Bukan menyeluruh semua lahan, hanya persempit pada pengalaman lingkup yang saya alami. Selagi masih aktif jadi guide selam. Sekedar input buat rekan-rekan sesama Diver yang minat kunjung Lombok. Hati-hati ambil paket wisata diving. Cermati bulan-2 kunjung pada saat anda niat datang. Biar alami refreshing sesuai keinginan.
Sebaiknya urungkan niat datang saat musim angin barat tiba. Sekitar Januari akhir hingga pertengahan Februari, tepat tahun baru Cina. Sekalipun penawaran harga “miring” dari standar harga normal. Tabiat umbar diskon harga, memang kerap dimanfaatkan beberapa operator diving lokal. Tapi mohon dicatat, ini pengalaman tahun 1995-2000an. Selagi efek mass-tourism sedang jadi penyakit akut, di kawasan wisata 3 gili MATRA (Meno,Air,Trawangan). Mudahan kondisi kini tidak lagi….,
Bahas faktor alam,
Bagi Diver, jangan pernah berharap dapat air tenang kala musim tersebut. Visibilitas dominan keruh. Akibat gempuran ombak hantam pesisir gili. Pasir ter-aduk… partikel terlarut. Jangan heran kalo memandang gili dari kejauhan tampak dikelilingi lingkar cincin. Warna kuning gading, persis dominasi warna adukan butiran pasir kasar. Kerap dijuluki pasir Merica.
Urungkan niat, sekalipun dapat tawaran giur diskon Diving Cruise. Terutama yang pakai fasilitas kapal Pinisi. Beresiko alokasi dana yang terbayar di potong sekian persen, dengan alasan cuaca. Angin gak bersahabat.. dlsb. Semua ini demi nyaman-nya sebuah obsesi nikmat berwisata. Jadi ini bukanlah dogma pragmatis…namun sekedar berbagi TIP.
Gilir perihal TRIK,
Berprofesi sebagai pekerja penyelam wisata memang penuh suka-duka. Vice versa dari “anjuran” saya tadi. Kami selaku ujung tombak perusahaan dituntut pinter mengelola situasi. Sekalipun hati kecil sedikit meronta. Lakukan sesuai instruksi perusahaan… bukan nuruti bisikan perasaan!
Sirkulasi kunjungan tamu di Lombok memang hanya mengandalkan pola High-Seasonable. Akibatnya sikon ini memaksa semua perusahaan Jasa Pariwisata kian gerilya dengan kiat masing-masing. Pengalaman terhadap promo diving di bulan angin kencang. Bikin saya stress! Laut keruh. Tersisa “sedikit” dive-poin bagi suguhan menu-nyemplung bagi para tamu. Jangan pernah berharap dive site regular (terutama tipikal fringing reef dekat pesisir) akan suguhkan panorama normal. Serasa nyelam di genangan air ber-polusi. Tamu melotot dibalik kaca masker. Hand-signal dominan dua belah telapak tangan tengadah datar. Saji visual apa yang dapat dilihat???? Alhasil kami tebal muka! Cuma senyum dihadiahi celoteh dan damprat. Komplain… lagi-lagi Komplain…. Melas pokoknya!
Kreasi-nya mudah. Kadang 1 dive-site yang sama, kami selami dalam selisih beda hari. Berlaku kalo bawa tamu several days package. Entry poin kami “olah” cebur tergantung sirkulasi pergantian pasut. Pagi-sore. Antisipasi kurangnya poin selam. Masalahnya, hanya poin gugus terumbu tengah (jauh dari pesisir) yang bisa tampil “agak” jernih. Bisa berupa Taket maupun Gosong. Tanpa bisa dihindari, kadang subsidi keruh tetap terbawa pola tabiat arus. Repotnya handling tamu grup dengan varian jenjang sertifikasi. Pemula/beginner harus dapat perhatian khusus. Siap kewalahan tugas pandu.
Alhasil, saat pengisian Log-book (dive record) muncul nama-2 poin baru. Untuk urusan ini mungkin saya terbilang cukup “jago”.
While,
Zona 3 Gili hanya punya 2 Taket. Taket Tenga’ terletak di tengah antara gili Terawangan dan Meno. Opsi poin paling mudah untuk diselami. Next, taket Bage’ Rebak (Asem Tumbang arti bahasa lokal) biasa disebut juga Taket Malang, sedikit jauh dari utara gili Terawangan. Agak ribet searching poin karena mengandalkan patokan natural navigasi. Dimudahkan bila memiliki boatman (orang lokal) or mantan nelayan yang paham lokasi ini. Salah entry poin berarti siap nyasar. Maklum gugus terumbu berupa sebaran koloni-koloni karang dengan interval jarak bervariasi jauh-dekat.
Trus, TRIK terakhir ini terkait saat aksi darat.
Jelas gak bakal “lupa daratan”. Satu kesempatan coba mampir di sekitar wilayah Labuhan Lombok – Lombok Timur. Ada tempat bernama Lian. Tempat ini menjadi poin singgah bagi wisatawan. Terutama yang ingin berkunjung ke gili Lampu. (gili Petagan- Bidara-Kapal). Atau hendak kunjung 2 pulau bakau di selat Sugian, gili Lawang dan gili Sulat.
satu kesempatan singgah LIAN bersama rekan dari Mataram |
Lokasi bernama Lian ini punya sajian “unik” ala kadar-nya. Sekumpulan julang pohon besar ber-akar papan. Istilah lokal disebut tambeng (baca artikel sebelumnya: Potret masyarakat pinggir hutan). Persis ditepian aspal dekat pematang pesisir. Nyaris tiap kali lintas tempat ini saya selalu penasaran. Apa sih referensi dan kandungan nilai jual sebagai aset situs wisata. Terutama asumsi dasar bagi pemda Lombok Timur. Dus, Dinas Pariwisata. Hingga kini blum juga terdeteksi.
Alhasil, saya-pun berkreasi “legenda/mitos” tersendiri. Bila ketiban pertanyaan dari para tamu diving yg kebetulan celinguk penasaran. “what kind of these tree, Mr Opan, can U explain to us? Dulu-2, saya kerap selalu jawab singkat “gak tau juga”, sorry guys, there's no explain anythings about these. Dan acap menuai wajah-2 “kecewa” berkat jawaban blo’on itu. Wah, dalem hati ini gak bisa dibiarkan, harus ada pencerahan lain. Gengsi juga, dibilang pemandu gak berpengetahuan.
Sejurus waktu, muncul juga cetus ide. Entah akibat sering cengkrama karang dilaut, sehingga saya jadi pandai ngarang cerita. Tak bikin kaitan “mitos” bahtera Nuh. Konon tempat ini diyakini masyarakat lokal sebagai lokasi “kiriman” bibit pohon yang terbawa mega tsunami pada masa Nabi Nuh. Entah berupa biji ataupun anakan muda hasil kreasi ulah botanist, si utusan Tuhan. Lengkap dengan bumbu celoteh, tentunya.
Ternyata kiat ampuh!!!. Para tamu jadi lebih berseri dengan penjelasan itu. Semua plong tanpa beban. Saya cuma bisa tersenyum tiap kali teringat ekspresi tamu jepang. Melahap kisah itu dan mengangguk hormat. Honto…??? Sughoi ne…..,
At least, kiat ini sudah terkuak. Jujur saya ungkap apa-adanya! bagi rekan sesama guide lingkup lokal yang mungkin kebetulan baca tulisan ini. Silahkan saja, mau copy-paste atau lebih createTIPS sendiri. Jadi ingat kalimat basa jawa…. “ Monggo sampeyan karang cerito LIANe mneh! Transfer bahasa Sasak mungkin kira-kira bgini “Smeton, Silak pade bgula kance bgambrah!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar