mulai rebak pengajuan status 7 keajaiban dunia untuk versi situs natural di belahan dunia. Status pulau Komodo mulai tanjak rating. Membawa imbas pada gugus pulau disekitarnya. Terlebih sejak mulai dijual paket khusus fotografi. Gejala awal demam DLSR merebak harga friendly, tipe low-entry. Pantai Merah menjadi pulau "eye catching" sebagai sasaran obyek jepret dan wajib kudu di kunjungi. Fotografer domestik bermunculan drastis bak cendawan musim hujan. Bagus sih! sekaligus dampak positif bagi intens promosi stok potensi alam negeri sendiri. Pro-aktif dari para treveler merangkap blogger.
Dekat momentum itu pula Pink-Beach versi Lombok naik pamor. Hal ini sempat menjadi informasi simpang-siur. Seperti saat saya coba googling. Ada blog bule yang pernah coba ulas. Tapi karena berdasar sekedar bahan wacana copy-paste, malah jadi salah kaprah. Pantai Pink NTT dikatakan ada di Lombok. Lho kog??? Ternyata dia belum pahami zonasi peta, mana West Nusa Tenggara dan East Nusa Tenggara. Dan dia analogikan berdasarkan rute tempuh paket wisata antar pulau dari website Perama. Poin starting dari pelabuhan Kayangan Lombok - berakhir di Labuan Bajo-Flores. Mampir pulau diantaranya pantai Pink (notabene pantai Merah. Di-kira masih satu propinsi. Weleh! masbro bule... negeri kami itu nusantara alias archipelago. Beda kawasan ya beda tertib administratif.
Bak info semrawut.. benang kusut. Alih-alih saya coba urai benang Merah-nya. Latar belakang kisah akurat apa sehingga pantai Pink NTT menjadi pantai Merah. Gak ada titik terang. Hanya benak saya mulai susun kontruksi berpikir sederhana. Alibi sekaligus asumsi dangkal. Medio 2012 pantai Pink Lombok (NTB) adalah rebak trending topik. Gak heran sih! sebab tahun 2012 merupakan canangan progam tahun spesial. Ditetapkan pemprop NTB sebagai ajang "Lombok-Sumbawa Promo 2012". Saya pribadi tengarai ini semua akibat rekayasa getol dan "geliat dadakan".Telat memberdayakan stok wilayah sendiri. Seolah selubung pesan singkat. Eh, pemirsa... kami juga punya loh pantai Pink. Ayo mari kemari... silak mampir.
Dan entah apakah ada akad tertentu antara kubu tourism-board antara 2 propinsi. Ujug-ujug, abakadabra. Plat resmi inisial spot wisata sudah terbagi. Pantai Merah di NTT... pantai Pink di Lombok-NTB. Mudahan mencerahkan....,

Sky..Sea & Sand...my nephew between the lines!!!
Fisik pasir pink Beach...,
Jika pelotot detil. Rupa pasir di pink Beach Lombok memang unik. Butiran pecahan karang putih lebih halus dan didominasi partikel (halus pula) pecahan karang merah, seperti inset atas. Efek glittering akibat terpaan surya menjadikannya pukau warna merah muda.
Agak beda dengan rupa pasir di belahan sepanjang pesisih selatan Lombok. Dominasi butir pasir merica. Padahal kalau di telisik pecahan halus karang merah-pun biasa ditemui di manapun. Notabene pesisir Lombok selatan. Hanya prosentase campuran agak minim. Terbukti ada pula artikel lain dari penulis blog asal Lombok yang menemukan fenomena warna sama di sekitar Pantai Induk, Lombok Barat. Bahkan saat saya kongkow di selasar pantai Pemalikan bagian sekotong. Pantai disana sekilas tatapan mata biasa memang putih. Tapi gambar hasil kinerja rekam lensa menjadi beda. Bisa jadi efek bias UV. Warna pink ada disekitar garis batas pecah ombak. Dilevel atas warna pasir tergradasi lebih kelabu. 


Status Kawasan & Tata guna lahan
papan penunjuk arah ala kadar-nya
Kurun awal tuju tengah tahun. Terbilang sudah 3 kali saya kunjung Pink Beach Lombok. Pertama kali saat bertepatan maulid Nabi, 24 Januari 2012. Link dokumentasi. Bergegas pergi, usai hajat ikutkan putra saya di acara khitan masal, di Kampung Melayu - Ampenan.
As soon as possible, mengingat gelagat cuaca mudah berubah saat siang. Dominasi mendung. Cukup durasi tempuh 2 jam dari Mataram. Gak bisa ngebut. Soalnya jelang masuk pecah simpang desa Pemongkong dan Sekaroh, rupa aspal mulai bopeng parah! Medan off-road. Tapi tetap tidak mengurangi minat kunjung para remaja asal sekitaran kota kabupaten & kecamatan, Lombok Timur. Rombongan ABG meliuk ikuti trek rupa aspal lama..makadam..lumpur dan debu. Semata demi pink-beach. Tunggang Avanza , jarak yang kurang 20 kilometer ternyata cukup sita waktu. Ada juga seliweran mobil lain. Sambil laju pelan saya mulai merekam visual ala rapid observasi. Gamblang baca plank yang tertancap di lintas alur aspal.  Wilayah ini tampaknya pernah menjadi pengembangan zona pertanian intensif lahan kritis. Notabene areal rawan pangan karena krisis air. Alur bantuan lembaga GTZ. Lebih nyusup ke dalam, zona hijau mulai ditumbuhi vegetasi ber-pola tanam rapi. Terlihat pernah jadi lokasi penghijauan. Terbukti status kawasan menjadi zona konservasi. Ada tancap plank besar BKSA. Tidak ada jenis tanaman produksi buah. Mungkin menyesuaikan jenis lahan. Dipilih jenis vegetasi yang mampu beradaptasi lahan kering. Minimal mampu bertahan dalam pergantian alih musim penghujan. Jadi terlihat dominasi Sengon. Ada tegakan Nimbe, debut lokal menyebut alias lain pohon pak Karno. Gunduk lahan perbukitan kiri aspal banyak juga ditanami pohon Jambu mete. Ada juga sebilah komplek tanah tertancap rapi tegakan Akasia. Ketinggian tajuk sama identik dengan pola tanam serempak. Selebihnya ya didominasi ekosistem semak belukar. Majemuk.. hiterogen, termasuk bantenan. Vegetasi alamiah paling juga ada asem dan bidara laut.
Tiba lagi pecah simpang. Tertancap petunjuk arah lurus Tanjung Ringgit dan Pink Beach 3km. Aksi reboisasi disini ditandai marak pohon jati super. Arah kiri merujuk ceruk teluk yang dinamai Tanjung Segui. Lafal lain menyebut Sabui. Agak nelangsa rupa lansekap di gunduk bukit yang langsung menghadap singgung laut. Begitu banyak warga buka lahan. Jagung menjadi bibit primadona tepat masuki musim hujan. Petak dengan variasi luas lahan. Tapi sisi riskan, ada sedikit lingkar pantai putih (mungkin jg pink) yang beranjak legam. Akibat proses tertimpa laju sedimentasi pembukaan lahan diatasnya.

tanjung Sabui, banyak spot pulau karang. lokasi ranch kerang mutiara
Hingga ujung aspal tanjung Segui kami jumpai Bangunan besar perusahaan mutiara. Yah, saya langsung ingat. Di tempat ini dulu, tahun 1998 kami pernah dapat pinjaman fasilitas speed-boat untuk dukung aktivitas survey pesisir. Hihihi...., kenangan lama terbuka begitu tiba dan tatap langsung. Ada 2 komplek bangunan perusahaan mutiara disitu. Salah 1 atau mungkin kedua-nya adalah milik investor Jepang. Berdiri dan berkembang sejak awal tahun 90-an. Sekaligus kami terkekeh. Banyaknya inisial nama lokasi yang beredar. Saya beralibi setengah yakin. Inisial tanjung Segui berasal dari bahasa jepang,Sughoi. bermakna hebat. Namun penggunaan umum adalah terlontar saat mengagumi sesuatu. Bahkan surprise atas hal yang layak di apresiasi. Bisa tempat maupun kondisi.
Lha iya toh! gimana gak indah. View disini terpapar eksotis. Pasir cerah, air jernih. Tanjungan dengan beranda alami berupa tonjolan cadas karang tajam dan purba. Berceruk teluk kecil dengan perairan tenang. Menjanjikan lokasi ranch line apung ideal bagi padepokan gantung, kerang-kerang mutiara. Sangat strategis. Lagi! di garda depan teronggok pulau mungil, gili Petelu. Telu memaknai 3 gili kecil. 1 gili agak dekat pesisir pulau induk. 2 lagi terdemplot berdampingan, agak jauh di tengah teluk. Dwi-gili ini sangat khas dan beda rupa. yang ukuran besar ditumbuhi vegetasi khas. Yang size kecil hanya berupa pulau karang dan rimbun semak. Saat surut rendah keduanya menyatu. Tapi saat high-tide terpisah. Bagus pula untuk point snorkling. Kilas balik, disitu pernah kami lakukan rapid visual sensus pakai SCUBA. Cacah pertumbuhan karang dan biota ikan. Perairan tenang dan visibilitas aduhai. Hanya sangat riskan di ujung sisi gili terluar. Arus mendadak berubah. Laju arus luar biasa kencang. Wajar, tabiat khas dari perubahan bentuk topografi. Perpaduan tipikal pola arus tanjung-teluk dan selat. Rekan kami toh sudah pernah jadi korban. Pesan sponsor : cukuplah berkiblat pengalaman orang lain. Kecuali anda tergerak jadi Next current's victim.

Catatan penting. Jangan pernah berharap dapet poin snorkling dengan suguhan terumbu yang cantik disini. Semua kategori rusak berat. Hanya menyisakan spot-spot rubble*. Kalaupun ada hanya berupa noktah kecil. Paling edisi terumbu karang yang baru tumbuh. Proses adaptif dan rehabilitasi alamiah. Soalnya sejarah mencatat. Dasawarsa tahun 80-90 tabiat nelayan disini sangat identik ilegal fishing. Bombing. Bahan peledak cukup mudah didapat. Karena Tanjung Ringgit menyimpan banyak wreck*, battle ship eks jepang yang sempat berkuasa masa PD2. Peninggalan meriam masih ada. Dan menjadi situs sejarah. Wreck tadi kebanyakan telah dijarah diambil jadi besi kilon. Karena masa perang muatan-nya banyak amunisi peluru dan senjata. Serbuk mesiu asal amunisi itulah yang digunakan sebagai bahan peledak cari ikan oleh nelayan. Sayang, karena merupakan rentet situs,bukti dan saksi  sejarah yang terpendam di bawah perairan. Padahal relevansi histori itu yang bakal memiliki nilai berharga.
Bangkai wreck itu kebanyakan nyungsep di kedalaman 50-60 meter. Ini nurut pengakuan beberapa penyelam alam (hookah) lokal. Secara pribadi saya ogah urusan diving di kategori red-zone. Resiko tingkat tinggi. Cuma terus terang masih digayuti penasaran akut. Pada kemana jajaran kapal fregat Nihon?. Yang konon di kamuflase, sengaja diledak lalu karamkan? Memang sih ini sekedar obrolan sambil lalu. Cas-cis-cus... biang nguping di antara kisah para pemburu harta karun. Menyambung regulasi konon dan syahdan. Cobalah menyusun kerangka asumsi dan investigasi sederhana. Kalaupun ada negara dengan kapasitas maju. Eks pelaku kolonialisme...katakan lalu tergerak demi tuntutan konsesi politik etis. Menyalurkan dana bantuan berupa CSR dan alur tanam investasi jangka panjang. Secara kebetulan dipilih lokasi strategis dekat pantai or pelabuhan pakta pertahanan eks masa penjajahan era bahula. Perihal harta ghanimah yang gak sempat diangkut pulang. Akibat negara berantakan di ganjar bom Atom tentara sekutu. Rehabilitasi paska perang... idealnya ya tetap punya pundi-pundi tersembunyi. Kedalaman samudera memang paling tepat untuk jadi Bottom-Bank. Layer dasar yang gak cukup sekedar intipan snorkeling.  Gak terpantau... toh paling hanya permukaan laut saja yang bisa di nikmati. Oleh kalangan awam. Hihihi.... jika kelak bisa dipanen. Sejalan riset dan tehnologi mumpuni yang menyertai. Berapa nominal total jenderal? Ah, sudahlah.. anggap kedar kecamuk kosmologi pikiran ngelantur.


Back on trek article...,
Kunjung perdana ke Pink-Beach ini bukan sekedar penyembuh rasa ingin tau. Tapi memang ada misi survey lokasi. Dampingi ajakan rekan akibat ada keinginan orang asing (jepun lagi). Mukim di Bali yang tergerak pingin punya lahan di pink-beach, alias pantai Tangsi... wal Sekaroh binti Temeak. Terbukti bahwa tempat ini sudah bikin banyak orang kepincut. Entah sekedar penasaran.. tujuan pelesir hingga investasi. Seperti halnya, pantai Bloam yang sudah dikelola lebih private oleh Jiva-Klui. Setelah melihat fisik terlahir, betapa pendeknya garis pantai. Tidak lebih dari 1 Km. Lalu mau berapa oknum yang bakal tergerak patok lahan di areal terbatas itu. Kontras dengan Pantai Merah-NTT yang merupakan bagian dari sebongkah pulau. Secuil lahan yang demi peruntukan spot wisata. Akankah tergadai. Demi pariwisata kerakyatan atau industri besar pariwisata. Ditimbang-timbang... berat mana??
rupa turunan jalan masuk menuju pantai Pink
Dari lintas aspal compang-camping di punggung bukit. Ntar ketemu portal bambu, rangkap fungsi gapura "selamat datang" masuk pantai Pink. Welcome banner ala kadar, dengan tiket masuk Rp 10,000 untuk mobil. Alur akses menurun terjal dengan sudut ekstrim 35 derajat. Masih berupa gerus gak rata hasil garuk eksavator. Bisa jadi dulu-nya ini cuma  alur setapak yang kini diperlebar sejalan perkembangan promosi terlampir.
Jika hujan. Sebaiknya parkir dipelataran atas saja. Selanjutnya, anda harus pilih jalan kaki kebawah sana. Lumayan olahraga sekitar tempuh a half kilometer. Mending gitu daripada resiko jalan licin... belum lagi berpapasan antara mobil yang naik atau turun. Cukup was-was meredam pijakan gas dan rem. Leleh keringat.. pegal betis-paha.
Sementara petugas jaga portal belum mahir atur lalu-lalang lintas kendaraan. Dan mereka gak terbekali alat komunikasi ideal. Kebangetan juga stake-holder pengembang wisata disini. Berapa sih harga sepasang HT or walkie-talkie? Jadi harap maklum saja. Pengecualian kalo bawa mobil standar 4X4. Libas saja semua kondisi miris tadi.
Seperti jeda seminggu kemudian. 1 februari 2013 saya anjangsana kembali. Kali ini sekedar penuhi hajat rekan lain. Iba terhadap bocahnya. Nimbrung obrolan kelas gak ngeh lantaran teman lainnya bercerita soal keindahan pantai Pink. Ajakan mendadak itu saya penuhi, dengan syarat wajib pake Ford Ranger milik-nya. Bukan persoalan cari nyaman or ajang narsis-najis. Hanya menyesuaikan kondisi medan dengan daya tangguh off-road vehicle. Paling tidak saya bisa memberi balansi testimoni akurat. Bukan sekedar wacana copas.

Rupa pantai pink dijepret dari ujung jorok tanjungan sebelah timur. Belum ada bangunan resort apapun
kecuali tampak 2 bangunan bungalow milik warga asing. Lahan itu konon sudah dibeli. Sedang di ngarai bawah kiri, terdapat 3KK pemukim.  Latar muka tampak bebatuan yang terserak dan menancap di punggung tanjungan bukit. Kebanyakan berupa fosil karang yang mengeras.

Sampel batu yang saya pungut. Sekalipun sudah mengeras, tapi terlihat jelas pola alur dan motif dari asal jenis coral tertentu. Mengeras sebagai proses fosil. Note : di daerah Lombok tengah, sekitar kawasan teluk Awang dan Kuta. Saya pernah menemukan perusahan lokal rumahan yang memproduksi tegel/ubin dengan bahan batuan fosil karang ini. Di iris sesuai standar size. Lain lagi dengan asal batu yang sama, hanya serat batu lebih empuk. Kekerasan pembentuk unsur batu lebih rendah. Diukir berbagai bentuk dan menjadi komoditi bahan kerajinan pokok. Lebih dikenal dengan kerajinan Batu Paras


Fishing ground ideal....,
Tohri, profesi utama Instruktur Selam PADI. Masih komplit dibungkus bike-suit.
Menggeluti hobi sepeda tapi giliran ajak mancing ekspresi konsentrasi gak ada.
Terlihat gaya pegang joran...lebih mirip pegang tongkat manula. Efek psikologi
benar membuktikan. Sudah tekun diving...bukan berarti antusias memancing.


Kunjung ke-3, saya lakukan tanggal 2 Maret 2013. Ini-pun lantaran keputusan mendadak dari rekan pemrakarsa ajakan ke-2. Sabtu pagi kami melakukan aksi Biking singkat sekedar putar lingkar pinggiran kota Mataram. Acara ini bikin kesal. Rekan female karena tumben mancal langsung keok. Rekan senior lain maksa ikutan tapi bikin aktivitas in-hurry. Maklum jabatan KepSek, ada porsi tanggung jawab hadir tempat tugas. While, kawan lain patah hati. Postur tubuh besar-nya masih nuntut olah-fisik jatah lebih. Sampai kudu dibayar extra muter lahan jalur kompleks perumahan dan beberapa lintas blok. Hahaha... memang susah koordinasi oknum penggiat hobi jika berangkat dari beda niat, alokasi waktu dan kesiapan stamina. Saya sih oke-oke saja. Sebab sudah terpola rutin dengan aktivitas biking di kurun waktu terakhir. Hanya ketiban kecewa... masak cuma segini saja segmen porsi aksi outdoor? Gak asyik!....,
Berkutat di rumah temen female yang jadi posko. Suami-nya terlihat anteng jatah off-day. Bersit cetus niat. Kenapa kita gak alih mancing? Seliweran para pemancing di lokasi Pink-Beach serasa langsung sambung sinyal. Bahkan info blok Tanjung Ringgit memang terkenal jadi spot mancing tebing. Mendadak hati kami membuncah. Tanpa perlu komando pulang dan salin baju. Spontanitas memang kerap boyong warna batin tersendiri. Mumpung surya belum tanjak naik. Bergegas kwartet batangan... kami meluncur.

Kami lolos dikit arah Keruak. Sempatkan lunch di warung Arema. Sebab di wilayah Sekaroh belum ada warung yang memadai. Plus sekedar himpun baren* ala kadar untuk bekal ngemil . Lalu segera gegas kembali susur lintas aspal Jerowaru. Pemongkong...dan tiba pertigaan kiri Tanjung ringgit .. lurus Kaliantan. Ada perubahan rupa fisik jalan akses desa Sekaroh. Ternyata selang sebulan kunjung terakhir proyek benah infrastruktur sedang berlangsung. Timbunan material kerakal, batu dan onggok drum aspal. Serta golek silinder. Terpantau saat itu baru proses timbun dan pengerasan jalur. Masih pengerjaan segmen awal di 3-4 km ujung pecah simpang. Syukurlah! berarti ada keseriusan dari pihak PemKab Lotim. Memoles bopeng alur jalan 'neraka'... demi akses tuju Pantai Pink-Bloam-Sabui-Tanjung Ringgit. Menyeimbangkan tindak lanjut agenda pengaspalan alur Ekas dan pantai Surga yang sudah lebih dulu digarap. Betapa memang harus ada balansi. Memperlancar tujuan capai spot Surga dengan merombak jalur Neraka. Salut atas tindak responsifnya. Dan bisa jadi Agustus ini sudah kelar.
   
Akhirnya kami fokus menyalurkan hajat mancing. Komposisi lansekap  dan rupa pantai Pink tetap menyerupai khas umumnya pantai zona Kidul. Berbongkah cadas tajam dan selasar tebing dangkal dan tinggi. Menjorok tengah laut. Memudahkan posisi tongkrong. Kami tiba sana di selingi timbun anglers lain.
Yang jelas di sini bukan spot tepat memancing tipe pasiran. Tipikal bottom dasaran dipenuhi gunduk karang mati... dan lorong rock. Hampir semua menyukai pancing ala dasaran. Menyiasati opsi ganti pemberat timah bisa dipake batu dengan bungkus plastik. Terutama jika butuh lemparan lebih jangkau tengah. Tehnik lain yang dipakai juga mancing ala casting dan popping. Casting umum terlihat pake udang-udangan sekedar buru Cumi. Pilihan popping untuk sasar ikan target predator pelagis. Biarpun kondisi karang luluh lantak. Tapi beberapa tangkapan ikan cukup lumayan variatif ukuran maupun jenis. Ada kemungkinan laut ini kaya sirkulasi laju plankton. Subsidi dari pola tukar tabiat arus. Bahkan menurut kisah para angler, posisi di tebing belokan Tanjung Ringgit lokasi meriam, lebih menjanjikan tangkapan ikan besar. Tentunya bila tepat tiba musim. Dokumentasi link.
Paling tidak dari sekian point of interest, sudah bisa di dapat kajian nilai jual. Prospek inspiratif dan tentu di imbangi tindakan konservasi dan rehabilitasi lahan. Bukan demi keruk untung... eksploitasi habis. Dan AMDAL cuma sekedar formalitas carik kertas.
Sampe jumpa di kunjung berikutnya..... Pantai Pink. Semoga tidak ada yang sia-sia....,

Lampiran foto sekedar membedakan pasir Merica & pasir Pink Beach, khas Lombok. Pada dasarnya sama saja. kedua-nya berasal dari proses lebur alamiah bahan dari serpihan terumbu karang. Tentu beda dengan pasir hitam. atau pasir kuarsa. Yang berasal dari limpahan gunung api dan di transfer melalui lintas sungai. Dan menumpuk di mulut muara.


pasir Merica.. butiran lebih besar.


pasir Pink Beach... partikel lebih halus



NOTE :     
Pedande : tokoh agama hindu yang menjadi pemimpin jema'at perayaan ritual sembahyang di Pura.  
Selat Alas : selat yang memisahkan antara pulau Lombok dan Sumbawa.
Selat Sape : Selat pemisah antara pulau Sumbawa(NTB) dan Flores/NTT.
NTT : Nusa Tenggara Timur
Rubble : Pecahan karang. Salah satu ikon indikator pengamatan sensus terumbu karang. disingkat Rb
Wreck : bangkai kapal karam, mayoritas eks kolonial jepang di masa perang dunia ke-2
Baren : istilah lokal sasak untuk penyebutan umpan pancing.


 

2 komentar:

San Zein mengatakan...

Asyik jg baca ulasannya bro, bahasa petualang, thank's

gala-aksi mengatakan...

makasih juga...
moga jd wacana bermanfaat