Selasa, 11 November 2008

Kunjung Aceh….paska 2 tahun Tsunami

Bukti MIMPI bukan sekedar bunga tidur!

Kini giliran bahas Aceh…. MIMPI sekian tahun lalu ber-item tentang kilau kubah hitam Baiturrahman…masjid berdinding kaca-air…ajakan sosok asing pada panggilan adzan yang ternyata berbalik arah. ”itu Istiqlal..” ujarnya seraya rengkuh bahu-ku ajak menjauh. ???? Terakhir, segmentasi imajiner aku duduk di gundukan cuat tanah, tampak seliweran kura-kura dengan warna sisik cangkang yang bikin risih. What a logical transfer???



Next….,

Mimpi naratif tadi mulai unjuk realisasi “gejala” awal saat aku gabung di Koran Mataram. Masih itungan hari jadi kartunis, headline news merebak amarah tsunami Aceh di 26 Desember 2004. Adrenalin bangkit, serasa ada dorongan gelombang batin. Sempat terpikir ambil inisiatif gabung di supply relawan, tapi bini lagi hamil besar…sedang gendut-2nya. Surut meredam asa, sambil renungi gelagat minat. Sengaja manfaatin sarana gratis jalur relawan untuk “tujuan” lain, hunting foto. Urung… kuatir berujung kualat.

Sebagai kompensasi obsesi ngadat tadi, alhasil jadi terpola lebih giat umbar serapah gambar.. Ikonic kartun ( bisa liat di http://glxgallery.blogspot.com judul Aceh’s Tsunami on my cartoonic- play ground). Ide terkait tema mengalir tanpa aral bendung, selalu saja ada celah kolom untuk berkiprah. Tapi banyak juga yang parkir di personal portfolio. Aksi-pun mengalir selaksa konotasi hikayah filosofi tirta.

Sejalan berita susulan, pengejahwantahan MIMPI kian unjuk diri. Masjid kaca-air bernuansa aquarium…kian gamblang sirat makna. Paras lansekap sapuan bekas tsunami menyisakan terlantar rongsok-puing, hanya berdiri kokoh masjid…tegar BANGUN-an” yang utuh. Entah apakah sebagai kesan terselubung. Ketika unsur duniawi rebah, hanya “kebenaran” mutlak yang masih sanggup “berdiri”. Sebentuk pesan moral-spiritual terhantar begitu sederhana.

Sisi lain, kala itu aku masih dibingungkan dengan inisial Baiturrahman yang dibilang Istiqlal oleh bisikan sosok asing namun terkesan sudah akrab. Kutipan Arabic dictionary-walking sebagai nara sumber kian mengantar pemahaman. Istiqlal ternyata berarti “merdeka”. Terangkai lagi jalinan fakta terlahir. Bukankah Aceh memang dulu rajin menuntut kemerdekaan, pingin cerai dari wadah Negara kesatuan?! Harus diakui membahas mimpi senantiasa dipenuhi misteri, imbuhan ikonik-simbolis, namun indah jabar luar biasa. Sebagaimana referensi kajian tentang mimpi yang benar, menurut sebuah literature. Bukan sekedar bunga tidur…jika mengalami di pojok malam jatah al-Lail, dan terekam “efek” kesan mendalam selama 3 harian. Nah! Celaka-nya, aku berkutat mimpi tadi nyaris 1 dasawarsa. Eram hangat di saku jiwa…lalu menetas tuntas menjadi realita. Alhamdulillah…Allahu-akbar! pada-Mu al-Haq…hakikat tegaknya sang ALIF!

Terpuaskan? Jelas tidak! spasi kisah kura-kura belum lagi terkuak….,

Tahun 2006-2007 adalah dwi-annual jeda antara, terdapat sisip kans otobiografi. Aku berkesempatan ikut dalam serangkaian proyek kelautan, ajakan teman yang domisili Semarang. Awalnya bertugas jadi asisten instruktur, diklat selam bagi staf DKP propinsi Sumatra Utara. Pembekalan terkait program Coremap. Jajaki Medan…selusuri setapak aspal jalur tuju Sibolga. Tebing tinggi..Balige..Pematang Siantar dan mampir selasar Toba. Rana tinjau berakhir di pulau Poncan dan pulau Mursala, mengukir aksi kedalaman.

Kembali Medan, kini ada agenda lain. Kawan (Amiruddin) ajak pulang jenguk kampung halaman, kota kecil bagian kabupaten Lhoksemawe. Sajian lintas aspal kini dominasi luas hampar perkebunan sawit. Kebut Avansa membelah lengang senja bersanding album golden sweet memories dan sayat melankolis Ebiet. Hujan berbaur bait Listen to rhythm of the Falling Rain… syair Ebiet melenceng dipenuhi plesetan. Ngakak berdua usir jenuh…,

Jelang sehari tidur inap, esoknya langsung hengkang ke Banda Aceh. Bergerak jelang dini. Sejenak mampir di dataran tinggi terminal singgah. Suguhan kopi tarik menyalakan lagi hawa tubuh. Subuhpun tiba, Dititik ini hati makin berdebar. Apa ini obsesi penuhi “panggilan” Aceh?

6 february 2007.., momentum pijak kaki tepat 2 tahun paska tsunami. Tampak geliat hidup berangsur pulih. Roda perekonomian bergulir..hasrat bangkit dari keterpurukan. Konon bakal kontras di banding hitungan hari paska bencana. Kitari jalur utama kota…semat kemilau legam dikejauhan. Itu dia kubah Baiturrahman!!! Berpola tonjol garis-garis kotak mirip sisik ular! Bergidik kenang kisah di kolom media…hempasan laju lidah-lidah tsunami sempat terlihat saksi mata berbentuk tegakan Kobra.

Terjebak antara kagum-penasaran, aku cuma minta usai makan siang “harus” mampir di Baiturrahman, apapun alasannya. Hasrat terpenuhi disesi tunai Dzuhur. Koridor internal masjid bergaya multi tiang penyanggah. Decak puas, kini berada di zona inti negri Serambi Mekkah. Sempatkan diri lantunkan surat al-Mulk. Sisanya jalin asa belai rindu manikam… buah penantian panjang! Mengabadikan momen dengan kamera saku.

Melebur di sisa terik, melanjutkan perjalanan di lingkar pesisir. Seliweran dump-truk timbun pinggiran pantai, Fringing barikade. Melihat lagi sisa korban bisu tsunami di jembatan alur muara pelabuhan penyebrangan tujuan Sabang. Dan terakhir tutup Asar di masjid Ulele. Akhirnya aku temukan makna “gundukan cuat tanah”, saat lepas tatap jauh di tingkat 2 loteng masjid. Kawasan teluk terhampar dengan aktifitas pekerja membangun tipikal rumah huni anti tsunami. Gak semuanya model sanggah-panggung, yang sengaja dimodifikasi antisipasi sepak terjang air. Beberapa malah terbangun lekat pondasi. Gambaran slow motion si kura-kura? Entahlah! Pastinya saat itu panitia pembangunan rekonstruksi Aceh paska tsunami lagi gencar di sorot berbagai pihak. Terkait lamban kinerja selesaikan target bangun sebagian tanah Rencong. Lengkap sudah jawaban atas mimpi. Desisku ulang doa sahaja di tangkup Baiturrahman siang tadi. “ya Allah, sempatkan aku bertamu ke rumah-MU, bukan sekedar hinggap di serambi-nya, beserta orang-orang terdekat….melalui cara unik-Mu..jalan yang tidak pernah di sangka-sangka”. Wassalam…. Akhiru_kalam.




nampang depan masjid



"multi pilar"




kontributor penggerus lansekap


pondasi sisa terjang tsunami



short-shoot from above Ulele Mosque

Tidak ada komentar: