Memacu stok biota dengan media Atraktif
30 Agustus 2008…
Assholatu-hairum minannaum….., Subuh baru saja pergi. Basuhan wudhu usir senjang lengang. Temu singkat “kami” di gelar sajadah, setidaknya bakal jadi bekal bendahara jiwa. Gelap beranjak hengkang bersama hadirnya benih terang arah timur. Nyenyak-ku rapuh…resah menyambut awal pagi.
Lalu, aku rangsang lagi gema asa…pugar lebih tegar. Ritmik acak, menyatu olah-tubuh di tarian gagang pel memoles paras lantai ruang. Anti masih tergolek lemah dengan duo-yunior, Gingga dan Fathir. Sebentar lagi susul bangun aksi.
Brand New Day…, pagi selalu jadi spasi alinea baru…babak isi kisah.
Anjangsana Telong-elong
Pamit, aku-pun melesat menuju rumah pak Harno. Misi kali ini masih libatkan aku pada tugas penyelaman. Menempatkan beberapa unit media huni buatan di dasar perairan, Atraktor Cumi-Cumi.
Perjalanan bukan tanpa hambat. Dari sekedar ambil ransum konsumsi, Sukaraje & Cahaya Agung. Mampir Diskanlut provinsi jemput dive-partner, mas Sabaryono. Eh! Hinggap lagi di Hotel Zaitun. Santroni nara sumber utama, penjabar materi dan arahan tehnis terkait program, Prof. Dr. Ir. Mulyono Msc.
Usai jedah, arus-laju mobil beri peluang aku&buddy jatah lelap. Himpun sedikit daya di kutub-tubuh, akibat poin kurang rehat. Itu-pun sebatas mulus hotmix. Keluar Praya jalur utama tujuan selatan, bopeng aspal bikin raib focus tidur. Kriuk..kriuk…, senandung perut menghiba hati. Memang sejak sesi “kukuruyuuuk” tadi blom sempat terisi. Untung bersanding kardus kue…….,
Gak terasa masuki alur Jerowaru. Sampe ujung belok kiri mengukir sempit aspal selebar 3 meteran. Rumah-rumah pesisir..home by the sea. Perahu-perahu kayu tertambat. Fantasi semilir hawa amis. Dominasi warna ilalang...kerontang gunduk gili-gili. Hijau hanya milik rimbun mangrove, mayoritas Rhizopora stylosa dan segelintir asosiasi. Selembut riak air dilingkar teluk, berbaur inti nuansa semerbak samudra. Lirih ujar sanubari “Aku datang lagi..wahai jagad nirmana negeri basah”.
Sosialisasi Atraktor Cumi-Cumi
Paparan kegiatan ini masih berkaitan dengan pelaksanaan program dinas terkait, Diskanlut provinsi NTB. Melalui sub-bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Adapun penerapan-nya adalah transfer pengetahuan dan tehnologi sederhana, oleh-oleh dari Jepang yang di bawa oleh Bapak Prof. Mulyono.
Kilas balik pada tahun ‘80an, selat Alas dikenal sebagai lokasi habitat Cumi-cumi. Dimana tingkat kesejahteraan nelayan lokal (Lombok Timur-Tanjung Luar & sekitarnya) sangat bergantung penuh pada saat musim penangkapan tiba. Namun sejalan waktu, status keberadaan populasi cumi-cumi beranjak menurun drastis. Benar-benar dirasa sebagai bagian sejarah kejayaan masa lalu yang sangat diharapkan kembali…
Dan prosesi pelatihan berlangsung dengan lancar, sesuai kondisi realitas kesederhanaan. Bertempat di gudang berukuran 4x10m bagian belakang Depot Pesisir. Berbaur nuansa kebersamaan yang kompak ber-simbiosis. Manusia dan lingkungan-nya.
Peserta berjumlah 30 orang, di wakili dari 5 utusan kelompok nelayan di ruas wilayah sekitarnya. Disepakati 3 orang menangani per-unit Atraktor, yang total seluruhnya berjumlah 10 buah. Diawali jabaran materi singkat sang Bapak Profesor. Selebihnya praktek langsung pembuatan rangkaian rancang bangun struktur Atraktor. Berbahan material dasar gulungan kawat ram lebar 50 cm, berbingkai kawat (anti karat) sebagai frame penopang performa bentuk. Sebagai ikatan antar simpul digunakan kawat kecil dengan bantuan Tang potong. Sisipan sumbu kompor dijalinkan pada rongga ram dengan alur vertical, berfungsi nantinya sebagai media peletak telur bagi cumi-cumi. Terakhir dipasangkan lembaran terpal di bagian atas struktur yang berguna sebagai kanopi berteduh bagi larva. Adopsi tehnis sesuai pola hidup biota terkait yang gemar bertelur di spot-spot lokasi minim cahaya.
Material penyerta lain adalah pemberat Beton sebagai sinking concrete blok, mooring buoy (pelampung tanda) dan utas bentang tali. Lebih berperan banyak pada saat aksi pemasangan di kontur dasar perairan. Dive on the spot ! jadi tugas utama buat aku dan buddy.
Kinerja dan fungsional Atraktor
Di-amati sekilas, rangkaian Atraktor ini masih merupakan sub tehnologi terapan Artificial Habitat. Semacam debut Rumpon yang sebelumnya pernah digiatkan tahun-tahun terdahulu. Istilah lain FAD (Fish Aggregating Device ), sebagai media penghimpun ikan. Variasi-nya kian berkembang sesuai dengan sasaran peruntukan spesies biota laut yang di-inginkan. Namun tetap di-upayakan tahapan modifikasi dan penerapan akhir berujung tehnologi tepat guna bagi komunitas nelayan. Lebih sebagai program aplikatif, ilmu terhantar dengan minimalis biaya. Menggunakan bahan yang mudah diperoleh dan lebih ramah lingkungan.
Motif dari pemberdayaan atraktor ini sebagaimana tadi disebutkan, adalah upaya mengembalikan populasi cumi-cumi di perairan sekitar selat Alas. Rehabilitasi natural habitat melalui penerapan media bantu atraktif. Tentunya bagi wilayah pesisir yang kondisi ekosistemnya sudah tergradasi dengan tingkat memprihatinkan. Baik di akibatkan oleh alam maupun ulah manusia. Klasifikasi-nya pada parametrik unsur terkait, terumbu karang, padang lamun, dan komunitas hutan bakau (mangrove).
Sedangkan capaian akhir program tentu saja pada peningkatan kesejahteraan dan efek makmur. Dalam skala kecil diharapkan bisa menjadi mata pencaharian alternative bagi nelayan. Misalnya melalui program ekowisata, memancing cumi-cumi di lokasi penempatan atraktor dalam kurun waktu tertentu.
Buah sukses adalah sebuah “peluang asa”. Setidaknya angin segar itu hadir ketika ada laporan warga gili………, bahwa atraktor yang mereka pasang sudah dihuni cumi-cumi bertelur. Hanya dalam waktu 1 minggu sebelum aksi yang sama kami lakukan hari ini. Indikasi yang cukup melegakan tentu-nya.
Satu hal yang belum terpenuhi, akan menjadi lebih efisien lagi bila diketahui dengan benar jalur migrasi cumi-cumi di selat Alas. Ungkap di-akhir sesi dialog dengan sang Professor. Penekanan “penting” yang semoga menjadi atensi di kemudian hari….
Bagi saya, titik ini bernilai semangat idealisme, merangkum opini lingkar privasi. Menyatu dalam alun langkah-langkah konservasi adalah upaya menebar derap membangun sejarah maritim. Di laut kita jaya…,
Khusus program tadi bila terbukti berjalan efektif, paling tidak dapat mementahkan “apriori” tentang status keberadaan tailing PT.NNT. Dulu, antusias menghiasi rubrik media, pernah dianggap sebagai “biang” menurunnya populasi cumi-cumi di perairan selat Alas. Hengkang mencari lahan baru… tanpa polusi limbah…
Terakhir, semoga wacana ini meretas logika wawasan. Tidak gegabah mengkambing-hitamkan dampak, tidak semena-mena menggadaikan kawasan. Apalagi membiarkan otak macet akibat terkontaminasi isu basi.
Galaxy centre…
1 komentar:
http://live-art-life.blogspot.com/
Posting Komentar