Selasa, 20 Januari 2009

Dive on turtle poin of Gili Meno





Sekian hari kemarin sempat transfer titipan folder foto bawah laut milik ipar. Buah kenang dokumentasi buat ke-2 anak didik-nya, open water course. Kebetulan ada image penyu gili Meno. Lumayan jadi bahan artikel posting isi blog. Daripada langlang buana cari ilham bekal tulisan, mending ulas dan olah wacana depan mata. Let’s dig again on theme of environment…,

Bagi anda yang pernah kunjung trio gili, terlebih berstatus diver dan pernah cicip alam bawah laut-nya, mungkin gak asing lagi dengan Turtle poin di gili Meno. Bagi semua dive operator di 3 gili poin itu merupakan menu wajib suguhan tamu diving mereka. Walaupun penilaian saya pribadi formasi dasar tubir-nya kian membosankan. Hanya berupa slope dengan dominasi sebaran luas algae. Tapi jadi “menarik” karena menjadi habitat Penyu Hijau - gili Meno, inisial latin Chelonia mydas. Hamparan algae tersebut ibarat ladang santap bagi koloni para penyu.

While, tutupan varian Hard Coral hanya bisa di jumpai di kedalaman 3 meteran. Berupa specimen baru yang beranjak kian tumbuh pesat. Ter-amati sejak my last dive di tahun 2005. Koloni karang dangkal-nya berubah jadi Rock akibat naiknya suhu air laut, efek el-nino di tahun 1998. Hampir semua stok alami karang mengalami bleaching. Malah saya sempat bawa tamu saat itu di sisi dasar Meno sebelah selatan. Air terasa lebih hangat… warna karang nyaris 99% putih. Fenomena karang uban celetuk saya waktu itu.

Dilihat dari dominasi jenis, penyu gili yang kerap ditemui selain si Hijau ada juga Penyu Sisik. In English disebut Hawk-bills, latinnya Eretmochelys imbricata. Cuma territorial mereka sering nongkrong di wilayah utara gili Terawangan. Beda formasi cangkang dengan si Hijau, hawkbills memiliki cangkang pola sisik berwarna mix coklat-hitam. Lebih legam tampang, perawakan juga lebih ramping. Gak seperti bentuk gunduk dome cangkang si Hijau, but also gak setara bentuk saudara-nya yang lain. Carreta carreta alias penyu tempayan. Jenis terakhir ini malah termasuk spesies yang jarang terlihat. Apalagi penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) yang punya mobilitas gerak wilayahnya lebih luas, lintas selat bahkan seberang samudera. Laporan nelayan cuma pernah liat diperairan lepas 3 gili. Namun dengan ketetapan internasional semua-nya kategori di lindungi. Termasuk dalam list Appendix CITES.

Berbekal cangkang yang lebih aero-dinamis membuat Hawkbills lincah bergerak, pasti-nya lebih pandai ber-manuver dibanding spesies penyu lain. Habitat nimbrung mereka ada diantara dive poin bernama Nusa Tiga, jelang dekati areal dangkal dive poin Pedati.

Tapi gak ada alasan lain, Turtle poin di gili Meno tetap poin idola bila hendak intip aksi komunitas penyu Hijau. Bahkan saat kondisi visibility jernih dan minim arus, bisa dilakukan aktivitas snorkeling berjama’ah. Khusus aksi diving bila tabiat arus normal, starting entry poin dimulai di tambatan mooring buoy. Lalu susuri kontur slope, kelompok penyu Hijau bisa anda temui di kedalaman antara 7-12 meter. Terakhir bisa menikmati sajian kontur dinding, poin ini kerap kami sebut Meno Wall. Bisa mengamati kelompok Holocentridae berenang hilir-mudik diantara ceruk wall. Mereka adalah tipikal biota hidup di areal minim cahaya, ceruk, gua dan area over hang layaknya fungsi rindang kanopi. Mata beloq pertanda kreasi adaptasi ruang gelap. Sebagian spesies merupakan nocturnal.

Pada foto ada satu penyu hijau unik. Punggung cangkang-nya rada kusam dibanding individu lain. Kemungkinan besar dulu-nya adalah item peliharaan yang kemudian oleh pemiliknya di lepas ke habitat asli. Gerakan-nya lamban dan agak jinak kalo di dekati oleh penyelam, sekalipun juga menyingkir kalo mulai terusik. Kulit tengkuk-nya keriput seolah “tanda” pernah alami masa prihatin. Dari sejumput pengalaman saya, dia ber-tabiat soliter. Ogah nimbrung komunal atau bisa jadi “disisihkan”. Jumpa awal kami sekitar tahun 1997 selagi saya masih aktif jadi guide dive. Menariknya pernah di 2 sesi dive beda surface interval dihari yang sama kami bertemu, twice meet on the bottom. Pagi Nusa3-Terawangan…siang turtle poin of Meno. Dan selalu soliter …single fighter! Keep alive as should be!

Last, beware!!! Bagi anda saat diving di slope ini, terutama yang pake shorty wetsuit. Keasyikan liat penyu tapi gak waspada terhadap sengatan Hydroid. Paritas ini memang sangat banyak bejibun eksistensi diantara belantara algae.

Tapi poin ini pernah “bermanfaat” jika ulas pengalaman lebih silam. Tahun 1994 ada diklat selam bagi mahasiswa FKIP-UNRAM. Tangani sejumlah peserta mahasiswa dengan beda skill dasar renang bikin kami belepotan fokus pandu. Saya masih status “jongos” instruktur, sedikit level dibawah debut “asisten”. Sesi hovering- selalu kuras alokasi waktu. Tabiat aksi naik-turun temukan netral buoyancy. Peserta ngaku pusing…tentu akibat efek tekanan level kedalaman. Tim instruktur lebih pening cari solusi. Dan “lahan” ini terbukti berdampak efektif. Briefing awal bagi peserta yang masih doyan nyembul ada ganjaran 10X push-up. Hydroid bantu “peran” kami agar peserta kian awas gak sentuh dasar.

Negative buoyancy = negative thinking peserta. Bagaimana tidak, wetsuit mereka sekedar celana kolor & t-shirt ala kadar! Hampir semua paha mereka merah akibat hydroid. Toh masih bisa kami berkelit. Ini masih rangkaian “pelajaran” KENAL BIOTA. Sambil pasang paras serius tapi di hati saya terbahak. “Tak KENAL maka tak GATAL… DIVER Do It Bitter!!!”

Tidak ada komentar: