Selasa, 10 Februari 2009

Hidayah Listrik padam…



Luruskan shaf…karena merupakan kesempurnaan daripada sholat…” ujar seorang imam satu sesi subuh di masjid Babussalam, Kampung Melayu – Ampenan. Terkesan lumrah seperti rutinitas setiap jelang sholat berjama’ah. Kebetulan saya luang hadir dikesempatan kali itu. Lalu apa yang abnormal?? Belum selang 3 detik. Byar peeet! Listrik-pun padam dengan menimbulkan akurasi pukau para jama’ah. “Waaaaa…“ serentak kolektif ujar. Tidak ada lampu cadangan. Mesin motor listrik berada agak jauh dari porsi jangkau. Detak jantung subuh tetap mengalir. Akhirnya sepakat sholat dalam kondisi gelap. “Ayo luruskan shaf…”. Seolah tanpa komando, kami antar jama’ah langsung saling raba kiri-kanan. Diujung baris kanan sempat juga terselip guyon antar individu. Seseorang iseng tepok pantat teman-nya. Baur celoteh persis ketika hendak aksi tafakkur.

Shaf kami memang jadi rapat. Terbangun akrab sebuah filosofi kokoh tebing. Menyatu motivasi tegar. Seolah siap menghadapi aral apapun dibawah panji Ilahiah. Hingga tunai sholat dengan sempurna. Bagi saya, kejadian ini begitu berarti. Kesempatan langka…


Kog teringat salah satu sisip kurikulum Outbound. Pendekatan program managemen alam terbuka. Ada muatan akhir dari setiap sesi pelajaran. Motivasi & kerjasama tim. Trust building lebih menitik beratkan pada kapasitas kepercayaan personil. Memecahkan “kebekuan” suasana formalitas akibat di ganjar rutinitas bisa aplikasikan dalam program Fun Game. Relevansi dengan filosofi kajian shaf. Serupa hakikat permainan DATA PROCESSING. Dalam satu pembagian koloni kelompok diserahkan tugas mentor dan asisten. Anggota kelompok dianjurkan berdiri lajur baris tunggal. Berbaur acak tanpa penggolongan jenjang karier. Apapun kriteria sandang title duniawi. Mata peserta ditutup bekal scraft/syal. Hening tunggu aba-aba (Seolah nuansa gulita masjid). Sejurus kemudian mentor beri instruksi singkat. “coba urutkan barisan sesuai tinggi badan dari kiri ke kanan!!”. Dilakukan tanpa suara, peserta mulai geliat aksi. Setelah dirasa cukup mentor beri peluang peserta buka tutupan mata. Disinilah biasanya kebekuan mulai “cair”. Bukan masalah barisan yang tidak sempurna oleh instruksi. Tapi spontanitas reaktif… kemauan mencoba dari para peserta adalah bobot filosofi. Hadirkan sensasi masa bocah… bermain. Courisita ber-kegiatan, dan ciptakan peluang gotong royong. “Kita” adalah rangkai aku demi aku….,


Alih bumbu kisah lain,

Seorang ustad-mufti sedang berceramah disuatu sidang majelis - jama’ah tertutup. Kemungkinan komunitas polarisasi kaum tareqat. Membatasi metode tabligh berpola sirri. Terpuruk di suatu malam di ruang dengan minimalis pendar bohlam. Berdiri teguh sang mufti di podium. Berjarak 5 meter dari rimbun komunitas bai’at. Syahdan, beliau sedang menjelaskan tentang kajian fenomena “rasa takut”. Ikuti monologis berikut :


Wahai kaum muslimin…, kita sebagai umat pilihan tidak boleh takut. Kecuali pada Allah semata”

“Kita umat Manusia, adalah produk spesies unggul dibanding kaum Iblis – Setan – Jin“

“Janganlah mudah terpedaya oleh bisikan tipu daya kaum mereka!”

“Sekali lagi kaum muslimin! Rasa takut kita hanya pada Allah semata!!!!”


Byar pet!!!! Listrik mendadak padam!!!


Suasana mengalir hening… bening…. Damai sensasi warna gulita. Jama’ah bisu alun tafakkur….,


“kaum muslimin ? kaum muslimin ?… kaum muslimiiiin????!!!!” pekik resah sang mufti pecah sunyi.

Tidak ada komentar: