Cuplik Kitabullah :
“Dan Dia-lah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan), yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit. Dan Dia jadikan antara kedua-nya dinding dan batas yang menghalangi”. (al Furqan : ayat 53)
Lembar usang perjalanan waktu.
Kali ini saya mencoba menuang kisah penyelaman yang pernah saya alami. Gak ada bukti dokumentasi berupa foto. Sebab minim fasilitas kamera bawah air. kecuali “hanya” catatan rekor penyelaman di Log-Book. At least, saya masih punya saksi lain, mitra penyelam (buddy). Tertanggal 10 April 1996. Nyaris 12 tahun lalu. Tamu diver ini suami-istri. Mas Yayan Cahyana dan mbak Melati Timur Pramudya called name Dina.
Jelang awal aksi, saya pilih dive poin bernama Nusa Tiga di utara gili Terawangan. Sedikit kendala. Alat pribadi yang dibawa mbak Dina bermasalah. First-stage Regulator-nya ngowos! Free flow…. Gak ada cadangan lain. Diputuskan hanya mas Yayan tak antar “turun”.
Gelembung sirkulasi nafas kami-pun mulai hiasi permukaan samudra. Blukutuk…blukutuk… memecah bening… melayang di media air. Ikuti alir lemah arus.. amati seliweran ikan di-rimbun lereng terumbu. Hingga terpukau sajian depan mata. sebuah fenomena alam yang langka, pribahasa Qur’ani….,
Sebuah “dinding-AIR” terbentuk dengan indahnya. Tegak vertical.. memanjang penjuru lingkar fringing reef. Bak tirai transparan. Satu sisi jernih dengan suhu dingin. Lainnya agak keruh ber-suhu hangat. Bukan main girang-nya kami. Sontak gembira mendapat kancah Yin-Yang. Sepuasnya saya meliuk naik-turun… zig-zag di tipis mahligai sensasi. Dimensi negeri kedalaman nan menawan.
Saya pribadi, benar-benar merasa dapat “hadiah”…..,
Nyebul permukaan akhir dive, langit berganti hias kapas mendung. Matahari tempias cahaya. Kami berceloteh . Mbak Dina hanya mlengos… lepas dengus kesal. Sang suami berbagi kisah souvenir negeri basah. Baru saja! (Smoga ke-2nya baca memorial usang ini….)
Gulir waktu,
Pengalaman itu tidak pernah sedikitpun lekang benak. Bahkan saya kian bergelut referensi dan kajian. Pendalaman eksploitatif. Surat Al-Furqan setidaknya jadi acuan utama. Secara harfiah bermakna “pembeda”. Nama surat ini diambil dari kata Al-Furqan, tiada lain dimaksud adalah adalah Al Qur’an. Sebagaimana penjelasan Al-Qur’an & terjemahan versi Depag RI. Bunyi preambule awal ayat-nya begini nih!.......
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al Qur’an)kepada hamba-Nya, agar dia menjadi peringatan kepada seluruh alam”
Kenapa ditandai warna HIJAU pada “hamba…alam”?????
Maklum, “mendadak” muncul tabiat-filsafat pesan warna. Saya barangkali salah seorang hamba-Nya yang masih hijau… bahkan terlalu hijau. Belum cukup pantas sandang gelar penyampai peringatan. Gak juga oknum indikator jama’ah tabliq. Masih mentah… masih belia, silabus kais ilmu. Tanpa kelas… tak kenal performa gedung! Sudah bobrok… semakin GoBloG!!!!
Kebetulan saja seluruh….eh! “sebagian” organ alam sedang beri peringatan ala kadar secara natural. Berbisik tentang kehebatan Sang Maha Kreator… pemilik tabir misteri dinding.
Lalu Kog jadi ksengsem surat ini?
Alasan gak ada lain, karena maktub baris ayat membahas Tanda-Tanda Kekuasaan Allah dalam ALAM. Baca sendiri ayat 45 sampai 62. Sengaja? Atau bahkan mungkin bukan unsur kebetulan, ayat 53 bahas tentang fenomena dinding air, seperti awal buka tulisan diatas.
Timbul tanya…,
Sedikit dibingungkan, ungkapan 2 laut mengalir (berdampingan). Tawar segar….asin pahit. Diantara keduanya ada batas tembok yang menghalangi. Pernah dulu saya artikan leksikal. Apakah terkait harfiah BAHRAIN (Bahri&Isnin), negera pertemuan 2 lautan. Sebagaimana jumput kisah pertemuan duo-nabi, Khaidir dan Musa. Satu sosok memiliki sifat tabligh… satu lagi tipikal bungkam. Entah-lah… aku terbentur struktur gramatikal-nakal. Bukan jatah nalar…. Bisik lembut nara ber-suara.
Narasi bilur realistis….,
Saya berdiri di level ketinggian. Sambil tatap ujung sebuah muara. Berteduh naung canopy pepohonan. Hujan lagi deras. Memberi peluang hijau kian tumbuh. Sekitar punggung bukit, yang aku lupa pijak dimana. Another time…another place. Air berlimpah tetesan langit. Basahi ngarai, jurang dan ceruk lembah. Genangi kubangan..tumpah menuju sungai. Lihat sendiri genangan permukaan. Akan tampak bentuk aral-lingkar di mulut estuarium. Tawar gak bisa menembus asin. Sumbangsih run-off daratan membawa padatan ter-suspensi. Caplok istilah kaum scientist, debut lain para Ilmuwan.
Hujan kini reda,
Mentari sembul rutinitas terik. Bakar kulit samudra. Rebus uap bumbung ke langit. Hinggap dibilangan kapas awan. Menyatu ritual kondensi. Di giring tugas, bimbing sang angin. Back in the Sun….
Loh kog Guoblog sih!!! Baru ingat, nama saya ternyata mengandung unsur alam!!!
Lalu,
Kenapa harus menemukan al-Furqan di kedalaman Gili?
Semata takdir…. Semata hadir…. Saksi mata
Bayu paraning Banyu…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar