Selasa, 25 November 2008

Penuhi undangan PAKARTI

KOKKANG gelar pameran di Museum Kartun Bali…..,

Awalnya hanya lantaran undangan hadiri seminar temu komunitas kartunis “Kokkang” via on-line, mailist Pakarti. Berlokasi di museum kartun Kuta-Bali. Gak bisa dipungkiri bahwa Bali selalu saja bisa menciptakan daya magnetis yang lain. Sekalipun bukan alasan “cuma” itu yang bikin aku tergerak kunjung. Di hitung-hitung dalam kurun sebulan, sebelumnya aku sudah 2 kali keluar kandang. Awalnya temu Reefcheck di Tejakula-Bali, terus sambung lokakarya HAPPI di Jakarta. Sempatkan diri mampir Malang nikmati alur rel Gambir-Kotabaru. Peluang sungkem ortu…

Bisa dibilang remeh motivasi “tandang” kali ini, cuma gara-gara salah satu artikel di buku pak Darminto “Anatomi Lelucon-di Indonesia”. Terbeli di tahun 2005-an selagi konsen sebagai aktivis kartun. Artikel bahas Kokkang jadi pematik gelora diri. Sebentuk sentra paguyuban kartun yang kiprahnya sudah teruji waktu. Repotnya, pernik asa begini selalu saja terpendam bagi bara-sekam. Terapan metodologi sahaja sebagai konsekuensi redam ingin. Pundi angan milik-ku paling berharga!

Entah sejalan prosesi alamiah, namun tetap teryakini sebagai hidayah Ilahiah. Secara logis-realistis, fenomena bawah sadar tadi berbuah nyata. Melalui ajakan gabung dalam proyek pesisir di wilayah Jateng tahun 2006-2007. Keluar Semarang tujuan Kendal…Batang…Brebes-Tegal, selalu saja aku tergelitik tiap tiba di papan lingkar simpang… itu arah Kaliwungu! Bangkit lagi minat usang, gelagat hampiri kampung kartunis. Tapi karena sempit alokasi waktu dan fokus tangani jibun tugas, aku cuma kebagian sekedar lewat… pass it thru only! Gak ada peluang singgah. Dan senantiasa berkubang lagi dengan tematik nada tanya “Ada apa dengan Kaliwungu?...” padahal hanya hitungan jengkal dan hasta langkah…ironis-dilematis!


But wait!!!……………..........,

Terbukti lagi, Tuhan memang terlalu genius sebagai pemberi petunjuk dan solusi unik! Impian hamba-Nya tidak dibiarkan hampa…hambar..sepo selera! Selalu punya cara, sekalipun nyaris redup tergilas waktu. Seketika bergolak lagi derap jiwa terbangun ritualitas. Pagi 15 November naik feri seberangi selat Lombok…tiba Padangbai jeda pos periksa.. lalu beringas tancap tarikan gas kebut Denpasar.

Bali, 16 November 2008

Acara masih tergelar sore, si Bdel-Arief kini jadi pemandu ulung di belantara Denpasar. Berbekal peralatan gambar comotan di Gramedia yang malam sebelumnya terbeli, kami bernaung pada rimbun tajuk Hibiscus tiliaceus di 1 sudut boulevard pasir Seminyak. Aksi sketching….membedah senggang waktu. Jelang siang mendung mulai turun hiasi kanvas langit. Waktunya beranjak… dentum perut minta isi. Putar haluan ke sekitar Kerobokan, ayam goreng dengan 3 varian sambal. Amblas! gak peduli bakal mulas. Lapar sirna ganti sajian kopi gelas jemblung… sesuai ukuran tamu berpredikat Bdel!


Aura lokakarya

Secara umum, acara ini cukup dikata sukses sekalipun gak berhasil membangun “karakter” sebagaimana layaknya sebuah seminar. Bisa akibat persiapan panitia yang kurang matang. Sebagaimana juga paparan tokoh wakil tuan rumah. Nuansa rangkai parade seni jadi pudar akibat ada oknum tokoh terjangkit sakit. Namun apapun alasan, aku tetap gak geming dari pijakan kursi. Ikuti rima acara dengan segala fluktuasi-nya. Terlebih ini berangkat dari sebuah obsesi tunda. Sejalan sesi acara, filosofi berkartun memang bisa juga menjangkiti para oknum, parody-satire. Dalam berkarya “mereka” mampu menggelitik syaraf geli pemirsa tatap, bikin senyum bahkan pingkal. Tapi miskin geliat gulir komunikasi interaktif. Gak papa… toh masih bisa bikin aku geli sekalipun cuma dalam hati. Mau ketawa…kuatir malah ntar di tanggapi salah oleh para pembicara di depan. Hahahahaha………….nyata-nya aku memang haus umbar pingkal.

Karena keterbatasan waktu pula, aku jadi gak bisa bercengkrama lama dengan mas Darminto. Sekedar jabat akhir jelang pamitan. Tapi sempat obrol ringkas, “buku sampeyan memang sumber inspiratif bagi saya”. Terima kasih buat selingan alun suling merdu mas Ifoed, terutama narasi “Bertemu Tuhan lewat Kartun”. Saya datang pake motor butut juga karena “bimbingan” via iradat Allah SWT. Mas Wahyu, berlogat kental Jawa Timuran! Berkisah flashback, tersendat karir wartawan kembali berkubang tabiat kartunis. Sampeyan ncen gak pantes mneh berceloteh! Wis kadung lihai tutur gambar!!!” mumpuni bahkan!

Terakhir…,

Ritual cengkrama dengan para duta senior Kokkang, bagi aku terdapat sebuah sumbangsih esensi. Proses jalin-nya sungguh memikat. Rentang kilometer Kaliwungu-Lombok pupus di Bali. Saya cuma bisa berharap semoga ini jadi awal bagi rangkaian silaturahmi. Baik kesempatan alam nyata ataupun via virtual forum. Sampe ktemu lagi di bilik maya…..,

Seperti ungkap pembawa acara, Bali adalah etalase Indonesia. Well! Tapi buat saya bukanlah showroom megah lalu kemudian dijadikan barometer utama. Terjebak konotasi sebentuk berhala, lepas juntrung dogma sembah, lalu terperangkap impotensi umbar karya. Semoga Kokkang kian proaktif di belantara kartun, dan anggap momentum ini sebagai strategi titik Nol Kilometer untuk pesat melaju.

Tetaplah guyub… sekalipun Katrok! Himpun potensi tanpa limbah kasta. Dan aku cuma punya peduli….



jangan kikuk Mas Dar!



mas Darminto + pinter akting....!!



awas Silau!!!!....



Tidak ada komentar: